Sosok Jenderal TNI (Purn) M Jusuf, Lolos dari Maut dan Bangun Masjid Megah di Akhir Hayat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sosok Jenderal TNI (Purn) M Jusuf , mempunyai nama yang harum di kalangan prajurit TNI kala itu. Mantan Pangdam Hasanuddin ini dikenal sebagai Panglima ABRI yang sangat dekat dengan prajurit.
Seperti diungkap dalam buku ' Jenderal M Jusuf : Panglima Para Prajurit' tulisan Atmadji Sumarkidjo, Rabu (2/11/2022), begitu seringnya M Jusuf mendatangi barak dan menyapa para tentara di lapangan, dia sampai-sampai dikenal sebagai Bapak Para Prajurit.
Sesungguhnya karier militer Jusuf terakhir hanya sebagai Pangdam Hasanuddin. Setelah itu dia ditarik Bung Karno untuk masuk kabinet. Di era Soeharto, Jusuf juga kembali dipercaya sebagai menteri. Kendati demikian, statusnya masih militer aktif.
Tak mengherankan, penunjukannya sebagai Panglima ABRI pada 1978 dianggap kejutan besar. Jusuf orang pertama yang telah melepas baju dinas militer selama 13 tahun, tiba-tiba dipanggil untuk menjadi pemegang tongkat komando tertinggi ABRI.
Baca juga: Di Balik Konflik Jenderal M Jusuf Versus LB Moerdani
Semasa aktif menjadi tentara, Jusuf tercatat pernah memiliki pengalaman dahsyat. Mantan ajudan Kahar Muzakkar ini lolos dari maut ketika diberondong tembakan anak buah pentolan separatis Andi Selle dalam pertempuran di Pinrang. Dalam kepungan peluru dan ledakan granat, Jusuf berhasil selamat.
Nahas, pengawalnya gugur tertembus peluru. Selepas pensiun dari Pangab/Menhankam, dia dipercaya Soeharto untuk memimpin BPK. Jusuf tutup usia pada 8 September 2004 di kediamannya, Makassar.
Bangun Masjid Megah (Al Markaz Al Islami)
Pembangunan masjid megah menjadi salah satu peninggalan M Jusuf. Keinginannya untuk membangun masjid hingga pembangunan masjid tersebut terwujud, berawal dari jejak kakinya di Tanah Suci.
Foto/Istimewa
Saat itu, sosok yang wafat pada 8 September 2004 di Makassar ini melaksanakan ibadah haji yang kesekian kalinya. M Jusuf kerap mengucapkan keinginannya untuk membangun masjid megah di kampung halamannya, Ujung Pandang (kini Makassar), Sulawesi Selatan.
Jusuf terpesona dengan keindahan Masjidil Haram di Mekkah dan Nabawi di Madinah. Selain dua masjid ikonik itu, dirinya juga terkesima dengan masjid di tepi Laut Merah, Madinah. Rasa takjub itulah yang semakin menguatkan tekadnya untuk membangun masjid.
"Kita akan bangun masjid yang sama indahnya di Makassar dan yang lebih besar lagi," ucap Jusuf.
Pembangunan masjid raya di Makassar itu terus diceritakan kepada banyak pihak dan mendapat dukungan luas. Seiring waktu, gagasan itu pun kian mengerucut.
Persoalannya, dibangun di mana masjid tersebut? Menurut Atmadji, sebuah kebetulan pada awal 1990 Universitas Hasanuddin di Baraya hampir selesai keseluruhan dipindah ke kampus terpadu di luar kota.
Rektor kala itu, Fachruddin, menawarkan sebagai lokasi calon masjid. Gayung bersambut. Gubernur Sulsel ZB Palaguna menawarkan kompensasi atas tukar guling lahan itu.
"Alhamdulillah, kalau semua pihak menginsyafi pentingnya masjid, semua lancar," kata Jusuf.
Setelah mendapat kepastian lahan itu, pada 3 Maret 1994 bertepatan dengan bulan Ramadhan, Jusuf mengundang sejumlah menteri dan tokoh nasional di Wisma Yani, Jakarta Pusat untuk mendengarkan paparannya.
Mereka yang diundang antara lain Menko Kesra Azwar Anas, Menteri Bappenas Ginanjar Kartasasmita, Jenderal TNI Feisal Tanjung, Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar, Menag Tarmizi Taher, dan Mendagri Yogie S Memet. Seperti diduga, mereka mendukung penuh gagasan Jusuf membangun masjid akbar di Makassar.
