Myanmar Minta Bantuan Regional Atasi Krisis Imigran
A
A
A
YANGON - Pemerintah Myanmar memahami keprihatinan dunia internasional terkait gelombang ”manusia perahu” yang banyak datang dari negaranya dan Bangladesh.
Namun, Myanmar meminta agar dunia internasional tidak menyalahkan Myanmar atas krisis imigran yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Menteri Informasi Myanmar Ye Htut mengatakan, daripada menuding Myanmar sebagai biang dari permasalahan imigran, dia meminta dunia internasional, terutama negara tetangga untuk bekerja sama mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi. ”Semua masalah ini harus diselesaikan oleh mitra regional,” katanya, dikutip AFP.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengutuk penolakan negara-negara Asia Tenggara untuk menyelamatkan ribuan migran asal Bangladesh dan Myanmar yang terdampar di laut. Juru bicara UNHCR, badan PBB yang menangani masalah pengungsi, Vivian Tan, mengatakan, kurangnya perhatian terhadap para imigran sebagai hal buruk.
”Kami berharap lebih banyak kapal yang bisa ditemukan, dan lebih banyak orang yang bisa diselamatkan dan diizinkan untuk menepi ke pantai. Sayangnya, harapan ini sepertinya tidak terwujud,” tuturnya. Sejauh ini jumlah imigran ilegal yang mendarat di Aceh diperkirakan mencapai sekitar 1.500 orang. Mereka terpaksa ditangani pemerintah setelah diselamatkan nelayan lokal.
Situasi yang sama juga terjadi di Thailand dan Malaysia. Dua negara mengeluarkan kebijakan untuk menutup pintu bagi imigran Bangladesh dan Myanmar. Pemerintah tiga negara tersebut belum memiliki pilihan lain meski para imigran dalam kondisi sakit dan kelaparan.
Di Aceh, pemerintah daerah kewalahan menangani imigran yang mereka tampung. Wali Kota Aceh Usman Abdullah mendesak pemerintah pusat memberikan bantuan keuangan untuk menolong para imigran. ”Kami memerlukan bantuan secepatnya dari pemerintah pusat atau institusi lain,” ujar Usman, dikutip BBC .
Ribuan imigran yang melarikan diri dari Bangladesh dan Myanmar karena kemiskinan dan penindasan masih mengapung di atas perahu. Tidak ada negara di Asia Tenggara yang mau menampung mereka. Indonesia, Malaysia, dan Thailand hanya memberikan bantuan kemanusiaan di tengah laut dan tidak mengizinkan mereka mendarat.
Pekan lalu nelayan Indonesia menyelamatkan sekitar 700 imigran karena perahu mereka tenggelam. Mereka dibawa ke Langsa, Aceh, dan dibantu dengan menggunakan dana daerah. ”Kami sementara mendanai bantuan kemanusiaan dari anggaran daerah. Tapi, sebenarnya kami tidak memiliki anggaran yang dikhususkan untuk bantuan darurat,” sebut Usman. ”Sumber keuangan kami sangat terbatas. Saya juga mendengar ada beberapa kelompok yang siap membantu, tapi bantuan itu belum kunjung tiba,” sambungnya.
Indonesia, Malaysia, dan Thailand menyalahkan Myanmar atas peningkatan krisis imigran di Asia Tenggara ini. Para imigran yang nekat melaut melalui pelaku perdagangan manusia merupakan etnis Rohingya. Di Myanmar etnis Rohingya tidak diakui dan sering mendapat perlakuan diskriminatif.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi, Menlu Malaysia Anifah Aman, dan Menlu Thailand Tanasak Patimapragorn akan bertemu di Malaysia. Mereka menekan Myanmar agar menghentikan pelarian imigran. Kelompok bantuan mengatakan ribuan imigran terperangkap di laut. Semakin hari situasinya semakin tidak kondusif.
Tim penyelamatan di Aceh mengatakan sekitar 100 imigran meninggal setelah berkelahi di atas perahu karena berebut makanan. Beberapa dari mereka ada yang ditusuk, digantung, atau dibuang ke laut. Terkini, sekitar lima perahu yang ditaksir membawa hampir 1.000 orang dilaporkan mulai berlayar keluar lepas pantai negara bagian Rakhine, Myanmar.
