Wakil Ketua MPR Ajak Semua Elemen Berkolaborasi dalam Penanganan Penyakit Langka

Rabu, 07 Desember 2022 - 20:00 WIB
loading...
Wakil Ketua MPR Ajak Semua Elemen Berkolaborasi dalam Penanganan Penyakit Langka
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dalam penanganan penyakit langka. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengajak semua pihak untuk membangun kewaspadaan menghadapi munculnya penyakit langka lewat sejumlah upaya antisipatif. Sebab melindungi warga negara merupakan amanah konstitusi.

"Meski langka dan terbilang sedikit jumlah kasusnya, negara harus hadir untuk memberi perlindungan dan bagaimana mengantisipasi munculnya kasus-kasus penyakit langka di Tanah Air," kata saat membuka diskusi daring bertema Tata Kelola Penyakit Langka untuk Pembangunan Inklusif dan Berkelanjutan di Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (7/12/2022).

Menurut Lestari, merupakan tugas negara dan semua elemen masyarakat untuk membangun kewaspadaan dalam mengantisipasi munculnya kasus-kasus penyakit langka. Karena, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sesuai konstitusi UUD 1945 negara memiliki tugas dan tanggung jawab melindungi seluruh warga negara, termasuk dari ancaman penyakit langka.



Meski kasusnya jarang ditemukan, Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mengungkapkan, tata kelola penanggulangan penyakit langka patut diciptakan sehingga penanganan dapat segera dilakukan. Diakui Rerie, per 2018 tercatat 120 pasien yang terdiagnosis penyakit langka di Indonesia.

”Sementara untuk kasus khusus seperti penyakit kulit langka atau epidermolysis bullosa, berdasarkan data Yayasan Debra Indonesia (yayasan yang menangani epidermolysis bullosa), per Oktober 2021 tercatat 66 pasien di Indonesia,” katanya.



Karena langka, Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu berpendapat masyarakat bahkan petugas kesehatan di daerah seringkali tidak memahami, sehingga kemungkinan besar menghadapi kendala dalam menangani penyakit tersebut.

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi mendorong agar negara hadir dalam penanganan penyakit langka, sesuai amanah dari UUD 1945. Apalagi, jelas Nurhadi, 75% penyakit langka diderita oleh anak-anak. Sehingga, seringkali penderita penyakit langka dan keluarganya mengalami tekanan secara mental karena diabaikan masyarakat. Nurhadi meminta agar elemen masyarakat juga ikut mengingatkan pemerintah akan pentingnya penanganan penyakit langka tersebut.

”Hingga saat ini, penanganan penyakit langka masih menghadapi sejumlah kendala seperti antara lain dalam hal biaya, karena mahalnya ongkos pengobatan,” katanya.

Ironisnya, saat ini BPJS Kesehatan belum bisa menanggung biaya pengobatan penyakit langka ini. Nurhadi mendorong agar pemerintah bisa membiayai penelitian dan terapi dalam rangka hadir dalam upaya penanggulangan penyakit langka di Tanah Air.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi mengungkapkan hingga saat ini tercatat 7.000 jenis penyakit langka yang sudah terdeteksi dan memengaruhi sekitar 350 juta penduduk dunia. Menurut Imran, penyakit langka ini menimbulkan masalah kesehatan yang dialami 8%-10% populasi di Indonesia atau sekitar 27 juta jiwa. Sangat disayangkan, obat yang tersedia hanya mampu mengobati 5% dari 7.000 penyakit langka yang sudah terdeteksi saat ini.

“Pengobatan penyakit langka juga mahal, karena biasanya penyakit langka baru terdeteksi lewat pemeriksaan yang intensif. Butuh kolaborasi semua pihak dalam penanggulangan penyakit langka di tanah air. Media massa bisa membantu lewat sosialisasi berbagai upaya pencegahan dan ciri penyakit langka. Masyarakat dan akademisi juga bisa membantu lewat penelitian dan dukungan pembiayaan penelitian terkait penyakit langka ini,” katanya.

Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM Sunartini Hapsara berpendapat, meski kategorinya penyakit langka tetapi mengancam jiwa, mengganggu kualitas hidup hingga timbulkan disabilitas, terhadap masayarakat. Karena itu penanganan dan pencegahan penyakit langka sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup.

”Dalam tata kelola penanganan penyakit langka penting dilakukan tahapan diagnosa. Tanpa diagnosa yang tepat tidak mungkin penatalaksanaan penyakit langka bisa baik,” katanya.

Sehingga, skrining penting dilakukan pada fase neonatal, bayi dan anak, balita, usia sekolah hingga remaja untuk memberikan tindakan yang tepat sejak dini terhadap gejala yang terdeteksi dari hasil skrining. ”Dalam pelaksanaan pengobatan dan penanganan penderita penyakit langka, tidak boleh ada diskriminasi untuk mewujudkan proses pembangunan yang lebih inklusif,” katanya.

Pendiri Yayasan ALS Indonesia Premana Wardayanti Premadi mengungkapkan penyakit Amyotrophics Lateral Sclerosis (ALS) disebabkan sel saraf motorik terdegenerasi dan mati sehingga otot tidak bisa digerakkan, melemah dan akhirnya mengecil. Penderita penyakit ini secara bertahap kehilangan kemampuan bergerak, bernafas, bicara dan makan serta minum secara normal.

"Kemampuan berpikir tidak terganggu, tetapi mobilitas penderita ALS sangat terbatas dengan peluang hidup yang diperkirakan berkisar 2-5 tahun," ujar Premana.

Sehingga, perlu berbagai alat bantu dan pengobatan penyakit langka ini untuk menjaga agar kualitas hidup penderita dapat terus terjaga. "Perlu kepedulian semua pihak secara sistematis dengan berbagai cara, untuk membantu para penderita ALS menjalani pengobatan dan keseharian mereka," ujarnya.

Penyandang penyakit langka yang tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Muhammad Murdani mengungkapkan dirinya mengalami penurunan fungsi otot. Dalam kesehariannya, Murdani menghadapi sejumlah kendala, seperti masih minimnya fasilitas bagi penyandang disabilitas akibat penyakit langka di kotanya.

”Tidak tersedianya pekerjaan bagi dirinya menyebabkan penderita seperti dirinya tidak mampu membayar iuran BPJS, yang seharusnya bisa memberikan jaminan kesehatan,” katanya.

Ibu dari tiga anak dengan penyakit langka, Dyah Soekasto mengaku mendapat angin segar setelah mengikuti diskusi di Forum Diskusi Denpasar 12 terkait tata kelola penyakit langka ini. Ketiga anaknya, ujar Dyah, hingga saat ini memakai kursi roda dalam kesehariannya. Dia berpendapat negara harus hadir dalam penanganan dan pelayanan terhadap orang dengan penyakit langka. Anak-anaknya, terkendala saat ingin beribadah dan saat melakukan test melamar pekerjaan.

Kendala lain juga dihadapi saat anaknya sakit, karena masih banyak petugas kesehatan yang belum memahami jenis penyakit yang diderita anaknya. Sehingga sempat terkendala dalam proses pengobatan. ”Saya sangat berharap kepedulian semua pihak, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah bisa memberi solusi terhadap sejumlah kendala yang dihadapinya,” tuturnya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1639 seconds (0.1#10.140)