BMKG Ungkap 4 Pemicu Potensi Cuaca Ekstrem saat Nataru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) memprediksi adanya potensi cuaca ekstrem yang bertepatan dengan libur mudik Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru) sampai dengan arus balik nanti. Dari hasil pantauan, terdapat empat fenomena yang menjadi pemicu cuaca ekstrem ini.
“Jadi biasanya satu persatu ya, tapi ini ada empat fenomena yang terjadi secara bersamaan. Mengakibatkan kondisi dinamika atmosfer ini memicu peningkatan curah hujan hingga lebat bahkan dikhawatirkan dapat mencapai ekstrem,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers BMKG secara daring, Selasa (20/12/2022) malam.
Dwikorita menguraikan, fenomena tersebut yakni pertama peningkatan aktivitas Monsun Asia yang memicu pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan.
Kedua, intensifikasi atau semakin intensifnya fenomena seruak dingin Asia yang dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan “Serta meningkatkan pembentukan awan-awan hujan menjadi lebih intensif di sekitar Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara,” sambungnya.
Ketiga, adanya indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah perairan selatan Indonesia yang dapat memicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang cukup masif dan berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi. Sehingga dikhawatirkan dapat mencapai ekstrem dan juga terjadinya peningkatan kecepatan angin permukaan serta peningkatan tinggi gelombang di sekitarnya.
Keempat, kata Dwikorita, terpantaunya aktivitas gelombang atmosfer, yang mana ada beberapa aktivitas gelombang atmosfer yaitu fenomena Median Julian Oscillation yang kurang lebih merupakan fenomena pergerakan arak-arakan awan hujan dari arah Samudera Hindia di sebelah timur Afrika, melintasi Samudera Hindia menuju Samudera Pasifik tetapi melewati kepulauan Indonesia.
“Dan kebetulan pada periode Nataru, pergerakan awan-awan itu pas melintasi kepulauan Indonesia yang bersamaan dengan aktivitas Monsun Asia yang semakin meningkat, bersamaan dengan adanya seruak udara dingin dari dataran tinggi Tibet di Asia, dan bersamaan dengan terjadinya pembentukan potensi tekanan rendah yang dapat berkembang menjadi Bibit Siklon atau bahkan kemungkinan dapat berkembang menjadi Siklon,” terang Dwikorita.
Oleh karena itu, dia menyimpulkan, bersamaannya empat aktivitas tersebut maka dikhawatirkan atau berpotensi mengakibatkan cuaca ekstrem di berbagai wilayah Indonesia terutama di wilayah bagian selatan Indonesia sampai juga bagian tengah dan timur.
“Jadi biasanya satu persatu ya, tapi ini ada empat fenomena yang terjadi secara bersamaan. Mengakibatkan kondisi dinamika atmosfer ini memicu peningkatan curah hujan hingga lebat bahkan dikhawatirkan dapat mencapai ekstrem,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers BMKG secara daring, Selasa (20/12/2022) malam.
Dwikorita menguraikan, fenomena tersebut yakni pertama peningkatan aktivitas Monsun Asia yang memicu pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan.
Kedua, intensifikasi atau semakin intensifnya fenomena seruak dingin Asia yang dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan “Serta meningkatkan pembentukan awan-awan hujan menjadi lebih intensif di sekitar Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara,” sambungnya.
Ketiga, adanya indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah perairan selatan Indonesia yang dapat memicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang cukup masif dan berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi. Sehingga dikhawatirkan dapat mencapai ekstrem dan juga terjadinya peningkatan kecepatan angin permukaan serta peningkatan tinggi gelombang di sekitarnya.
Keempat, kata Dwikorita, terpantaunya aktivitas gelombang atmosfer, yang mana ada beberapa aktivitas gelombang atmosfer yaitu fenomena Median Julian Oscillation yang kurang lebih merupakan fenomena pergerakan arak-arakan awan hujan dari arah Samudera Hindia di sebelah timur Afrika, melintasi Samudera Hindia menuju Samudera Pasifik tetapi melewati kepulauan Indonesia.
“Dan kebetulan pada periode Nataru, pergerakan awan-awan itu pas melintasi kepulauan Indonesia yang bersamaan dengan aktivitas Monsun Asia yang semakin meningkat, bersamaan dengan adanya seruak udara dingin dari dataran tinggi Tibet di Asia, dan bersamaan dengan terjadinya pembentukan potensi tekanan rendah yang dapat berkembang menjadi Bibit Siklon atau bahkan kemungkinan dapat berkembang menjadi Siklon,” terang Dwikorita.
Oleh karena itu, dia menyimpulkan, bersamaannya empat aktivitas tersebut maka dikhawatirkan atau berpotensi mengakibatkan cuaca ekstrem di berbagai wilayah Indonesia terutama di wilayah bagian selatan Indonesia sampai juga bagian tengah dan timur.
(cip)