PBB menempatkan Rohingya sebagai salah satu etnis yang paling ditindas di dunia dan mendesak semua pihak membantu para imigran.
Muh shamil
Namun, Myanmar meminta agar dunia internasional tidak menyalahkan Myanmar atas krisis imigran yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Menteri Informasi Myanmar Ye Htut mengatakan, daripada menuding Myanmar sebagai biang dari permasalahan imigran, dia meminta dunia internasional, terutama negara tetangga untuk bekerja sama mengatasi krisis kemanusiaan yang terjadi. ”Semua masalah ini harus diselesaikan oleh mitra regional,” katanya, dikutip AFP.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengutuk penolakan negara-negara Asia Tenggara untuk menyelamatkan ribuan migran asal Bangladesh dan Myanmar yang terdampar di laut. Juru bicara UNHCR, badan PBB yang menangani masalah pengungsi, Vivian Tan, mengatakan, kurangnya perhatian terhadap para imigran sebagai hal buruk.
”Kami berharap lebih banyak kapal yang bisa ditemukan, dan lebih banyak orang yang bisa diselamatkan dan diizinkan untuk menepi ke pantai. Sayangnya, harapan ini sepertinya tidak terwujud,” tuturnya. Sejauh ini jumlah imigran ilegal yang mendarat di Aceh diperkirakan mencapai sekitar 1.500 orang. Mereka terpaksa ditangani pemerintah setelah diselamatkan nelayan lokal.
Situasi yang sama juga terjadi di Thailand dan Malaysia. Dua negara mengeluarkan kebijakan untuk menutup pintu bagi imigran Bangladesh dan Myanmar. Pemerintah tiga negara tersebut belum memiliki pilihan lain meski para imigran dalam kondisi sakit dan kelaparan.
Di Aceh, pemerintah daerah kewalahan menangani imigran yang mereka tampung. Wali Kota Aceh Usman Abdullah mendesak pemerintah pusat memberikan bantuan keuangan untuk menolong para imigran. ”Kami memerlukan bantuan secepatnya dari pemerintah pusat atau institusi lain,” ujar Usman, dikutip BBC .
Ribuan imigran yang melarikan diri dari Bangladesh dan Myanmar karena kemiskinan dan penindasan masih mengapung di atas perahu. Tidak ada negara di Asia Tenggara yang mau menampung mereka. Indonesia, Malaysia, dan Thailand hanya memberikan bantuan kemanusiaan di tengah laut dan tidak mengizinkan mereka mendarat.
Pekan lalu nelayan Indonesia menyelamatkan sekitar 700 imigran karena perahu mereka tenggelam. Mereka dibawa ke Langsa, Aceh, dan dibantu dengan menggunakan dana daerah. ”Kami sementara mendanai bantuan kemanusiaan dari anggaran daerah. Tapi, sebenarnya kami tidak memiliki anggaran yang dikhususkan untuk bantuan darurat,” sebut Usman. ”Sumber keuangan kami sangat terbatas. Saya juga mendengar ada beberapa kelompok yang siap membantu, tapi bantuan itu belum kunjung tiba,” sambungnya.
Indonesia, Malaysia, dan Thailand menyalahkan Myanmar atas peningkatan krisis imigran di Asia Tenggara ini. Para imigran yang nekat melaut melalui pelaku perdagangan manusia merupakan etnis Rohingya. Di Myanmar etnis Rohingya tidak diakui dan sering mendapat perlakuan diskriminatif.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi, Menlu Malaysia Anifah Aman, dan Menlu Thailand Tanasak Patimapragorn akan bertemu di Malaysia. Mereka menekan Myanmar agar menghentikan pelarian imigran. Kelompok bantuan mengatakan ribuan imigran terperangkap di laut. Semakin hari situasinya semakin tidak kondusif.
Tim penyelamatan di Aceh mengatakan sekitar 100 imigran meninggal setelah berkelahi di atas perahu karena berebut makanan. Beberapa dari mereka ada yang ditusuk, digantung, atau dibuang ke laut. Terkini, sekitar lima perahu yang ditaksir membawa hampir 1.000 orang dilaporkan mulai berlayar keluar lepas pantai negara bagian Rakhine, Myanmar.
PBB menempatkan Rohingya sebagai salah satu etnis yang paling ditindas di dunia dan mendesak semua pihak membantu para imigran.
Muh shamil
(ftr)