Upaya Dewan Pers Lindungi Jurnalis dari Kriminalisasi KUHP Baru

Jum'at, 09 Desember 2022 - 21:03 WIB
loading...
Upaya Dewan Pers Lindungi...
Anggota Dewan Pers Ninik Rahayu dalam Webinar Mingguan Partai Perindo dengan tema KUHP Baru, Apa Dampak Positifnya Bagi Masyarakat, Jumat (9/12/2022). Foto/Tangkapan layar
A A A
JAKARTA - Anggota Dewan Pers Ninik Rahayu mengungkapkan pihaknya telah mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada November 2022 agar diberikan ruang untuk berdialog membahas soal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ). Sebab, Dewan Pers menilai masih ada beberapa pasal krusial yang berpotensi memberangus pekerja jurnalistik.

"Akhir November lalu sebetulnya Dewan Pers bersurat kepada Presiden untuk meminta supaya ada ruang dialog untuk membahas pasal krusial," kata Ninik dalam Webinar Mingguan Partai Perindo dengan tema 'KUHP Baru, Apa Dampak Positifnya Bagi Masyarakat', Jumat (9/12/2022).

"Ruang dialog itu seperti apa? Sebagaimana proses, tahapan yang dilakukan Dewan Pers, Dewan Pers juga menyampaikan kepada Komisi III, melalui RJP kepada pemerintah," sambungnya.





Namun, kata Ninik, hingga saat ini atau setelah KUHP disahkan DPR pada 6 Desember 2022 belum ada balasan atas surat yang dikirim Dewan Pers. "Tapi sampai hari ini belum ada direct feedback bukan berarti berkirim surat, tetapi kita mendialogkan dengan mensimulasi kasus-kasus yang selama ini banyak menjegat kawan jurnalis dengan KUHP yang lama, dengan UU ITE yang ada," katanya.

"Dan kita mencoba bergerak untuk mengurangi dan mencegah dengan membuat MoU dan sebagainya agar ada kesamaan pemahaman, itu yang belum terjadi, dan ini sudah disetujui DPR," sambungnya.

Ninik mengatakan, pihaknya masih punya kesempatan berdialog untuk membahas beberapa pasal krusial tersebut. Untuk diketahui, KUHP baru itu akan berlaku efektif pada tiga tahun yang akan datang setelah disahkan, atau pada 6 Desember 2025.

"Oleh karena itu langkah berikutnya yang kita berharap bisa dilakukan adalah kita masih punya waktu karena memang ini tiga tahun, mari kita sama-sama memperhatikan beberapa pasal yang sangat krusial," ucapnya.

Adapun pasal yang dinilai akan mempengaruhi kebebasan pers adalah Pasal 263 ayat 1 dan 2 tentang Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.

Berikut bunyi pasal tersebut:

(1) Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

(2) Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Menurut Ninik, pasal itu jauh dari upaya mewujudkan demokratisasi melalui kemerdekaan pers. Karena, kata Ninik, dengan adanya pasal tersebut, maka jurnalis akan mudah dikriminalisasi.

"Kalau kita perhatikan di Pasal 263 itu jauh dari upaya kita mewujudkan demokratisasi melalui kemerdekaan pers, karena begitu mudahnya akan ada potensi kriminalisasi pada kawan-kawan yang bekerja sebagai jurnalis," katanya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1189 seconds (0.1#10.140)