Catatan Penting dalam Revisi UU Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Revisi Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota (pilkada) perlu menghadirkan regulasi yang tepercaya. Regulasi yang tepercaya dimaksud yang memenuhi kepentingan substantif, menjangkau segala aspek yang dibutuhkan, memiliki makna tafsir tunggal, dan konsisten, akan memberi sandaran yang kuat dalam menuntun perilaku penyelenggara pemilu.
Anggota Komisi II DPR, M Misbakhun mengatakan, revisi Undang-undang Pilkada itu diharapkan menghasilkan penyelenggara yang profesional dan berintegritas. Menurutnya, kunci untuk membangun demokrasi yang berintegritas, adalah penyelenggara pemilu yang berintegritas dan profesional.
Dia menambahkan, penyelenggara pemilu dituntut mempunyai kesadaran penuh untuk tunduk kepada prinsip hukum dan etika secara sekaligus dalam penyelenggaraan pemilihan. "Konflik-konflik yang bersumber dari regulasi dapat ditekan sedemikian rupa sehingga atas berbagai persoalan yang muncul dalam pemilu dapat diselesaikan regulasi yang ada,” ujar Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, revisi harus melaksanakan proses elektoral yang murah. Alasannya, salah satu tujuan pemilihan kepala daerah secara langsung dan serentak adalah efisiensi anggaran.
Maka itu, kata dia, harus ada komitmen dari semua pihak agar setiap tahapan dalam pemilihan didesain secara murah. Lanjutnya, revisi Undang-undang Pilkada harus memunculkan partai politik yang responsif. (Baca: DPR Optimis Revisi UU Pilkada Rampung Akhir April)
Dia menuturkan, sebagai peserta pemilihan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung mau tidak mau harus senantiasa menyesuaikan diri dengan dinamika aspirasi dan kebutuhan masyarakat. “Hanya partai politik yang mampu berperilaku adaptiflah yang akan mampu terus berperan dalam kehidupan politik,” jelasnya.
Faktor penting lainnya dalam revisi Undang-undang Pilkada yaitu, harus melahirkan kandidat yang mumpuni dan aspiratif. Dia menuturkan, dalam merekrut calon kepala/wakil kepala daerah, parpol harus benar-benar mempertimbangkan kandidat yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas, bukan semata-mata karena kemampuan finansialnya sebagaimana kecenderungan selama ini terjadi.
"Memberi kesempatan yang setara dan seluas-luasnya kepada calon kepala daerah yang berasal dari Aparatur Sipil Negara, TNI/POLRI, Pegawai BUMN, Anggota DPR, DPD dan DPRD,” tandasnya.
Anggota Komisi II DPR, M Misbakhun mengatakan, revisi Undang-undang Pilkada itu diharapkan menghasilkan penyelenggara yang profesional dan berintegritas. Menurutnya, kunci untuk membangun demokrasi yang berintegritas, adalah penyelenggara pemilu yang berintegritas dan profesional.
Dia menambahkan, penyelenggara pemilu dituntut mempunyai kesadaran penuh untuk tunduk kepada prinsip hukum dan etika secara sekaligus dalam penyelenggaraan pemilihan. "Konflik-konflik yang bersumber dari regulasi dapat ditekan sedemikian rupa sehingga atas berbagai persoalan yang muncul dalam pemilu dapat diselesaikan regulasi yang ada,” ujar Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, revisi harus melaksanakan proses elektoral yang murah. Alasannya, salah satu tujuan pemilihan kepala daerah secara langsung dan serentak adalah efisiensi anggaran.
Maka itu, kata dia, harus ada komitmen dari semua pihak agar setiap tahapan dalam pemilihan didesain secara murah. Lanjutnya, revisi Undang-undang Pilkada harus memunculkan partai politik yang responsif. (Baca: DPR Optimis Revisi UU Pilkada Rampung Akhir April)
Dia menuturkan, sebagai peserta pemilihan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung mau tidak mau harus senantiasa menyesuaikan diri dengan dinamika aspirasi dan kebutuhan masyarakat. “Hanya partai politik yang mampu berperilaku adaptiflah yang akan mampu terus berperan dalam kehidupan politik,” jelasnya.
Faktor penting lainnya dalam revisi Undang-undang Pilkada yaitu, harus melahirkan kandidat yang mumpuni dan aspiratif. Dia menuturkan, dalam merekrut calon kepala/wakil kepala daerah, parpol harus benar-benar mempertimbangkan kandidat yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas, bukan semata-mata karena kemampuan finansialnya sebagaimana kecenderungan selama ini terjadi.
"Memberi kesempatan yang setara dan seluas-luasnya kepada calon kepala daerah yang berasal dari Aparatur Sipil Negara, TNI/POLRI, Pegawai BUMN, Anggota DPR, DPD dan DPRD,” tandasnya.
(kur)