Unik! 3 Jenderal Lulusan Terbaik 1981 Kompak Jabat KSAD, KSAL, dan KSAU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejarah unik terjadi pada 2013. Secara bersamaan, lulusan terbaik Akademi Militer ( Akmil ), Akademi Angkatan Laut ( AAL ), dan Akademi Angkatan Udara ( AAU ) 1981 menjadi pemegang tongkat komando tertinggi masing-masing matra TNI.
Ketiga sosok tersebut, yakni Jenderal TNI Moeldoko yang menjabat Kepala Staf Angkatan Darat ( KSAD ), Laksamana TNI Marsetio sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), dan Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menjabat Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). Ketiganya merupakan peraih Adhi Makayasa atau lulusan terbaik dari almamaternya.
Di antara ketiga nama ini, Moeldoko yang paling akhir ‘bergabung’ di jajaran pemegang tongkat komando tertinggi matra TNI. Marsetio dan Ida Bagus Putu Dunia lebih dulu ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai KSAL dan KSAU pada Desember 2012. Ketika ini, yang menjabat KSAD yaitu Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo.
Pada Mei 2013, Pramono memasuki masa pensiun. Praktis, bursa calon KSAD pun mengemuka. Sejumlah nama pemilik tiga bintang emas di pundak (Letjen) disebut-sebut berpeluang kuat. Mereka antara lain Wakil KSAD Letjen TNI Moeldoko, Pangkostrad Letjen TNI Munir, serta Dankodiklatad Letjen TNI Gatot Nurmantyo. Pilihan akhirnya dijatuhkan ke Moeldoko.
“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Moeldoko sebagai Kepala Staf Angkatan Darat menggantikan Jenderal Pramono Edhie Wibowo,” bunyi keterangan pers resmi dari kantor presiden, Senin (20/5/2013) dikutip dari arsip Koran SINDO, Kamis (1/12/2022).
Pengangkatan Moeldoko inilah yang menuliskan cerita unik tersendiri dalam sejarah militer Indonesia. Untuk kali pertama KSAD, KSAL, dan KSAU merupakan peraih lencana Adhi Makayasa (lulusan terbaik) dari satu angkatan yakni 1981. Hingga kini, sejarah itu belum terulang.
Tiga kepala staf angkatan dari satu generasi sebenarnya terjadi lagi di era Presiden Joko Widodo. Saat ini KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo sama-sama lulusan 1988.
Kendati demikian ada sedikit perbedaan. Selain karena tiga orang ini bukan peraih gelar Adhi Makayasa, Dudung dan Fadjar merupakan abituren (lulusan) 1988 B, sementara Yudo 1988 A. Apa bedanya?
Untuk diketahui, akademi militer (baik Akmil, AAL, maupun AAU) mengubah pola pendidikan pada 1988. Perubahan tersebut menyangkut lamanya pendidikan militer. Jika sebelumnya empat tahun, diubah menjadi tiga tahun.
Karena itu pada 1988 terdapat dua gelombang lulusan. Pertama, Taruna yang masuk pendidikan (werving) pada 1984 dan menjalani pendidikan empat tahun. Dikenal dengan istilah 1988/W 84. Adapun Taruna yang werving 1985 dan mengikuti pendidikan 3 tahun dikenal dengan 1988/W 85.
Generasi Adhi Makayasa
Adhi Makayasa--ari Bahasa Sansekerta--merupakan penghargaan yang diberikan kepada lulusan terbaik dari setiap matra TNI dan kepolisian. Menurut laman situs resmi Akademi Militer, penerima penghargaan ini yaitu mereka yang secara seimbang mampu menunjukkan prestasi terbaik di tiga aspek yaitu akademis, jasmani, dan kepribadian (mental) selama menempuh pendidikan dari tingkat awal hingga akhir.
Selain Adhi Makayasa, terdapat juga penghargaan Tri Sakti Wiratama. Sebenarnya hampir sama, namun Tri Sakti Wiratama diberikan mengacu prestasi di tingkat akhir pendidikan Akmil. Umumnya, peraih Bintang Adhi Makayasa juga mendapatkan Tri Sakti Wiratama. Tetapi ada kalanya diraih sosok berbeda.
Sebagai contoh lulusan Akmil 1991. Peraih Adhi Makayasa yakni Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso (Sesmenko Polhukam), sementara Tri Sakti Wiratama yakni Brigjen TNI Eko Susetyo (Kapok Sahli Pusterad). Adapun lulusan yang meraih Adhi Makayasa sekaligus Tri Sakti Wiratama antara lain, Moeldoko.
