Hari Santri, Kesenjangan dan Kerentanan Sosial di Pesantren Jadi Sorotan

Selasa, 25 Oktober 2022 - 13:11 WIB
loading...
Hari Santri, Kesenjangan dan Kerentanan Sosial di Pesantren Jadi Sorotan
Direktur Eksekutif SAS Institute, Sadullah Affandy. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Said Aqiel Siradj (SAS) Institute mengucapkan Selamat Hari Santri yang ke-8, Sabtu 22 Oktober 2022. Sejak ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Keppres Nomor 22 Tahun 2015, setiap tahun kaum santri selalu merayakan Hari Santri sebagai hari istimewa.

Hari Santri juga merupakan sebuah pengakuan negara kepada kaum santri atas kiprah dan jasa mereka terhadap Tanah Air.

Direktur Eksekutif SAS Institute, Sa'dullah Affandy mengatakan, santri sebagaimana diketahui, merupakan lulusan pesantren, sebuah intitusi pendidikan pertama dalam komunitas Islam Nusantara dan diyakini sebagai institusi Pendidikan ke-Islaman yang genuine hasil kreasi para ulama Nusantara.

"Dengan kata lain, pesantren lahir dari akar tradisi yang kuat, bukan hanya membawa dan mengajarkan kelimuan keislaman, namun juga mengakomodir sekaligus merawat tradisi lokal," kata Sa'dullah dalam keterangannya, Selasa (25/10/2022).



Tantangan kaum santri saat ini menurut Sa'dullah, tentu tidaklah sama dengan era sebelumnya. Kesenjangan politik nyaris tidak lagi terjadi di era keterbukaan ini.

Dikatakan dia, setiap orang bebas untuk menyampaikan aspirasi politik dan pendapatnya masing-masing selama tidak mengganggu ketertiban umum atau bertentangan dengan peraturan yang ada.

"Meski demikian, kesenjangan ekonomi dan kerentanan sosial masih kita saksikan bersama, di mana jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin semakin menganga. Inilah salah satu tantangan kaum pesantren, dan pesantren, dewasa ini," jelasnya.

"Bagaimana memberdayakan kaum santri secara ekonomi, bukan hanya mandiri untuk dirinya sendiri, namun juga mampu menjadi penggerak bagi lingkungannya," tambahnya.

Menurut Sa'dullah, kaum santri (pesantren) dewasa ini, harus mulai bergerak kembali dengan paradigma ekonomi kerakyatan sebagaimana dicita-citakan para founding father seperti Muhammad Hatta maupun KH Wahab Chasbullah yang menggagas Nahdlatul Tujjar.

"Sebuah wadah persatuan bagi para saudagar muslim dan ulama karena tergugah dengan kondisi kemiskinan rakyat akibat kolonialisme Belanda lebih dari satu abad yang lalu (1918)," ungkapnya.

Nahdlatul Tujjar sendiri kata Sa'dullah, kemudian menjadi salah satu embrio bagi lahirnya organisasi kaum santri terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama (NU).

"Dengan demikian, pada Hari Santri yang ke-8 ini, sangatlah tepat kiranya jika kaum santri dan pesantren, memusatkan pandangan pada kebangkitan ekonomi santri," jelasnya.

Secara politik kata dia, kaum santri telah memiliki panggung yang cukup terbuka untuk pentas, meski tentu belum sebanding dengan jasanya selama berabad-abad dalam membangun peradaban bangsa.

"Secara pemikiran, santri juga telah banyak memiliki professor apalagi doktor dalam berbagai bidang, baik lulusan dalam negeri maupun luar negeri. Namun, kalangan santri-pesantren, secara ekonomi dewasa ini, masih menjadi penghuni kelas menengah ke bawah," tuturnya.

Karena itu menurut Sa'dullah, inilah pekerjaan besar kaum santri ke depan. "Sebuah tugas yang tidak lebih ringan dari perjuangan kaum santri dalam mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan Indonesia," tutupnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2966 seconds (0.1#10.140)