Dua bulan setelah pertemuan tersebut, tepatnya 8 Mei 1994, pemancangan tiang pertama pembangunan masjid dilakukan. Atas usulan cendekiawan muslim Nurcholis Madjid, nama masjid ditentukan Al Markaz Al Islami.
Dalam groundbreaking itu, khotbah pertama dilakukan oleh Rektor IAIN (kini UIN) Jakarta Quraisy Shihab, sementara ceramah ilmiah perdana oleh Nurcholish Madjid.
Jenderal Jusuf merinci detail proyek pembangunan masjid akbar ini. Desain masjid dipercayakan kepada arsitek top Indonesia, Ir Achmad Noe'man.
Sosok yang dijuluki 'Arsitek Seribu Masjid' ini antara lain yang merancang Masjid Salman di kampus ITB. Noe'man langsung bisa menangkap gagasan Jusuf. Pertama, masjid itu harus megah dan mencerminkan kebesaran bangsa.
Kedua, menonjolkan arsitektur daerah yang merupakan kebanggaan, dan ketiga, menggunakan bahan-bahan terbaik. "Napas dari Masjid Nabawi mengilhami pembangunan menara tunggal yang tingginya 90 meter," kata Atmadji.
Ruangan utama diterangi lampu-lampu kristal yang didatangkan langsung dari Praha, Republik Ceko oleh pengusaha Jimmy Siahaan. Menurut laman resmi masjid disebutkan bahwa secara keseluruhan fondasi bangunan sangat kuat dengan 450 tiang pancang berkedalaman 21 meter.
Untuk bagian atap digunakan bahan tembaga atau tegola buatan Italia. Dinding lantai satu menggunakan keramik, sedangkan lantai dua dan tiga menggunakan batu granit.
Dinding mihrab yang merupakan sentralisasi visual berbahan granit hitam berhiaskan ragam kaligrafi segi empat dari tembaga kekuning-kuningan. Kaligrafi ini terdiri dari beberapa ayat dan surat Al-Quran, di antaranya: "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah".
Sementara itu, di atas mihrab tertulis surat Al-Baqarah: 144, "Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram." Dana pembangunan masjid tak main-main, yakni sekitar Rp12 miliar (diestimasikan setara Rp500-Rp600 miliar saat ini). Pembangunan masjid spektakuler ini selesai pada 12 Januari 1996.
Seperti diungkap dalam buku ' Jenderal M Jusuf : Panglima Para Prajurit' tulisan Atmadji Sumarkidjo, Rabu (2/11/2022), begitu seringnya M Jusuf mendatangi barak dan menyapa para tentara di lapangan, dia sampai-sampai dikenal sebagai Bapak Para Prajurit.
Sesungguhnya karier militer Jusuf terakhir hanya sebagai Pangdam Hasanuddin. Setelah itu dia ditarik Bung Karno untuk masuk kabinet. Di era Soeharto, Jusuf juga kembali dipercaya sebagai menteri. Kendati demikian, statusnya masih militer aktif.
Tak mengherankan, penunjukannya sebagai Panglima ABRI pada 1978 dianggap kejutan besar. Jusuf orang pertama yang telah melepas baju dinas militer selama 13 tahun, tiba-tiba dipanggil untuk menjadi pemegang tongkat komando tertinggi ABRI.
Baca juga: Di Balik Konflik Jenderal M Jusuf Versus LB Moerdani
Semasa aktif menjadi tentara, Jusuf tercatat pernah memiliki pengalaman dahsyat. Mantan ajudan Kahar Muzakkar ini lolos dari maut ketika diberondong tembakan anak buah pentolan separatis Andi Selle dalam pertempuran di Pinrang. Dalam kepungan peluru dan ledakan granat, Jusuf berhasil selamat.
Nahas, pengawalnya gugur tertembus peluru. Selepas pensiun dari Pangab/Menhankam, dia dipercaya Soeharto untuk memimpin BPK. Jusuf tutup usia pada 8 September 2004 di kediamannya, Makassar.
Bangun Masjid Megah (Al Markaz Al Islami)
Pembangunan masjid megah menjadi salah satu peninggalan M Jusuf. Keinginannya untuk membangun masjid hingga pembangunan masjid tersebut terwujud, berawal dari jejak kakinya di Tanah Suci.
