Waktu Kecil Dorong Sepeda Soeharto, Siapa Sangka Sosok Ini Jadi Jenderal TNI Kepercayaan Presiden

Sabtu, 31 Desember 2022 - 08:57 WIB
loading...
Waktu Kecil Dorong Sepeda...
Mayor Jenderal (Purn) Syaukat Banjaransari, Sekretaris Militer Presiden tahun 1989-1993. FOTO/REPRO BUKU PAK HARTO THE UNTOLD STORIES
A A A
JAKARTA - Seorang anak kecil dengan sigap mendorong sepeda yang dinaiki Soeharto muda di jalan tanjakan. Tak dinyana, perbuatan baik itu kelak mengantarkan si anak kecil menjadi Jenderal TNI kepercayaan presiden.

Anak kecil itu adalah Mayor Jenderal (Purn) Syaukat Banjaransari, Sekretaris Militer Presiden tahun 1989-1993. Syaukat merupakan tetangga Soeharto ketika tinggal di Jalan Merbabu Kota Yogyakarta. Soeharto tinggal di rumah nomor 2, sedangkan rumah Syaukat nomor 5.

Syaukat masih ingat betul kenangan itu. Waktu itu, tahun 1948, ia masih berusia 12 tahun. Saat Syaukat sedang asyik mengasah grip, alat tulis di zaman itu, di tepi jalan, tak jauh dari sekolah, melintas Soeharto naik sepeda. Karena jalannya menanjak, Soeharto yang saat itu berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) TNI, meminta tolong kepada Syaukat untuk mendorongnya.

Baca juga: Kesal! Jenderal Kopassus Ini Tegur Danpaspampres karena Bergaul dengan Soeharto yang Sudah Lengser

"Ayo surung le, surung (ayo dorong nak, dorong)," kata Soeharto seperti dituturkan Syaukat dalam buku Pak Harto The Untold Stories dikutip, Sabtu (31/12/2022).

Dengan sigap Syaukat kecil langsung mendorong sepeda yang dinaiki Soeharto hingga puncak jalan.

"Kesuwun, le (terima kasih, nak)," ucap Soeharto sambil meluncur di turunan jalan.

Tak hanya sekali Syaukat mendorong sepeda Soeharto. Setiap ada kesempatan, ia dengan riang membantu tentara muda itu sampai ke ujung tanjakan.

Tahun demi tahun berlalu, nyatanya Syaukat Banjaransari mengikuti jejak Soeharto menjadi tentara. Setelah lulus dari SMAN 3 Padmanaba, Yogyakarta pada 1957, ia melanjutkan pendidikan di Akademi Militer Nasional (AMN) yang waktu itu baru dibuka di Magelang.

Baca juga: Cara Halus Soeharto Tolak 3 Letjen Jadi Panglima TNI, Malah Pilih Jenderal Bintang 2

Syaukat pun meniti karier militer hingga masuk dalam lingkaran terdekat Presiden Soeharto. Ia ditunjuk menjadi Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) pada 1989 dan mengemban jabatan tersebut sampai 1993.

"Oh, itu kamu to," kata Soeharto kepada Syaukat yang menceritakan kembali peristiwa mendorong sepeda di tanjakan di masa silam.

"Iya, Pak. Sampai sekarang saya juga masih nyurung-nyurung (mendorong-dorong) Bapak," timpal Syaukat sambil bercanda.

"Ah, kamu bisa saja, Syaukat," kata Pak Harto tersenyum.

Sebelum menjabat Sesmilpres, Syaukat Banjaransari pernah mengemban tugas sebagai Atase Pertahanan RI di India dan Sri Lanka. Saat Presiden Soeharto melakukan kunjungan kenegaraan ke Sri Lanka dan India, Syaukat bersama staf kedutaan yang menyiapkan segala keperluan orang nomor satu di Republik Indonesia (RI) itu.

Sesmilpres Marsekal Udara Kardono terkesan dengan kinerja Syaukat dalam memperiapkan kedatangan Presiden Soeharto dan rombongan. Karena itu, ketika ada peralihan tugas, Kardono meminta kepada Asintel Hankam Benny Moerdani untuk memilih Syaukat sebagai Kepala Biro Keamanan Presiden.

"Tahun 1981 saya yang waktu itu berpangkat Kolonel Infanteri dipanggil pulang untuk jabatan itu. Lima tahun kemudian saya berpangkat Mayor Jenderal TNI dan menjadi Sekretaris Militer Presiden," kata Syaukat.

Jenderal TNI kelahiran Yogyakarta, 1936 itu masih ingat pesan Presiden Soeharto di awal menjabat sebagai Sesmilpres. Menurut Pak Harto, Sesmilpres bertugas menjadi penghubung antara Presiden dan pimpinan ABRI. Sesmilpres harus bisa membuat pekerjaan presiden di bidang hankam lebih mudah.

"Kamu bekerjalah dengan sederhana. Yang bisa disederhanakan jadikan sederhana jangan dibikin rumit, jangan dibikin mewah," kata Pak Harto kepada Syaukat.

Salah satu tugas Sesmilpres adalah melakukan survei lapangan yang akan dihadiri Presiden Soeharto. Waktu itu, Syaukat hendak berangkat ke Duri, Riau untuk mengecek persiapan acara peresmian injeksi bumi di lapangan minyak Duri. Tiba-tiba Soeharto menggil Syaukat di Bina Graha. Presiden meminta kepada Syaukat untuk menanyakan kepada panitia di Riau besaran biaya yang dikeluarkan untuk menghadirkan dirinya.

"Saya dengar, untuk mendatangkan saya kok menghabiskan biaya mahal sekali sampai bermiliar-miliar," kata Soeharto.

Syaukat lalu terbang ke Riau dan menemui gubernur. Sesuai perintah Pak Harto, ia pun menanyakan biaya yang dikeluarkan untuk menghadirkan presiden. Syaukat menyatakan tidak akan kembali ke Jakarta sebelum mengetahui besaran biaya yang dianggarkan.

Setelah diberikan rinciannya, Syaukat menganggap biayanya terlalu mahal. Ia pun berusaha meyakinkan gubernur dan panitia untuk menekan biaya yang dikeluarkan. Akhirnya, panitia menghilangkan anggaran untuk membongkar sumur-sumur angguk untuk dibangun helipad, sehingga anggaran berkurang hingga setengahnya. Dari semula Rp3 miliar menjadi Rp1,5 miliar.

Rincian biaya itu kemudian Syaukat laporkan kepada Soeharto. Meski tetap hadir dalam peresmian tersebut, tapi Pak Harto menulis disposisi untuk Syaukat. "Lain kali tidak lagi," tulis Soeharto.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1033 seconds (0.1#10.140)