ICW Desak Pemerintah Batalkan Remisi Natal untuk Koruptor
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah membatalkan remisi Hari Raya Natal 2014, yang diberikan untuk narapidana (napi) koruptor.
Peneliti Bidang Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Lalola Easter menyatakan, sebelumnya Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyampaikan, pemerintah tidak memberikan remisi Hari Raya Natal tahun ini kepada napi korupsi.
Sayang faktanya berbeda. Jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kemenkumham tetap memberikan remisi hari Natal kepada 49 napi korupsi.
"Pemberian remisi kepada koruptor sangat disesalkan karena menunjukkan pemerintah inkonsisten, bahkan dapat dianggap tidak punya komitmen untuk memberantas korupsi dan menjerakan koruptor," kata Easter melalui siaran pers yang diterima KORAN SINDO, Kamis (25/12/2014).
Dari data Kemenkumham disebutkan ada remisi terhadap 49 napi koruptor. Mereka terdiri atas 18 napi yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2006, dengan dua di antaranya bebas.
Berikutnya untuk 31 napi remisi mengacu pada PP Nomor 99/2012. Easter menilai dengan penggunaan dua PP yang berbeda ini jelas sangat disayangkan.
"Menkumham sebaiknya mencabut remisi Natal atas 49 napi korupsi, dan dalam jangka panjang juga harus mencabut surat edaran Menteri Hukum dan HAM tentang tata cara pelaksanaan PP 99/2012," ujar Easter.
Dia menilai, PP Nomor 99/2012 sebetulnya sudah tepat untuk menjerakan koruptor. Karena syarat menerima remisi dan pembebasan bersyarat (PB) diperketat.
Tapi Menkumham sebelumnya Amir Syamsuddin malah mengeluarkan surat edaran Menkumham Nomor: M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 yang membuat tumpul penerapan PP 99 tersebut.
"ICW menagih komitmen Menteri Hukum dan HAM, dan pemerintahan Jokowi untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi. Termasuk di antaranya jangan memberikan keistimewaan koruptor. Setop remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor," tandasnya.
Peneliti Bidang Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Lalola Easter menyatakan, sebelumnya Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyampaikan, pemerintah tidak memberikan remisi Hari Raya Natal tahun ini kepada napi korupsi.
Sayang faktanya berbeda. Jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kemenkumham tetap memberikan remisi hari Natal kepada 49 napi korupsi.
"Pemberian remisi kepada koruptor sangat disesalkan karena menunjukkan pemerintah inkonsisten, bahkan dapat dianggap tidak punya komitmen untuk memberantas korupsi dan menjerakan koruptor," kata Easter melalui siaran pers yang diterima KORAN SINDO, Kamis (25/12/2014).
Dari data Kemenkumham disebutkan ada remisi terhadap 49 napi koruptor. Mereka terdiri atas 18 napi yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2006, dengan dua di antaranya bebas.
Berikutnya untuk 31 napi remisi mengacu pada PP Nomor 99/2012. Easter menilai dengan penggunaan dua PP yang berbeda ini jelas sangat disayangkan.
"Menkumham sebaiknya mencabut remisi Natal atas 49 napi korupsi, dan dalam jangka panjang juga harus mencabut surat edaran Menteri Hukum dan HAM tentang tata cara pelaksanaan PP 99/2012," ujar Easter.
Dia menilai, PP Nomor 99/2012 sebetulnya sudah tepat untuk menjerakan koruptor. Karena syarat menerima remisi dan pembebasan bersyarat (PB) diperketat.
Tapi Menkumham sebelumnya Amir Syamsuddin malah mengeluarkan surat edaran Menkumham Nomor: M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 yang membuat tumpul penerapan PP 99 tersebut.
"ICW menagih komitmen Menteri Hukum dan HAM, dan pemerintahan Jokowi untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi. Termasuk di antaranya jangan memberikan keistimewaan koruptor. Setop remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor," tandasnya.
(maf)