Kinerja Bawahan Buruk, Atasan Terancam Dipecat
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 706 pejabat eselon III dan IV pegawai negeri sipil (PNS) DKI dirombak. Dari jumlah tersebut, 57 pejabat di antaranya diturunkan menjadi staf.
Dengan demikian, hanya 649 pejabat eselon III dan IV yang kemarin dilantik. Jika kinerja ke-649 ini buruk, maka pejabat eselon II yang menjadi atasannya terancam dipecat. Berdasarkan data, 57 yang dijadikan staf terdiri atas 16 orang pejabat eselon III dan 41 pejabat eselon IV.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, sebenarnya setelah pelantikan yang dilakukan pada 2 Januari lalu, pihaknya sudah melihat adanya perubahan dibandingkan beberapa tahun belakangan. Hanya, tuntutan masyarakat semakin besar dan semua pejabat DKI harus bekerja cepat. Dengan tuntutan tersebut, suami Veronica Tan itu pun melihat masih banyak PNS yang belum mampu.
Padahal, dengan gaji yang sudah besar tidak mungkin jika PNS tidak mampu melakukan pelayanan. Golongan terendah saja mendapatkan gaji Rp9 juta, belum dengan tunjangan kinerja dinamis.
Ahok kemudian membandingkan gaji lulusan S-1 swasta yang hanya sekitar Rp4 juta. Mereka sudah bisa mengerjakan tugas dengan baik. ”Lalu saya tanya kepada eselon II. Apa yang menyebabkan Bapak dan Ibu kurang kenceng untuk melayani masyarakat? Jawabannya macam-macam. Eselon III dan IV kami tidak beres. Ya sudah, Anda pilih yang Anda suka. Baperjakat akan mengawasi Anda,” kata Ahok di Balai Kota kemarin.
Dengan demikian, para pejabat eselon II tersebut juga harus bertanggung jawab terhadap kinerja bawahan yang dia tunjuk sendiri. Mantan Bupati Belitung Timur itu ingin menunjukkan perubahan yang besar semasa sisa jabatannya sekitar dua tahun lagi. Sebagai pemimpin ibu kota negara, Ahok merasa malu jika tidak bisa mengurus dengan baik akibat buruknya kinerja PNS.
Bahkan Ahok berwacana apabila para PNS tidak mampu diandalkan dia akan merekrut tentara dan polisi menjadi PNS DKI Jakarta. ”Jadi saya ingatkan pada pejabat eselon II, tidak ada zona aman di DKI sekarang. Setiap saat Bapak-Ibu bisa dicopot kalau kerja tidak sesuai harapan. PTSP di kelurahan kalau tidak mau bantu, kita akan kurangi terus pegawainya. Wali kota harus keras, kalau biasa saja saya ganti. Kami akan evaluasi kembali setelah 6 bulan mendatang,” ancamnya.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika menegaskan perombakan pejabat eselon III dan IV karena pertimbangan suka atau tidak suka dari atasan mereka. Perombakan tersebut berdasarkan penilaian pejabat eselon II berdasarkan tujuh kriteria yang ditetapkan BKD.
Ketujuh kriteria tersebut, pertama, pejabat mengundurkan diri setelah dilakukan pembinaan oleh BKD. Kedua, karena sakit sehingga tidak bisa melaksanakan tugasnya lagi. Ketiga , masalah moral dalam diri pejabat itu. Misalnya terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Keempat, pejabat terbukti bermain-main dengan uang. Seperti penyogokan atau penyuapan dan meminta upeti atau pungutan liat (pungli) kepada masyarakat. Kelima, bermain proyek. Misalnya mark up anggaran proyek untuk keuntungan pribadi. Keenam, tidak disiplin dalam bekerja. Misalnya, tidak hadir kerja dalam waktu lama tanpa alasan yang jelas.
Terakhir , tidak berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti di kelurahan atau kecamatan. ”Para camat dan lurah tentu punya catatan siapa saja pejabat eselon III dan IV yang tidak berpartisipasi dalam kerja bakti tersebut,” katanya.
