Putusan Praperadilan Harus Jadi Bahan Koreksi KPK
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diingatkan untuk lebih cermat dalam menangani kasus, khususnya dalam proses menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Penegakan hukum dinilai tidak hanya untuk melindungi kepentingan publik, tapi juga terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus yang ditangani termasuk calon tersangka.
“Semua penegak hukum, termasuk KPK dituntut untuk menjadi lebih profesional, lebih cermat, hati-hati dan bekerja secara ketat sesuai dengan prosedur,” tutur Anggota Komisi III DPR Arsul Sani kepada Sindonews, Kamis (14/5/2015).
Arsul menilai putusan pengadilan yang membatalkan penyidikan KPK harus menjadi bahan koreksi prosedur dan tata kerja lembaga tersebut. Menurut dia, bisa saja jajaran KPK tidak sepenuhnya memerhatikan aspek kecermatan, ketelitian, dan standar penegakan hukum. (Baca: KPK Keok, Praperadilan Ilham Sirajuddin Dikabulkan)
Dia menambahkan, setidaknya KPK harus benar-benar mengantungi dua alat bukti yang cukup dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Hal itu, sambut dia, terjadi karena selama ini publik menganggap apa yang dilakukan KPK benar atau tidak pernah salah.
“Ini yang menurut saya salah. Ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, dua alat bukti permulaan sudah (harus) ada, sudah nyata dan cukup sehingga kalau ditanyakan oleh lembaga peradilan, bukti itu sudah ada,” tutur Arsul.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa 12 Mei lalu mengabulkan gugatan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin terhadap KPK.
Ilhan keberatan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi kerja sama rehabililitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar.
Sebelumnya, KPK juga kalah dalam sidang praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (BG). Pengadilan menganulir penetapan status tersangka BG oleh KPK.
Penegakan hukum dinilai tidak hanya untuk melindungi kepentingan publik, tapi juga terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus yang ditangani termasuk calon tersangka.
“Semua penegak hukum, termasuk KPK dituntut untuk menjadi lebih profesional, lebih cermat, hati-hati dan bekerja secara ketat sesuai dengan prosedur,” tutur Anggota Komisi III DPR Arsul Sani kepada Sindonews, Kamis (14/5/2015).
Arsul menilai putusan pengadilan yang membatalkan penyidikan KPK harus menjadi bahan koreksi prosedur dan tata kerja lembaga tersebut. Menurut dia, bisa saja jajaran KPK tidak sepenuhnya memerhatikan aspek kecermatan, ketelitian, dan standar penegakan hukum. (Baca: KPK Keok, Praperadilan Ilham Sirajuddin Dikabulkan)
Dia menambahkan, setidaknya KPK harus benar-benar mengantungi dua alat bukti yang cukup dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Hal itu, sambut dia, terjadi karena selama ini publik menganggap apa yang dilakukan KPK benar atau tidak pernah salah.
“Ini yang menurut saya salah. Ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, dua alat bukti permulaan sudah (harus) ada, sudah nyata dan cukup sehingga kalau ditanyakan oleh lembaga peradilan, bukti itu sudah ada,” tutur Arsul.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa 12 Mei lalu mengabulkan gugatan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin terhadap KPK.
Ilhan keberatan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi kerja sama rehabililitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar.
Sebelumnya, KPK juga kalah dalam sidang praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (BG). Pengadilan menganulir penetapan status tersangka BG oleh KPK.
(dam)