Merangkai Wajah Islam Khas Indonesia

Selasa, 15 Maret 2016 - 11:23 WIB
Merangkai Wajah Islam Khas Indonesia
Merangkai Wajah Islam Khas Indonesia
A A A
JAKARTA - Konsep Islam Nusantara yang kembali diperkenalkan oleh Nahdlatul Ulama (NU) pada dasarnya adalah sebuah pemikiran lama yang pernah disampaikan oleh para ulama terdahulu.

Berkaca pada fakta penyebaran Islam di Indonesia yang ternyata saling berkaitan satu dengan yang lain, ditambah proses akulturasi yang damai dengan budaya lokal, membuat pemahaman tentang Islam nusantara adalah sebuah kekayaan yang harus dipertahankan dan dilestarikan.

“Menyimak wajah Islam di dunia saat ini, Islam Nusantara sangat dibutuhkan karena ciri khasnya yang mengedepankan jalan tengah yang sifatnya tawasuth, tidak ekstrem dan toleran atau bisa hidup berdampingan dengan damai dengan penganut agama lain,” ujar penulis buku Masterpiece Islam Nusantara, Sanad dan Jejaring Ulama-Santri (1830-1945), Zainul Milal Bizawie saat peluncuran di Jakarta, Senin 14 Maret 2016.

Milal menjelaskan dengan bentuk Islam Nusantara semacam itu maka dirinya terpacu untuk bisa mengumpulkan memori yang tersebar di masyarakat mengenai proses penyebaran Islam di Indonesia.

Dia juga sempat menelaah jejaring yang dimiliki oleh para ulama dan santri yang turut berkontribusi dalam menjaga tradisi Islam Nusantara sampai dengan saat ini.

“Dengan belajar dari kiprah para ulama-santri, kita dapat menyerap karakter Islam nusantara sebagai Islam yang ramah, terbuka dan mampu memberikan solusi bagi permasalahan bangsa,” lanjutnya.

Sementara itu mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) Asad Said Ali menyambut baik peluncuran buku Masterpiece Islam Nusantara.

Bagi dia, buku tersebut akan menambah khasanah kekayaan intelektual umat Islam, khususnya dalam memahami penyebaran Islam di Tanah Air.

“Pada tahun 1800 Islam itu terhubung, tidak hanya indonesia tapi juga sampai Filipina Selatan. Bahkan Kiai Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) juga masuk jaringan Islam Nusantara,” ujar Asad.

Pria yang sempat menjabat di Badan Intelijen Negara (BIN) itu menambahkan konsep Islam nusantara tidak patut dikontroversikan.

Sebab pemahamannya tetap didasarkan pada akida tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad. “ini bukan ajaran di luar Islam, tapi berupaya memahami makna Islam sesungguhnya (yang damai), oleh karena itu persepsi harus diluruskan,” kata Asad.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy (Romi) mengapresiasi hasil karya ilmiah yang mengungkap tentang penyebaran Islam di nusantara.

Dengan kajian yang mendalam pembaca menurut dia diberitahukan tentang kerangka hubungan antara ulama penyebar islam yang satu dengan yang lain.

“Karya ini bagus, dalam rangka memotret, hubungan antar para ulama. Buku ini orisinil dan patut dijadikan referensi,” kata Romi.

Dia menambahkan dengan memperkenalkan kembali konsep islam yang damai maka diharapkan umat Islam di Indonesia dapat menjadi model rujukan, terutama untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di negara Islam khususnya timur tengah.

“Keprihatinan kita tentu melihat Islam timur tengah dan kebanggan kita melihat Islam di Indonesia yang harmonis. Hal ini perlu diapresiasi tinggi, sebagai sebuah potret keberhasilan jaringan ulama Islam nusantara. Buku ini betul-betul sebuah masterpiece,” tuturnya.



PILIHAN:

Tolak Menlu RI Masuk Palestina, PKS Anggap Israel Mengganggu
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4818 seconds (0.1#10.140)