Bima setiyadi
Dengan demikian, hanya 649 pejabat eselon III dan IV yang kemarin dilantik. Jika kinerja ke-649 ini buruk, maka pejabat eselon II yang menjadi atasannya terancam dipecat. Berdasarkan data, 57 yang dijadikan staf terdiri atas 16 orang pejabat eselon III dan 41 pejabat eselon IV.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, sebenarnya setelah pelantikan yang dilakukan pada 2 Januari lalu, pihaknya sudah melihat adanya perubahan dibandingkan beberapa tahun belakangan. Hanya, tuntutan masyarakat semakin besar dan semua pejabat DKI harus bekerja cepat. Dengan tuntutan tersebut, suami Veronica Tan itu pun melihat masih banyak PNS yang belum mampu.
Padahal, dengan gaji yang sudah besar tidak mungkin jika PNS tidak mampu melakukan pelayanan. Golongan terendah saja mendapatkan gaji Rp9 juta, belum dengan tunjangan kinerja dinamis.
Ahok kemudian membandingkan gaji lulusan S-1 swasta yang hanya sekitar Rp4 juta. Mereka sudah bisa mengerjakan tugas dengan baik. ”Lalu saya tanya kepada eselon II. Apa yang menyebabkan Bapak dan Ibu kurang kenceng untuk melayani masyarakat? Jawabannya macam-macam. Eselon III dan IV kami tidak beres. Ya sudah, Anda pilih yang Anda suka. Baperjakat akan mengawasi Anda,” kata Ahok di Balai Kota kemarin.
Dengan demikian, para pejabat eselon II tersebut juga harus bertanggung jawab terhadap kinerja bawahan yang dia tunjuk sendiri. Mantan Bupati Belitung Timur itu ingin menunjukkan perubahan yang besar semasa sisa jabatannya sekitar dua tahun lagi. Sebagai pemimpin ibu kota negara, Ahok merasa malu jika tidak bisa mengurus dengan baik akibat buruknya kinerja PNS.
Bahkan Ahok berwacana apabila para PNS tidak mampu diandalkan dia akan merekrut tentara dan polisi menjadi PNS DKI Jakarta. ”Jadi saya ingatkan pada pejabat eselon II, tidak ada zona aman di DKI sekarang. Setiap saat Bapak-Ibu bisa dicopot kalau kerja tidak sesuai harapan. PTSP di kelurahan kalau tidak mau bantu, kita akan kurangi terus pegawainya. Wali kota harus keras, kalau biasa saja saya ganti. Kami akan evaluasi kembali setelah 6 bulan mendatang,” ancamnya.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika menegaskan perombakan pejabat eselon III dan IV karena pertimbangan suka atau tidak suka dari atasan mereka. Perombakan tersebut berdasarkan penilaian pejabat eselon II berdasarkan tujuh kriteria yang ditetapkan BKD.
Ketujuh kriteria tersebut, pertama, pejabat mengundurkan diri setelah dilakukan pembinaan oleh BKD. Kedua, karena sakit sehingga tidak bisa melaksanakan tugasnya lagi. Ketiga , masalah moral dalam diri pejabat itu. Misalnya terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Keempat, pejabat terbukti bermain-main dengan uang. Seperti penyogokan atau penyuapan dan meminta upeti atau pungutan liat (pungli) kepada masyarakat. Kelima, bermain proyek. Misalnya mark up anggaran proyek untuk keuntungan pribadi. Keenam, tidak disiplin dalam bekerja. Misalnya, tidak hadir kerja dalam waktu lama tanpa alasan yang jelas.
Terakhir , tidak berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti di kelurahan atau kecamatan. ”Para camat dan lurah tentu punya catatan siapa saja pejabat eselon III dan IV yang tidak berpartisipasi dalam kerja bakti tersebut,” katanya.
Bima setiyadi
(ftr)