Pesan Khusus LB Moerdani kepada Sintong Panjaitan saat Ditugaskan Operasi di Dili
loading...
A
A
A
JAKARTA - Insiden 12 November 1991 di Dili, Timor Timur, saat ini telah menjadi negara Timor Leste, tidak terlepas dari peristiwa pada tanggal 12 Oktober 1989. Sekitar 20 pemuda menggelar poster antiintegrasi, seusai Paus Paulus II melakukan misa di Tasi Tolu, Dili.
Pada tanggal 4 November 1989, sekitar 50-an pemuda melakukan pelemparan batu terhadap dua orang petugas di Lapangan Lesidere, Dili.
Hingga puncaknya terjadi perkelahian antara sekelompok pemuda antiintegrasi yang telah berada di dalam kompleks Gereja Motael, dengan sekelompok pemuda prointegrasi yang sebagian besar datang dari luar kompleks.
Perkelahian itu kemudian menewaskan Sebastiao Gomes dari pihak antiintegrasi dan Afonso Gomes dari kelompok prointegrasi. Peristiwa ini kemudian memunculkan konsentrasi massa di Gereja Motael.
Padahal sebelum terjadinya Peristiwa 12 November 1991 di Dili, Sintong akan mendapat tugas baru sebagai Asisten 2/Operasi Panglima ABRI untuk memberikan pengalaman sebagai pejabat teras Mabes ABRI.
Tugas baru baginya telah banyak diketahui oleh teman-temannya. Tetapi ada pula yang setelah mendengar tugas baru Sintong, langsung "sakit gigi".
Sebelum itu pula, Jenderal TNI LB Moerdani memberi pesan khusus kepada Sintong. "Tong, masa depan karier militermu bagus. Kamu jangan sampai tersandung masalah perempuan, masalah uang, maupun masalah politik," ucap LB Moerdani.
Merespons peristiwa 12 November, Sintong merasa bahwa dalam insiden itu terdapat unsur sabotase. Ia menduga ada orang yang melakukan sabotase, karena penembakan itu tidak seujung rambut pun sesuai dengan kebiasaan dan tradisi ABRI.
"Hal itu bertentangan dengan kebiasaan kita dan melawan kebiasaan kita. Alangkah bodohnya saya, kalau saya sampai memerintahkan petugas keamanan melakukan penembakan!" kata Sintong.
Kemudian, sebagai tindak lanjut terjadinya peristiwa 12 November 1991 di Dili, Pemerintah membentuk Komisi Penyidik Nasional (KPN) berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1991, untuk melakukan penyelidikan secara bebas, cermat, adil, dan tuntas.
Langkah itu untuk memperoleh data dan fakta yang objektif tentang Kerusuhan Dili 1991. KPN diketuai oleh Hakim Agung Mayjen TNI M Djaelani SH merangkap anggota.
Sedangkan enam anggota lainnya adalah Ben Mang Reng Say (Wakil ketua DPA), Clementino dos reis Amaral (Anggota DPR), Harisoegiman (Dirjen Sospol Depdagri), Hadi A Wayarabi Albadar (Direktur Organisasi Internasional Deplu), Anton Sujata (Inspektur Umum Departemen Kehakiman), dan Laksamana Muda TNI Sumitro (Inspektur Jenderal ABRI).
Lihat Juga: Daftar 15 Pangdam se-Indonesia Akhir Tahun 2024, 4 di Antaranya Baru Menjabat Awal Desember
Pada tanggal 4 November 1989, sekitar 50-an pemuda melakukan pelemparan batu terhadap dua orang petugas di Lapangan Lesidere, Dili.
Hingga puncaknya terjadi perkelahian antara sekelompok pemuda antiintegrasi yang telah berada di dalam kompleks Gereja Motael, dengan sekelompok pemuda prointegrasi yang sebagian besar datang dari luar kompleks.
Perkelahian itu kemudian menewaskan Sebastiao Gomes dari pihak antiintegrasi dan Afonso Gomes dari kelompok prointegrasi. Peristiwa ini kemudian memunculkan konsentrasi massa di Gereja Motael.
Padahal sebelum terjadinya Peristiwa 12 November 1991 di Dili, Sintong akan mendapat tugas baru sebagai Asisten 2/Operasi Panglima ABRI untuk memberikan pengalaman sebagai pejabat teras Mabes ABRI.
Tugas baru baginya telah banyak diketahui oleh teman-temannya. Tetapi ada pula yang setelah mendengar tugas baru Sintong, langsung "sakit gigi".
Sebelum itu pula, Jenderal TNI LB Moerdani memberi pesan khusus kepada Sintong. "Tong, masa depan karier militermu bagus. Kamu jangan sampai tersandung masalah perempuan, masalah uang, maupun masalah politik," ucap LB Moerdani.
Merespons peristiwa 12 November, Sintong merasa bahwa dalam insiden itu terdapat unsur sabotase. Ia menduga ada orang yang melakukan sabotase, karena penembakan itu tidak seujung rambut pun sesuai dengan kebiasaan dan tradisi ABRI.
"Hal itu bertentangan dengan kebiasaan kita dan melawan kebiasaan kita. Alangkah bodohnya saya, kalau saya sampai memerintahkan petugas keamanan melakukan penembakan!" kata Sintong.
Kemudian, sebagai tindak lanjut terjadinya peristiwa 12 November 1991 di Dili, Pemerintah membentuk Komisi Penyidik Nasional (KPN) berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1991, untuk melakukan penyelidikan secara bebas, cermat, adil, dan tuntas.
Langkah itu untuk memperoleh data dan fakta yang objektif tentang Kerusuhan Dili 1991. KPN diketuai oleh Hakim Agung Mayjen TNI M Djaelani SH merangkap anggota.
Sedangkan enam anggota lainnya adalah Ben Mang Reng Say (Wakil ketua DPA), Clementino dos reis Amaral (Anggota DPR), Harisoegiman (Dirjen Sospol Depdagri), Hadi A Wayarabi Albadar (Direktur Organisasi Internasional Deplu), Anton Sujata (Inspektur Umum Departemen Kehakiman), dan Laksamana Muda TNI Sumitro (Inspektur Jenderal ABRI).
Lihat Juga: Daftar 15 Pangdam se-Indonesia Akhir Tahun 2024, 4 di Antaranya Baru Menjabat Awal Desember
(maf)