Foto/Istimewa
Saat itu, sosok yang wafat pada 8 September 2004 di Makassar ini melaksanakan ibadah haji yang kesekian kalinya. M Jusuf kerap mengucapkan keinginannya untuk membangun masjid megah di kampung halamannya, Ujung Pandang (kini Makassar), Sulawesi Selatan.
Jusuf terpesona dengan keindahan Masjidil Haram di Mekkah dan Nabawi di Madinah. Selain dua masjid ikonik itu, dirinya juga terkesima dengan masjid di tepi Laut Merah, Madinah. Rasa takjub itulah yang semakin menguatkan tekadnya untuk membangun masjid.
"Kita akan bangun masjid yang sama indahnya di Makassar dan yang lebih besar lagi," ucap Jusuf.
Pembangunan masjid raya di Makassar itu terus diceritakan kepada banyak pihak dan mendapat dukungan luas. Seiring waktu, gagasan itu pun kian mengerucut.
Persoalannya, dibangun di mana masjid tersebut? Menurut Atmadji, sebuah kebetulan pada awal 1990 Universitas Hasanuddin di Baraya hampir selesai keseluruhan dipindah ke kampus terpadu di luar kota.
Rektor kala itu, Fachruddin, menawarkan sebagai lokasi calon masjid. Gayung bersambut. Gubernur Sulsel ZB Palaguna menawarkan kompensasi atas tukar guling lahan itu.
"Alhamdulillah, kalau semua pihak menginsyafi pentingnya masjid, semua lancar," kata Jusuf.
Setelah mendapat kepastian lahan itu, pada 3 Maret 1994 bertepatan dengan bulan Ramadhan, Jusuf mengundang sejumlah menteri dan tokoh nasional di Wisma Yani, Jakarta Pusat untuk mendengarkan paparannya.
Mereka yang diundang antara lain Menko Kesra Azwar Anas, Menteri Bappenas Ginanjar Kartasasmita, Jenderal TNI Feisal Tanjung, Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar, Menag Tarmizi Taher, dan Mendagri Yogie S Memet. Seperti diduga, mereka mendukung penuh gagasan Jusuf membangun masjid akbar di Makassar.
Dua bulan setelah pertemuan tersebut, tepatnya 8 Mei 1994, pemancangan tiang pertama pembangunan masjid dilakukan. Atas usulan cendekiawan muslim Nurcholis Madjid, nama masjid ditentukan Al Markaz Al Islami.
Dalam groundbreaking itu, khotbah pertama dilakukan oleh Rektor IAIN (kini UIN) Jakarta Quraisy Shihab, sementara ceramah ilmiah perdana oleh Nurcholish Madjid.
Jenderal Jusuf merinci detail proyek pembangunan masjid akbar ini. Desain masjid dipercayakan kepada arsitek top Indonesia, Ir Achmad Noe'man.
Sosok yang dijuluki 'Arsitek Seribu Masjid' ini antara lain yang merancang Masjid Salman di kampus ITB. Noe'man langsung bisa menangkap gagasan Jusuf. Pertama, masjid itu harus megah dan mencerminkan kebesaran bangsa.
Kedua, menonjolkan arsitektur daerah yang merupakan kebanggaan, dan ketiga, menggunakan bahan-bahan terbaik. "Napas dari Masjid Nabawi mengilhami pembangunan menara tunggal yang tingginya 90 meter," kata Atmadji.
Ruangan utama diterangi lampu-lampu kristal yang didatangkan langsung dari Praha, Republik Ceko oleh pengusaha Jimmy Siahaan. Menurut laman resmi masjid disebutkan bahwa secara keseluruhan fondasi bangunan sangat kuat dengan 450 tiang pancang berkedalaman 21 meter.
Untuk bagian atap digunakan bahan tembaga atau tegola buatan Italia. Dinding lantai satu menggunakan keramik, sedangkan lantai dua dan tiga menggunakan batu granit.
Dinding mihrab yang merupakan sentralisasi visual berbahan granit hitam berhiaskan ragam kaligrafi segi empat dari tembaga kekuning-kuningan. Kaligrafi ini terdiri dari beberapa ayat dan surat Al-Quran, di antaranya: "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah".
Sementara itu, di atas mihrab tertulis surat Al-Baqarah: 144, "Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram." Dana pembangunan masjid tak main-main, yakni sekitar Rp12 miliar (diestimasikan setara Rp500-Rp600 miliar saat ini). Pembangunan masjid spektakuler ini selesai pada 12 Januari 1996.
(maf)