Polisi Tewas Tembak Kepala Sendiri
A
A
A
JAKARTA - Brigadir Wahyudi, 29, anggota Unit Reskrim Polres Jakarta Pusat, ditemukan tewas dengan kepala tertembus peluru di rumah kontrakan pacarnya di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (15/5) malam.
Diduga kuat korban tewas bunuh diri dengan menembak kepalanya. Hingga kemarin, Polsek Sektor Kalideres masih melakukan penyelidikan atas kasus yang terjadi di rumah kontrakan Dewi, pacar korban, yang terletak di Jalan Perum Citra II, Blok P Nomor 35, Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres.
Polisi sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Dewi. Sebelum hilang nyawa, Wahyudi dilaporkan terlibat cekcok dengan pacarnya tersebut. Kanit Reskrim Polsek Kalideres AKP Khoiri mengatakan, kejadian ini bermula saat Wahyudi berkunjung ke rumah pacarnya tersebut pada Kamis (14/5) untuk membantu acara syukuran keluarga yang baru menempati rumah kontrakan tersebut.
Karena sudah merasa dekat, Wahyudi pun bermalam di rumah berlantai dua itu. Sebelum kejadian, Wahyudi masih sempat mengajak dua adik Dewi, Davi Rider Putra dan Djodi Rider Putra, berjalanjalan menggunakan mobilnya bernomor polisi B 1884 TRE di wilayah Tangerang, Banten. Pada malam harinya, saat kedua adik Dewi bermain kartu di lantai dua rumah itu, tiba-tiba terdengar suara letusan senjata api.
Kedua adik Dewi itu kemudian menghampiri kamar asal suara letusan. Keduanya pun kaget melihat Wahyudi terkapar bersimbah darah dengan luka di pelipis kanan tembus ke kiri. Ditemukan pistol jenis revolver tergeletak di dekat korban. Keduanya lalu menelepon Polsek Kalideres guna melaporkan kejadian tersebut.
“Dari keterangan Dewi, sebelum Wahyudi mengarahkan pistol ke kepalanya, mereka lebih dulu terlibat cekcok,” ujar Khoiri kemarin. Khoiri menjelaskan, korban selama ini diduga mengalami tekananpsikologis. Dari keterangan Dewi, kata dia, diketahui pria yang tinggal di Jalan Attahiriah 2 RT 013/07 Kelurahan Pejaten, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan tersebut sering mengancam akan menembak dirinya setiap kali terlibat pertengkaran denganpacarnya.
“Dari sini kami ketahui, mereka telah berhubungan 1,5 tahun dan sering kali terlibat cekcok. Bahkan Agustus tahun lalu, dia (Wahyudi) juga sempat mengancam akan melakukan bunuh diri,” ujarnya. Wakapolres Jakarta Barat AKBP Bahtiar Ujang Purnama mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman atas motif tewasnya Brigadir Wahyudi.
Namun dia mengatakan kuat dugaan korban melakukan bunuh diri. Pihaknya juga berencana melakukan rekonstruksi untuk mengetahui titik terang peristiwa tersebut. Namun, sebelum itu, terlebih dulu dilakukan pemeriksaan saksi dan pengumpulan data. Kasus oknum polisi bunuh diri dengan menembak dirinya sudah beberapa kali terjadi. Terakhir terjadi di Serdangbedagai, Sumatera Utara.
Seorang polisi tewas menembak kepalanya setelah lebih dulu menembak seorang temannya yang juga polisi. (lihat infografis) Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M Nasser menyayangkan kejadian tewasnya oknum anggota Polri tersebut. Menurutnya, hal seperti ini tidak seharusnya terjadi.
Melihat banyaknya kejadian serupa beberapa waktu belakangan ini, Nasser menuding ada kekeliruan dalam proses rekrutmen anggota kepolisian yang perlu pembenahan. “Atas adanya anggota polisi yang bunuh diri, melakukan penyimpangan, atau bekerja tidak sesuai prosedur, menurut saya itu bukti bahwa ada yang kurang benar pada proses rekrutmen anggota kepolisian,” ujarnya kemarin.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, berdasarkan catatannya, kategori bunuh diri di kepolisian lebih tinggi dibandingkan kasus serupa pada masyarakat sipil. “Di kalangan masyarakat sipil, kasus bunuh diri adalah 4:100.000, sedangkan di kepolisian, 17:100.000. Itu artinya, jika dibandingkan antarpopulasi, bunuh diri di populasi polisi sekian kali lipat lebih tinggi daripada sipil,” ujar Reza tadi malam.
Reza menilai, hingga saat ini organisasi Polri belum menumbuhkembangkan pola kerja, relasi personel, dan resiliensi diri atau kemampuan beradaptasi anggota. Padahal tiga pola itu jika dikembangkan mampu membentuk kesehatan psikis personel. Akibat dari itu, kata dia, sering timbul masalah karena di satu sisi profesi polisi memiliki tuntutan tinggi, tetapi di lain sisi sering kali mereka mendapatkan pengakuan yang rendah baik dari lingkup internal maupun dari luar lembaganya.
Hal inilah antara lain yang kerap memicu anggota kepolisian nekat bunuh diri. “Artinya, perspektif demikian tidak lagi menempatkan bunuh diri sebagai akibat faktor individu atau personel semata, tapi juga sudah menuntut organisasi untuk mawas diri,” jelasnya.
