Luncurkan Buku Problematika Pers, Prof Bagir Manan Teringat Mochtar Lubis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pers periode 2010-2016 Prof Bagir Manan meluncurkan buku berjudul Problematika Pers dan Kualitas Demokrasi di Hall Dewan Pers, Jakarta, Senin (14/11/2022). Acara itu dibuka oleh pelaksana tugas (Plt) Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya, dan dilanjutkan dengan diskusi serta bedah buku.
Adapun diskusi dipandu oleh mantan anggota Dewan Pers Wina Armada. Dalam penjelasannya, Bagir Manan mengutarakan, tidak ada pers bebas yang sebebas-bebasnya.
“Kebebasan tidak akan mengurangi tanggung jawab kita,” kata mantan ketua Mahkamah Agung tersebut.
Dia mengatakan, pers bebas hanya ada di alam demokrasi dan negara yang memegang teguh hukum sebagai pedoman. Pers dan karya jurnalistik adalah produk intelektual. Itu sebabnya dia berharap jurnalis senantiasa ada di dalam lingkungan atau atmosfir intelektual.
Menurutnya, intelektualitas dibatasi oleh etika. Selain itu, intelektualitas juga memerlukan keberanian. “Para pemberani itulah yang menjadi simbol keadilan dan kebenaran,” ujarnya.
“Saya teringat tokoh pers almarhum Mochtar Lubis. Dia selama tujuh tahun berada dalam penjara tanpa proses hukum. Dia dipenjara karena tulisannya untuk menegakkan keadilan dan kebenaran,” ungkapnya.
Sejalan dengan pandangan itu, Bagir juga menjelaskan bahwa tulisan-tulisan yang dibuatnya senantiasa mengacu pada hal-hal prinsip untuk mencapai tujuan bernegara. Ia berharap hal tersebut juga menjadi pijakan wartawan dalam berkarya.
“Tulisan saya senantiasa berpegang pada prinsip keadilan sosial, demokrasi, dan kesejahteraan umum. Ini yang selalu mewarnai setiap tulisan saya,” imbuhnya.
Penerbitan buku setebal 157 halaman ini merupakan rekomendasi dari Prof Azyumardi Azra saat menjabat sebagai ketua dewan pers. Pada 4 Juli 2022, Prof Azra meminta naskah Prof Bagir Manan tersebut dibukukan.
“Naskah Prof Bagir sangat bagus bagi Dewan Pers, konstituen, dan komunitas/warga jurnalis. Isi dan substansinya sangat relevan/kontekstual dengan dinamika pers dan politik sekarang,” kata Prof Azra dalam coretan yang ditujukan untuk Prof Bagir dan Sekretariat dewan Pers.
Dalam diskusi dan bedah buku tersebut, hadir anggota Dewan Pers: Ninik Rahayu dan Sapto Anggoro. Hadir pula beberapa tokoh pers, Bambang Harimurti, Stanley Adi Prasetyo, Marah Sakti Siregar, Janet E Steele, Abdullah Alamudi, serta ahli hukum Luhut MP Pangaribuan.
Adapun diskusi dipandu oleh mantan anggota Dewan Pers Wina Armada. Dalam penjelasannya, Bagir Manan mengutarakan, tidak ada pers bebas yang sebebas-bebasnya.
“Kebebasan tidak akan mengurangi tanggung jawab kita,” kata mantan ketua Mahkamah Agung tersebut.
Dia mengatakan, pers bebas hanya ada di alam demokrasi dan negara yang memegang teguh hukum sebagai pedoman. Pers dan karya jurnalistik adalah produk intelektual. Itu sebabnya dia berharap jurnalis senantiasa ada di dalam lingkungan atau atmosfir intelektual.
Menurutnya, intelektualitas dibatasi oleh etika. Selain itu, intelektualitas juga memerlukan keberanian. “Para pemberani itulah yang menjadi simbol keadilan dan kebenaran,” ujarnya.
“Saya teringat tokoh pers almarhum Mochtar Lubis. Dia selama tujuh tahun berada dalam penjara tanpa proses hukum. Dia dipenjara karena tulisannya untuk menegakkan keadilan dan kebenaran,” ungkapnya.
Sejalan dengan pandangan itu, Bagir juga menjelaskan bahwa tulisan-tulisan yang dibuatnya senantiasa mengacu pada hal-hal prinsip untuk mencapai tujuan bernegara. Ia berharap hal tersebut juga menjadi pijakan wartawan dalam berkarya.
“Tulisan saya senantiasa berpegang pada prinsip keadilan sosial, demokrasi, dan kesejahteraan umum. Ini yang selalu mewarnai setiap tulisan saya,” imbuhnya.
Penerbitan buku setebal 157 halaman ini merupakan rekomendasi dari Prof Azyumardi Azra saat menjabat sebagai ketua dewan pers. Pada 4 Juli 2022, Prof Azra meminta naskah Prof Bagir Manan tersebut dibukukan.
“Naskah Prof Bagir sangat bagus bagi Dewan Pers, konstituen, dan komunitas/warga jurnalis. Isi dan substansinya sangat relevan/kontekstual dengan dinamika pers dan politik sekarang,” kata Prof Azra dalam coretan yang ditujukan untuk Prof Bagir dan Sekretariat dewan Pers.
Dalam diskusi dan bedah buku tersebut, hadir anggota Dewan Pers: Ninik Rahayu dan Sapto Anggoro. Hadir pula beberapa tokoh pers, Bambang Harimurti, Stanley Adi Prasetyo, Marah Sakti Siregar, Janet E Steele, Abdullah Alamudi, serta ahli hukum Luhut MP Pangaribuan.
(rca)