Berdasarkan catatan akademis selama menempuh pendidikan militer, baik Moeldoko, Marsetio, dan Ida Bagus Putu Dunia merupakan generasi Adhi Makayasa. Jika mengacu rekam jejak militer, Moeldoko tentu paling cemerlang. Sebab, dia mencapai puncak karier sebagai Panglima TNI.
Untuk diketahui, Moeldoko hanya tiga bulan memegang jabatan KSAD. SBY memercayainya sebagai Panglima TNI menggantikan Laksamana TNI Agus Suhartono. Moeldoko menjabat sebagai orang nomor satu di militer dalam kurun 2013-2015. Setelah pensiun, jenderal asal Kediri ini dipercaya Presiden Jokowi menjadi Kepala Staf Presiden hingga kini.
Sementara itu Marsetio dikenal sebagai jenderal intelektual. Sebagian besar kariernya semasa perwira pertama dan menengah berada di kapal-kapal perang RI. Sinarnya terus mencorong.
“Setelah tak bertugas di kapal, berbagai jabatan strategis diembannya, mulai Asisten Operasi Panglima Koarmatim hingga Panglima Koarmabar,” kata Kresno Buntoro dalam buku “Lintas Navigasi di Nusantara Indonesia,” (halaman 455). Dia lantas dipromosikan sebagai Wakil KSAL (2010-2012) dan akhirnya dipercaya Presiden SBY sebagai KSAL (2012-2014).
Di Matra Udara, Marsekal Ida Bagus Putu Dunia juga menuliskan tinta emas. Lulus dari pendidikan di Jogjakarta dengan predikat terbaik, penebang tempur A-4 Skyhawk ini pernah mengemban berbagai jabatan, antara lain Komandan Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin hingga Komandan Lanud Hasanuddin pada 2008.
Perwira Tinggi kelahiran Tabanan, Bali itu lantas dipromosikan sebagai Panglima Kosekhanudnas IV Biak (2010), sampai pada Gubernur AAU pada 2011. Kariernya terus melesat sebagai Komandan Sesko TNI pada 2012 dan akhirnya dipilih Presiden sebagai KSAU. Ida Bagus Putu Dunia saat itu menggantikan seniornya, Marsekal TNI Imam Sufaat yang merupakan lulusan AAU 1978.
Ketiga sosok tersebut, yakni Jenderal TNI Moeldoko yang menjabat Kepala Staf Angkatan Darat ( KSAD ), Laksamana TNI Marsetio sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), dan Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menjabat Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). Ketiganya merupakan peraih Adhi Makayasa atau lulusan terbaik dari almamaternya.
Di antara ketiga nama ini, Moeldoko yang paling akhir ‘bergabung’ di jajaran pemegang tongkat komando tertinggi matra TNI. Marsetio dan Ida Bagus Putu Dunia lebih dulu ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai KSAL dan KSAU pada Desember 2012. Ketika ini, yang menjabat KSAD yaitu Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo.
Pada Mei 2013, Pramono memasuki masa pensiun. Praktis, bursa calon KSAD pun mengemuka. Sejumlah nama pemilik tiga bintang emas di pundak (Letjen) disebut-sebut berpeluang kuat. Mereka antara lain Wakil KSAD Letjen TNI Moeldoko, Pangkostrad Letjen TNI Munir, serta Dankodiklatad Letjen TNI Gatot Nurmantyo. Pilihan akhirnya dijatuhkan ke Moeldoko.
“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Moeldoko sebagai Kepala Staf Angkatan Darat menggantikan Jenderal Pramono Edhie Wibowo,” bunyi keterangan pers resmi dari kantor presiden, Senin (20/5/2013) dikutip dari arsip Koran SINDO, Kamis (1/12/2022).
Pengangkatan Moeldoko inilah yang menuliskan cerita unik tersendiri dalam sejarah militer Indonesia. Untuk kali pertama KSAD, KSAL, dan KSAU merupakan peraih lencana Adhi Makayasa (lulusan terbaik) dari satu angkatan yakni 1981. Hingga kini, sejarah itu belum terulang.
Tiga kepala staf angkatan dari satu generasi sebenarnya terjadi lagi di era Presiden Joko Widodo. Saat ini KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana TNI Yudo Margono dan KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo sama-sama lulusan 1988.
