Menag Perintahkan Jajarannya Netral
A
A
A
JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin menegaskan bahwa pihaknya tidak akan terlibat dalam kegiatan dukung-mendukung salah satu kandidat yang akan maju dalam Muktamar Ke- 33 Nahdlatul Ulama (NU) yang akan diselenggarakan pada Agustus mendatang.
Menurut Menag, pemerintah tidak akan memasuki area atau wilayah yang bukan menjadi domainnya. ” Muktamar itu miliknyaNahdlatulUlama, begitujuga dengan Muhammadiyah dan Mathlaul Anwar yang juga akan menggelar muktamar dalam waktu yang bersamaan,” tandas Lukman di Jakarta kemarin.
Tidak hanya itu, sambung Menag, pihaknya juga tidak akan berupaya menggiring kandidat tertentu agar terpilih menjadi pimpinan NU. Baginya, NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki banyak tokohtokoh besar. ” Pemerintah bukan dalam posisi ikut menentukan figur-figur tertentu untuk terpilih menjadi pemimpin organisasi kemasyarakatan (ormas) dan tentu yang terpilih adalah figur terbaik,” paparnya.
Disinggung mengenai keberadaan sejumlah kepala kantor wilayah dan cabang Kementerian Agama di sejumlah daerah yang merupakan pimpinan NU setempat, Menag memerintahkan kepada jajarannya tersebut untuk tetap bersikap netral.
” Jika ada figur-figur di Kementerian Agama ikut dalam muktamar itu sifatnya pribadi sebagai muktamirin (peserta muktamar), itu hak mereka. Tapi saya tegaskan lagi, bukan menjadi domain Kementerian Agama untuk terlibat dalam menentukan siapa pimpinan NU mendatang,” kata Menag.
Politikus PPP ini menilai, muktamar adalah forum permusyawaratan tertinggi di organisasi kemasyarakatan NU. Selain membahas hal-hal berkaitan dengan organisasi dan kebangsaan, muktamar juga menjadi ajang pemilihan bagi pemimpin NU. Mantan Ketua PWNU Jawa Tengah Muhammad Adnan mengapresiasi pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin yang meminta agar jajarannya bersikap netral.
” Bagus sekali, kalau Menag sudah mendeklarasikan netral, siapa pun yang jadi kepala kantor wilayah Kementerian Agama dan menjabat sebagai ketua rais tidak ada alasan mendukung calon demi kepentingan tertentu. Selama ini ada indikasi, tidak ada rupa tapi bisa dirasakan,” ujarnya.
Kandidat Ketua Umum Tanfidziyah PBNU itu menyebutkan, ada dua hal yang bisa diambil dari pernyataan Menag tersebut. Pertama, kepala kantor wilayah Kementerian Agama yang juga mencalonkan diri atau pengurus NU tidak bisa mengarahkan kepala kantor kabupaten/kota untuk memilihnya atau mendukung salah satu calon.
” Kalau dia ketua dan kepala kantor, lalu Menag mendukung salah satu, maka ketika ditarik ke kanan ke kiri mereka tidak berani bantah. Tapi kalau menagnya meminta netral, siapa pun yang jadi calon dan kebetulan dia dari pengurus NU, maka harus bisa memisahkan kepentingan birokrasi, negara, dengan NU. Saya kira betul, sesuai dengan asas profesionalitas birokrasi,” ujarnya.
Kedua, siapa pun yang maju sebagai calon dalam muktamar nanti, tidak bisa mengklaim telah mendapat dukungan dari menteri agama. Karena itu, kepala kantor wilayah Kementerian Agama baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus mendukungnya.
” Misalkan kepala kantor wilayah tingkat provinsi bisa instruksikan ke kepala kantor kabupaten yang kebetulan pengurus NU. Kalau sudah netral seperti ini, tidak bisa dibelokbelokkan. Jadi, kalau Menag sudah ambil sikap begitu, maka wajib dihargai, saya sangat setuju. Di daerah tidak sedikit ketua NU atau fungsionaris sebagai pegawai Kementerian Agama, kepala kantor. Bila terjadi voting satu suara sangat penting,” ungkapnya.
Dia mengakui, jumlah pengurus NU yang menjabat sebagai kepala kantor wilayah Kementerian Agama cukup signifikan, terutama di luar Jawa. Di Jawa Tengah saja, kata Adnan, ketika dirinya menjabat sebagai ketua PWNU tercatat ada empat pengurus NU yang menjabat sebagai birokrat di Kementerian Agama.
