Profil dr Raden Rubini Natawisastra: Dokter Aktivis Penerima Gelar Pahlawan Nasional

Jum'at, 04 November 2022 - 16:36 WIB
loading...
Profil dr Raden Rubini Natawisastra: Dokter Aktivis Penerima Gelar Pahlawan Nasional
dr Raden Rubini Natawisatra dikenal sebagai dokter pejuang kemanusiaan dan kemerdekaan sebelum proklamasi. Foto/istFoto
A A A
JAKARTA - Lahir di Bandung Jawa Barat pada 31 Agustus 1906, dr Raden Rubini Natawisastra lebih dikenal di Kalimantan Barat sebagai tokoh cendekiawan sekaligus aktivis kemanusiaan dan politik sebelum Indonesia merdeka. Dalam buku biografi yang ditulis Muhammad Rikaz Prabowo sebagaimana dikutip dari antara, dr Rubini adalah salah satu dari beberapa dokter lulusan STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen atau Sekolah Kedokteran Bumiputra) dan NIAS atau Nederlands Indische Artsen School (Surabaya).

Setelah lulus sekolah, pada 1930 pertama kali dr Rubini ditugaskan sebagi dokter di Jakarta. Empat tahun berselang dia dipindahkan ke Pontianak sebagai Kepala Kesehatan. Dari sinilah petualangannya sebagai dokter sekaligus aktivis politik dan kemanusiannya ditorehkan.

Sebagai dokter, Rubini punya obsesi untuk bisa menurunkan angka kematian ibu dan anak pada proses persalinan. Dia pun dikenal membuka praktik kedokteran umum di rumahnya, Landraad Weg (kini Jalan Jenderal Urip Pontianak). Di tempat itu pula dr Rubini juga membuka praktik kebidanan yang ditangani bidan bersertifikat.



Selama di Kalimantan Barat, Rubini menjalankan misi kemanusiaan dengan menjadi dokter keliling melayani pengobatan di daerah terpencil dan pedalaman. Dia menyusuri sungai dengan perahu menjangkau pelosok-pelosok desa di luar Pontianak dengan bayaran hasil bumi dan ternak. Bahkan seringnya digratiskan. Inilah yang membuat namanya sangat melekat di hari masyarakat Kalimantan Barat.

Apa yang dilakukan Rubini mendapat sokongan dari istrinya, Amalia, lewat gerakan Palang Merah. Amalia juga berinteraksi dengan perkumpulan istri dokter di Pontianak untuk berbagi informasi dan keterampilan seputar pemberdayaan perempuan dan anak. Di perkumpulan ini, Amalia bertemu R.A. Sujarah, yang merupakan istri dr Agusjam, teman sekolah Rubini.

RA Sujarah adalah ketua Aisyiyah yang mengelola Taman Kanak-Kanak, pengajian perempuan, dan kursus-kursus keterampilan. Ini sejalan dengan cita-cita Rubini dan Amalia untuk memberdayakan perempuan.

Di luar urusan pengobatan daan kemanusiaan, dr Rubini juga aktif dalam pergerakan politik. Bersama sejumlah rekan dokternya, pada 1939 dia bergabung dengan Partai Indonesia Raya (Parindra). Melalui corong partai ini, Rubini kerap menyuarakan desakan kepada pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan pelayanan kesehatan masyarakat di Kalbar yang diaanggapnya jauh tertinggal dari wilayah lain, baik fasilitas maupun SDM-nya.

Rubini juga mendorong partai ini untuk memberikan perhatian pada program-program pemajuan kehidupan rakyat. Itu sebabnya, pada masa itu Parindra juga mendirikan sejumlah sekolah, klub olahraga, klub kesenian, dan menyelenggarakan kursus-kursus politik.



Menolak Dipindah

Pada tahun 1940-an, pemerintah kolonial Belanda evakuasi para pejabatnya ke Jawa menyusul mulai berkobarnya Perang Dunia II ke wiayah Asia Pasifik. Jepang yang sedang di atas angin segera masuk Hindia Belanda (Indonesia).

Tokoh-tokoh pejabat pribumi seperti Rubini pun ikut dievakuasi. Namun dia menolak. Rubini tetap memberikaan pelayanan kesehatan di wilayahh Kalimantan Barat kendati kedaan makin sulit. Tenaga kesehatan berkurang drastis setelah banyak dokter Belanda dievakuasi dari Kalimantan.

Dalam kondisi terdesak, Pemerintah Kolonial Belanda malah mengangkat Rubini menjadi perwira kesehatan cadangan berpangkat letnan dua. Tugasnya mengurusi rumah sakit militer yang ditinggalkan dokter-dokter Belanda. Bersama dokter-dokter pribumi lainnya yang menolak dievakuasi, Rubini merawat para pasien korban pemboman Jepang.

Sekitar bulan Februari 1942, Jepang akhirnya masuk Indonesia lalu membubarkan seluruh organisasi dan kegiatan politik, termasuk Parindra. Meski begitu, Rubini tetap melakukan kegiatan politik secara sembunyi-sembunyi.

Dia dan para aktivis mendirikan organisasi Nissinkwai yang awalnya mendukung Jepang. Namun setelah mengetahui perlaku Jepang terhadap rakyat, terutama kaum perempuan, dia bertekad melakukan perlawanan politik secara terbuka. Jepang menganggap pergerakan aktivis di Nissinkwai sebagai ancaman dan organisasi itu pun dibubarkan.

Para aktivis Nissinkwai lalu bergabung di Pemuda Muhammadiyah agar melanjutkan diskusi-diskusi politik lewat selubung kegiatan keagamaan. Dengan begitu, bara perjuangan Rubini dan rekan-rekannya tidak padam..

Awal tahun 1943, Rubini menerima informasi akan ada gerakan melawan Jepang di Banjarmasin. Dua aktivis yang membawa kabar, dr Susilo dan Makaliwey meminta Pontianak turut serta dalam gerakan tersebut. Rubini pun mulai mengadakan konsolidasi aktivis dan sejumlah tokoh kesultanan untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang yang rencananya pada Desember 1943.



Namun gerakan Rubini tercium intelijen Jepang. Rubini yang dianggap sebagai pemimpin gerakan itu dilaporkan membentuk pasukan bersenjata yang bernama "Soeka Rela". Kontan, rencana gerakan di Banjarmasin dan Pontianak gagal total.

Jepang memerintahkan penangkapan terhadap para aktivis. Mulai bulan Oktober 1943, aksi-aksi penangkapan terhadap para tokoh yang dianggap terlibat atau berbahaya bagi Jepang dilakukan. Merekka ditangkap lalu banyak yang dieksekusi di Mandor.

Menurut Koran Borneo Sinbun edisi 1 Juli 1944, Jepang telah mengeksekusi orang-orang yang terlibat dalam komplotan perlawanan. Sebanyak 48 di antaranya dianggap sebagai pemimpin perlawanan, termasuk Rubini dan istrinya, Amalia.

Dikutip dari kalbarprov.go.id, ketika dibunuh oleh penjajah Jepang, dr. Rubini menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Umum Sungai Jawi, Pontianak, sekaligus Kepala Bagian Bedah.

Nama dr. Rubini diabadikan menjadi nama RSUD di Kabupaten Mempawah, yakni RSUD dr. Rubini Mempawah, serta nama jalan di Kabupaten Mempawah, Kota Pontianak, Kota Bandung, serta nama Taman Aulia dr. Rubini di Kabupaten Mempawah.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1717 seconds (0.1#10.140)