Buah Keberanian dan Konsistensi Barca

Selasa, 19 Mei 2015 - 10:43 WIB
Buah Keberanian dan Konsistensi Barca
Buah Keberanian dan Konsistensi Barca
A A A
BARCELONA - Barcelona mengakhiri krisis gelar musim 2013/ 2014. Gol tunggal Lionel Messi ke gawang Atletico Madrid di Vicente Calderon dini hari kemarin membuat El Azulgrana memastikan titel Primera Liga ke-23 sepanjang sejarah.

Padahal, Barcelona mengawali musim 2014/2015 dengan keraguan. Ditinggal Pep Guardiola dengan semua gelar yang diberikan, permainan indah yang menjadi idaman seluruh fans di penjuru dunia seakan menguap. Sebagai langkah instan, manajemen menunjuk mantan asisten Guardiola sekaligus eks arsitek Barca B Tito Vilanova.

Penunjukan ini membuahkan satu trofi Primera Liga. Tapi, di pentas Liga Champions El Azulgrana hancur lebur setelah dipermalukan Bayern Muenchen dengan agregat 0-7. Selain proses adaptasi, Tito juga harus hilir mudik ke rumah sakit untuk memerangi penyakit kanker yang menggerogoti kesehatannya. Dengan berat hati Tito pun meletakkan jabatannya agar bisa fokus mengobati penyakitnya. Ditinggal Tito, Barca menunjuk Gerardo Martino.

Pelatih yang memiliki kedekatan dengan Messi serta dianggap bisa melanjutkan permainan tiki-taka seperti yang dilakukan di Newell’s Old Boys. Sayang, Martino gagal menghadirkan gelar dan hanya bekerja satu musim. Kehadiran Neymar sebagai darah baru juga tidak banyak membantu.

Tim Katalan tersebut harus rela menyaksikan duo Madrid, Atletico Madrid dan Real Madrid, berbagi kue gelar. Atletico menjadi juara Primera Liga, Madrid menguasai Liga Champions dan Copa del Rey. Kegagalan ini membuat direksi klub berjudi. Pada 21 Mei 2014, di Auditorium 1899, Camp Nou, mereka memperkenalkan Luis Enrique sebagai pelatih.

Enrique sebenarnya bukan nama baru di Barcelona, dia merupakan mantan pemain El Azulgrana serta pelatih Barca B. ”Ini hari yang sangat spesial bagi saya. Kami akan mulai membangun Barca yang baru,” kata Enrique saat itu di hadapan media, yang umumnya justru meragukan kata-katanya.

Keraguan muncul karena saat menukangi AS Roma di Seri A, Italia, dan Celta Vigo, Enrique tidak bisa dibilang berhasil. Di Roma dia memang dianggap bisa menularkan gaya sepak bola berbasis possession football, tapi lini depan I Giallorossi tak memiliki naluri membunuh. Bersama Celta Vigo pun Enrique hanya mampu membawa klub di peringkat sembilan klasemen akhir.

Di Barcelona, Enrique mendatangkan tujuh pemain baru yang diharapkan bisa menghadirkan era baru. Walau banyak penggawa baru, masa transisi yang dilalui Enrique tidaklah mudah. Keraguan terhadap Enrique menjadi berlipat ganda setelah Xavi dkk mengawali musim 2014/2015 dengan kekalahan 0-1 di San Sebastian, kandang Real Sociedad.

Lionel Messi dan Neymar diparkir di bangku cadangan lantaran terlambat kembali dari liburan Natal dan Tahun Baru. Keputusan ini memunculkan spekulasi perseteruan antara Enrique dan Messi. Pemain asal Argentina itu bahkan mulai dikaitkan dengan sejumlah klub besar. Situasi semakin panas saat Direktur Olahraga Andoni Zubizarreta dipecat dan berimbas pada pengunduran diri legenda klub, Carles Puyol, dari posisi asisten direktur olahraga.

Posisi Enrique semakin diragukan karena muncul kabar dirinya kehilangan pengaruhnya di kamar ganti. Namun, semua krisis itu justru menjadi titik balik Barca dalam mengejar trofi demi trofi. ”Setelah pertandingan melawan Sociedad, segalanya berubah. Perilaku, ambisi tim ini membara di lapangan dalam cara yang berbeda, dan kekalahan itu melecut kami,” ucap Messi kala itu.

Selain itu, kesuksesan Barca musim ini juga tak lepas dari kemampuan Enrique mengolaborasikan trisula Messi, Luis Suarez, dan Neymar–atau biasa disebut trio MSN. Suarez yang kental dengan label ”anak nakal” mampu diubah menjadi salah satu senjata mematikan baru El Azulgrana.

Setelah menjalani empat bulan sanksi lantaran kasus menggigit Giorgio Chiellini di Piala Dunia 2014, striker Uruguay itu menampilkan kembali ketajamannya. Total 24 gol dan 16 umpan dikoleksi pemain 27 tahun itu di seluruh kompetisi musim ini. Kesabaran, keberanian, dan konsistensi menjadi kunci keberhasilan Barca musim ini. Mereka sabar menunggu proses evolusi Barcelona dengan kehadiran penggawa baru.

Mereka berani menunjuk pelatih dengan reputasi minor dan konsisten dalam setiap pertandingan membuat El Azulgrana berada dalam jalur treble winners musim ini , yakni Primera Liga, Copa del Rey, dan Liga Champions. Enrique sudah memulai satu langkah menunaikan janjinya satu tahun lalu.

Gelar Primera Liga sudah berhasil digenggam. Berikutnya Copa del Rey dan Liga Champions. Barcelona sudah merebut tiket kedua panggung tersebut. Di ajang Copa del Rey, El Barca akan meladeni Athletic Bilbao pada 30 Mei 2015. Di final Liga Champions Barcelona ditantang kampiun Seri A, Juventus, 6 Juni mendatang.

Enrique kini masuk dalam jajaran pelatih langka di Barcelona yang bisa memberikan gelar juara di musim pertama. Setidaknya dalam kurun waktu 116 tahun hanya empat pelatih telah mengangkat trofi liga dalam debutnya di Barcelona. Sebelum Enrique ada Pelatih Josep Samitier pada 1944- 1945. Setelah menunggu lebih dari 50 tahun, Van Gaal melahirkan gelar pada musim 1997- 1998. Barulah kemudian Guardiola (2008-2009), dan Vilanova (2012-2013).

”Akhir tahun lalu kami tidak berada dalam level untuk meraih gelar juara, tapi tahun ini kami berada dalam jalur yang benar dan sudah meraih satu gelar juara. Sekarang kita berhak merayakan gelar karena persaingan sangat keras dan dibutuhkan kerja sama dengan seluruh pemain,” kata gelandang Barcelona, Sergio Busquets.

Busquets yang masuk dalam gerbong sukses era Guardiola tersebut menambahkan, paling penting adalah tim bisa tampil konsisten dan kompetitif dalam setiap pekannya. Termasuk tampil bagus ketika bermain dengan tim di luar Primera Liga, baik kandang dan tandang.

”Kami tim yang masih muda. Dan hanya beberapa pemain yang tersisa dari era Guardiola, sehingga ini menjadi sejarah yang luar biasa,” ujarnya.

M maruf/ Abdul haris
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7898 seconds (0.1#10.140)