Kendati demikian ada sedikit perbedaan. Selain karena tiga orang ini bukan peraih gelar Adhi Makayasa, Dudung dan Fadjar merupakan abituren (lulusan) 1988 B, sementara Yudo 1988 A. Apa bedanya?
Untuk diketahui, akademi militer (baik Akmil, AAL, maupun AAU) mengubah pola pendidikan pada 1988. Perubahan tersebut menyangkut lamanya pendidikan militer. Jika sebelumnya empat tahun, diubah menjadi tiga tahun.
Karena itu pada 1988 terdapat dua gelombang lulusan. Pertama, Taruna yang masuk pendidikan (werving) pada 1984 dan menjalani pendidikan empat tahun. Dikenal dengan istilah 1988/W 84. Adapun Taruna yang werving 1985 dan mengikuti pendidikan 3 tahun dikenal dengan 1988/W 85.
Generasi Adhi Makayasa
Adhi Makayasa--ari Bahasa Sansekerta--merupakan penghargaan yang diberikan kepada lulusan terbaik dari setiap matra TNI dan kepolisian. Menurut laman situs resmi Akademi Militer, penerima penghargaan ini yaitu mereka yang secara seimbang mampu menunjukkan prestasi terbaik di tiga aspek yaitu akademis, jasmani, dan kepribadian (mental) selama menempuh pendidikan dari tingkat awal hingga akhir.
Selain Adhi Makayasa, terdapat juga penghargaan Tri Sakti Wiratama. Sebenarnya hampir sama, namun Tri Sakti Wiratama diberikan mengacu prestasi di tingkat akhir pendidikan Akmil. Umumnya, peraih Bintang Adhi Makayasa juga mendapatkan Tri Sakti Wiratama. Tetapi ada kalanya diraih sosok berbeda.
Sebagai contoh lulusan Akmil 1991. Peraih Adhi Makayasa yakni Letjen TNI Teguh Pudjo Rumekso (Sesmenko Polhukam), sementara Tri Sakti Wiratama yakni Brigjen TNI Eko Susetyo (Kapok Sahli Pusterad). Adapun lulusan yang meraih Adhi Makayasa sekaligus Tri Sakti Wiratama antara lain, Moeldoko.
Berdasarkan catatan akademis selama menempuh pendidikan militer, baik Moeldoko, Marsetio, dan Ida Bagus Putu Dunia merupakan generasi Adhi Makayasa. Jika mengacu rekam jejak militer, Moeldoko tentu paling cemerlang. Sebab, dia mencapai puncak karier sebagai Panglima TNI.
Untuk diketahui, Moeldoko hanya tiga bulan memegang jabatan KSAD. SBY memercayainya sebagai Panglima TNI menggantikan Laksamana TNI Agus Suhartono. Moeldoko menjabat sebagai orang nomor satu di militer dalam kurun 2013-2015. Setelah pensiun, jenderal asal Kediri ini dipercaya Presiden Jokowi menjadi Kepala Staf Presiden hingga kini.
Sementara itu Marsetio dikenal sebagai jenderal intelektual. Sebagian besar kariernya semasa perwira pertama dan menengah berada di kapal-kapal perang RI. Sinarnya terus mencorong.
“Setelah tak bertugas di kapal, berbagai jabatan strategis diembannya, mulai Asisten Operasi Panglima Koarmatim hingga Panglima Koarmabar,” kata Kresno Buntoro dalam buku “Lintas Navigasi di Nusantara Indonesia,” (halaman 455). Dia lantas dipromosikan sebagai Wakil KSAL (2010-2012) dan akhirnya dipercaya Presiden SBY sebagai KSAL (2012-2014).
Di Matra Udara, Marsekal Ida Bagus Putu Dunia juga menuliskan tinta emas. Lulus dari pendidikan di Jogjakarta dengan predikat terbaik, penebang tempur A-4 Skyhawk ini pernah mengemban berbagai jabatan, antara lain Komandan Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin hingga Komandan Lanud Hasanuddin pada 2008.
Perwira Tinggi kelahiran Tabanan, Bali itu lantas dipromosikan sebagai Panglima Kosekhanudnas IV Biak (2010), sampai pada Gubernur AAU pada 2011. Kariernya terus melesat sebagai Komandan Sesko TNI pada 2012 dan akhirnya dipilih Presiden sebagai KSAU. Ida Bagus Putu Dunia saat itu menggantikan seniornya, Marsekal TNI Imam Sufaat yang merupakan lulusan AAU 1978.
(thm)