Yan yusuf
Diduga kuat korban tewas bunuh diri dengan menembak kepalanya. Hingga kemarin, Polsek Sektor Kalideres masih melakukan penyelidikan atas kasus yang terjadi di rumah kontrakan Dewi, pacar korban, yang terletak di Jalan Perum Citra II, Blok P Nomor 35, Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres.
Polisi sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Dewi. Sebelum hilang nyawa, Wahyudi dilaporkan terlibat cekcok dengan pacarnya tersebut. Kanit Reskrim Polsek Kalideres AKP Khoiri mengatakan, kejadian ini bermula saat Wahyudi berkunjung ke rumah pacarnya tersebut pada Kamis (14/5) untuk membantu acara syukuran keluarga yang baru menempati rumah kontrakan tersebut.
Karena sudah merasa dekat, Wahyudi pun bermalam di rumah berlantai dua itu. Sebelum kejadian, Wahyudi masih sempat mengajak dua adik Dewi, Davi Rider Putra dan Djodi Rider Putra, berjalanjalan menggunakan mobilnya bernomor polisi B 1884 TRE di wilayah Tangerang, Banten. Pada malam harinya, saat kedua adik Dewi bermain kartu di lantai dua rumah itu, tiba-tiba terdengar suara letusan senjata api.
Kedua adik Dewi itu kemudian menghampiri kamar asal suara letusan. Keduanya pun kaget melihat Wahyudi terkapar bersimbah darah dengan luka di pelipis kanan tembus ke kiri. Ditemukan pistol jenis revolver tergeletak di dekat korban. Keduanya lalu menelepon Polsek Kalideres guna melaporkan kejadian tersebut.
“Dari keterangan Dewi, sebelum Wahyudi mengarahkan pistol ke kepalanya, mereka lebih dulu terlibat cekcok,” ujar Khoiri kemarin. Khoiri menjelaskan, korban selama ini diduga mengalami tekananpsikologis. Dari keterangan Dewi, kata dia, diketahui pria yang tinggal di Jalan Attahiriah 2 RT 013/07 Kelurahan Pejaten, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan tersebut sering mengancam akan menembak dirinya setiap kali terlibat pertengkaran denganpacarnya.
“Dari sini kami ketahui, mereka telah berhubungan 1,5 tahun dan sering kali terlibat cekcok. Bahkan Agustus tahun lalu, dia (Wahyudi) juga sempat mengancam akan melakukan bunuh diri,” ujarnya. Wakapolres Jakarta Barat AKBP Bahtiar Ujang Purnama mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman atas motif tewasnya Brigadir Wahyudi.
Namun dia mengatakan kuat dugaan korban melakukan bunuh diri. Pihaknya juga berencana melakukan rekonstruksi untuk mengetahui titik terang peristiwa tersebut. Namun, sebelum itu, terlebih dulu dilakukan pemeriksaan saksi dan pengumpulan data. Kasus oknum polisi bunuh diri dengan menembak dirinya sudah beberapa kali terjadi. Terakhir terjadi di Serdangbedagai, Sumatera Utara.
Seorang polisi tewas menembak kepalanya setelah lebih dulu menembak seorang temannya yang juga polisi. (lihat infografis) Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M Nasser menyayangkan kejadian tewasnya oknum anggota Polri tersebut. Menurutnya, hal seperti ini tidak seharusnya terjadi.
Melihat banyaknya kejadian serupa beberapa waktu belakangan ini, Nasser menuding ada kekeliruan dalam proses rekrutmen anggota kepolisian yang perlu pembenahan. “Atas adanya anggota polisi yang bunuh diri, melakukan penyimpangan, atau bekerja tidak sesuai prosedur, menurut saya itu bukti bahwa ada yang kurang benar pada proses rekrutmen anggota kepolisian,” ujarnya kemarin.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, berdasarkan catatannya, kategori bunuh diri di kepolisian lebih tinggi dibandingkan kasus serupa pada masyarakat sipil. “Di kalangan masyarakat sipil, kasus bunuh diri adalah 4:100.000, sedangkan di kepolisian, 17:100.000. Itu artinya, jika dibandingkan antarpopulasi, bunuh diri di populasi polisi sekian kali lipat lebih tinggi daripada sipil,” ujar Reza tadi malam.
Reza menilai, hingga saat ini organisasi Polri belum menumbuhkembangkan pola kerja, relasi personel, dan resiliensi diri atau kemampuan beradaptasi anggota. Padahal tiga pola itu jika dikembangkan mampu membentuk kesehatan psikis personel. Akibat dari itu, kata dia, sering timbul masalah karena di satu sisi profesi polisi memiliki tuntutan tinggi, tetapi di lain sisi sering kali mereka mendapatkan pengakuan yang rendah baik dari lingkup internal maupun dari luar lembaganya.
Hal inilah antara lain yang kerap memicu anggota kepolisian nekat bunuh diri. “Artinya, perspektif demikian tidak lagi menempatkan bunuh diri sebagai akibat faktor individu atau personel semata, tapi juga sudah menuntut organisasi untuk mawas diri,” jelasnya.
Yan yusuf
(bbg)