Tak Ada Pelanggaran HAM di Pemblokiran Situs Online Radikal

Sabtu, 06 Juni 2015 - 16:09 WIB
Tak Ada Pelanggaran HAM di Pemblokiran Situs Online Radikal
Tak Ada Pelanggaran HAM di Pemblokiran Situs Online Radikal
A A A
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) membantah pemblokiran sejumlah situs online yang dianggap menyebarkan kebencian dan radikalisme telah melanggar hak asasi manusia (HAM). Pemblokiran itu telah sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 19 Deklarasi Universal HAM yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas".

Namun kata Direktur e-Business dari Kemenkominfo Azhar Hasyim, pasal itu tidak berdiri sendiri. Ada pasal lain yang menyeimbangi aturan kebebasan berekspresi dalam pasal lainnya.

"Blokir situs dianggap melanggar Pasal 19 Deklarasi Universal HAM, namun diimbangi (aturan pada) Pasal 29 dan amandemen ke empat UUD 1945 Pasal 28," kata Azhar dalam seminar bertajuk Permasalahan Situs Internet yang Bermuatan Radikalisme, Terorisme, dan Kebencian SARA di Jakarta, Sabtu (6/6/2015).

Selain itu, pemblokiran sudah sesuai dengan aturan yang termaktub dalam Peraturan Menteri (Permen) Kominfo Nomor 19 tahun 2014 Pasal 4, Pasal 10, dan Pasal 11.

Ditegaskan Azhar, pemblokiran terhadap sejumlah situs penyebar paham radikalisme tidak selalu berdasar penelusuran Kemenkominfo sendiri. Tapi pemblokiran itu juga permintaan dari kementerian atau lembaga tertentu.

Azhar mencontohkan beberapa kementerian yang meminta Kemenkominfo untuk menutup situs-situs yang dianggap mengganggu dan merugikan. Pada 2012, kementerian dan lembaga negara yang melaporkan situs-situs tersebut seperti Kepolisian tentang situs perjudian, penipuan dan pornografi, BPOM tentang situs penjualan obat ilegal, Bapebbti dan OJK tentang situs investasi ilegal, Ditjen HKI tentang situs yang melanggar Hak Cipta, BNP2TKI tentang situs palsu BNP2TKI, dan yang paling anyar laporan BNPT tentang situs radikalisme, terorisme dan SARA.

"Itulah yang terjadi. Bahkan sebelum pemblokiran 19 situs (online Islam) itu tahun-tahun sebelumnya sudah ramai didiskusikan. Bahkan ada yang mengatakan Kemenkominfo cari-cari kerjaan dan kembali ke Orde Baru," tutur Azhar.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8136 seconds (0.1#10.140)