Sucipto
Menurut Menag, pemerintah tidak akan memasuki area atau wilayah yang bukan menjadi domainnya. ” Muktamar itu miliknyaNahdlatulUlama, begitujuga dengan Muhammadiyah dan Mathlaul Anwar yang juga akan menggelar muktamar dalam waktu yang bersamaan,” tandas Lukman di Jakarta kemarin.
Tidak hanya itu, sambung Menag, pihaknya juga tidak akan berupaya menggiring kandidat tertentu agar terpilih menjadi pimpinan NU. Baginya, NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki banyak tokohtokoh besar. ” Pemerintah bukan dalam posisi ikut menentukan figur-figur tertentu untuk terpilih menjadi pemimpin organisasi kemasyarakatan (ormas) dan tentu yang terpilih adalah figur terbaik,” paparnya.
Disinggung mengenai keberadaan sejumlah kepala kantor wilayah dan cabang Kementerian Agama di sejumlah daerah yang merupakan pimpinan NU setempat, Menag memerintahkan kepada jajarannya tersebut untuk tetap bersikap netral.
” Jika ada figur-figur di Kementerian Agama ikut dalam muktamar itu sifatnya pribadi sebagai muktamirin (peserta muktamar), itu hak mereka. Tapi saya tegaskan lagi, bukan menjadi domain Kementerian Agama untuk terlibat dalam menentukan siapa pimpinan NU mendatang,” kata Menag.
Politikus PPP ini menilai, muktamar adalah forum permusyawaratan tertinggi di organisasi kemasyarakatan NU. Selain membahas hal-hal berkaitan dengan organisasi dan kebangsaan, muktamar juga menjadi ajang pemilihan bagi pemimpin NU. Mantan Ketua PWNU Jawa Tengah Muhammad Adnan mengapresiasi pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin yang meminta agar jajarannya bersikap netral.
” Bagus sekali, kalau Menag sudah mendeklarasikan netral, siapa pun yang jadi kepala kantor wilayah Kementerian Agama dan menjabat sebagai ketua rais tidak ada alasan mendukung calon demi kepentingan tertentu. Selama ini ada indikasi, tidak ada rupa tapi bisa dirasakan,” ujarnya.
Kandidat Ketua Umum Tanfidziyah PBNU itu menyebutkan, ada dua hal yang bisa diambil dari pernyataan Menag tersebut. Pertama, kepala kantor wilayah Kementerian Agama yang juga mencalonkan diri atau pengurus NU tidak bisa mengarahkan kepala kantor kabupaten/kota untuk memilihnya atau mendukung salah satu calon.
” Kalau dia ketua dan kepala kantor, lalu Menag mendukung salah satu, maka ketika ditarik ke kanan ke kiri mereka tidak berani bantah. Tapi kalau menagnya meminta netral, siapa pun yang jadi calon dan kebetulan dia dari pengurus NU, maka harus bisa memisahkan kepentingan birokrasi, negara, dengan NU. Saya kira betul, sesuai dengan asas profesionalitas birokrasi,” ujarnya.
Kedua, siapa pun yang maju sebagai calon dalam muktamar nanti, tidak bisa mengklaim telah mendapat dukungan dari menteri agama. Karena itu, kepala kantor wilayah Kementerian Agama baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus mendukungnya.
” Misalkan kepala kantor wilayah tingkat provinsi bisa instruksikan ke kepala kantor kabupaten yang kebetulan pengurus NU. Kalau sudah netral seperti ini, tidak bisa dibelokbelokkan. Jadi, kalau Menag sudah ambil sikap begitu, maka wajib dihargai, saya sangat setuju. Di daerah tidak sedikit ketua NU atau fungsionaris sebagai pegawai Kementerian Agama, kepala kantor. Bila terjadi voting satu suara sangat penting,” ungkapnya.
Dia mengakui, jumlah pengurus NU yang menjabat sebagai kepala kantor wilayah Kementerian Agama cukup signifikan, terutama di luar Jawa. Di Jawa Tengah saja, kata Adnan, ketika dirinya menjabat sebagai ketua PWNU tercatat ada empat pengurus NU yang menjabat sebagai birokrat di Kementerian Agama.
Sucipto
(ftr)