Muslimat NU Ajak Masyarakat Budayakan Tabayyun di Era Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU ), Arifah Fauzi mengajak kepada masyarakat bertabayyun, teliti, dan hati-hati di tengah banjirnya informasi di ruang-ruang digital. Ketika menerima informasi serta mampu mengendalikan nafsu untuk menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya.
"Di era digital yang serba moderen seperti sekarang ini, biasanya kita kalau dapat info atau berita, yang bergerak itu memang tangan dulu, jari dulu. Jadi kadang langsung emosi, share, komentar atau balas tanpa dipikir terlebih dahulu dampaknya yang akan terjadi," Arifah Fauzi dalam keterangan tertulis, Kamis (13/10/2022).
Selain teliti dan berhati-hati, masyarakat juga perlu memahami dampak dan akibat yang timbul jika netizen secara tidak bertanggung jawab asal menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenaran dan dasarnya.
"Kalau kita tidak tahu secara detail tentang informasi itu lebih baik tidak men-share. Kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita share," kata anggota Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (Infokom MUI) ini.
Sejatinya tabayyun memiliki makna penting agar umat senantiasa membiasakan diri mengklarifikasi atau mencari informasi yang sejelas-jelasnya dan sedetail-detailnya. Sebab, informasi yang dibagikan menjadi tanggung jawab penyebar.
"Kenapa tanggung jawabnya besar? Karena menebar suatu informasi yang belum jelas kebenarannya, ibarat menebar bulu, lalu mengumpulkannya kembali, maka tidak akan utuh kembali karena sudah tertiup angin. Ketika sudah tersebar, maka tidak akan kembali dan tidak tahu sudah sampai mana bulu (informasi) tersebut," paparnya.
Informasi palsu atau hoaks sangat berbahaya karena bisa menimbulkan perpecahan. Si pembuat dan penyebar hoaks harus bisa menanggung akibatnya, tidak hanya di dunia tapi juga kepada Tuhan karena telah membuat keonaran dan kerusakan di muka bumi.
Baca juga: Bareskrim Tangkap Bambang Tri Mulyono Diduga Terkait Hoaks Ijazah Palsu Jokowi
"Di Al-Qur'an dalam surah Al Hujurat ayat 6, dalam Islam anjuran untuk tabayun sendiri sudah sangat jelas, jelas sekali. Karena itu juga, para ulama kita menyarankan untuk berhati-hati ketika menyebarkan informasi dengan kroscek dulu sumbernya benar atau tidak, untuk menjaga dari hal yang tidak kita inginkan, termasuk perpecahan," kata anggota Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT perwakilan dari Muslimat NU ini.
Arifah kembali mengingatkan tentang betapa pentingnya membangun kesadaran bersama, membudayakan tabayun agar menjadi norma, etika dan bahkan gaya hidup.
"Ini butuh proses, untuk membangkitkan kesadaran bahwa kita ini dalam menyebarkan informasi harus hati hati, harus belajar dari diri sendiri dan menyadari serta mengingatkan untuk berhati-hati. Kita harus berperan (untuk mengingatkan lingkungan sekitar) sesuai kapasitas kita di masyarakat," kata istri budayawan, Ngatawi Al Zastrouw ini.
Sebagai organisasi masyarakat perempuan di bawah naungan NU, Muslimat NU diketahui juga memiliki program khusus terkait membangun kesadaran tabayyun di era digital yang ditujukan khususnya kepada kelompok ibu-ibu.
"Kami bergerak memberi sosialisasi melalui majelis taklim agar lebih waspada dalam menerima informasi, mendorong para ibu-ibu ini untuk lebih dahulu memahami informasinya, atau menanyakan kebenarannya kepada guru atau ulamanya. Kita berperan di porsi kita masing-masing. Saya pikir bukan hanya muslimat tapi ormas lain juga melakukan hal yang sama," katanya.
Arifah berharap tokoh agama maupun tokoh masyarakat meningkatkan perannya dengan menularkan dan mengajari pentingnya budaya tabayyun kepada masyarakat.
"Pastinya ketika seorang ulama menyampaikan sesuatu, maka sudah jelas rujukannya, dari surat, ayat maupun hadits serta kitab yang dibaca. Saya pikir ini secara tidak langsung, bahwa apa yang disampaikan oleh para tokoh ulama ini jelas rujukannya, bukan informasi yang tidak jelas asal usulnya," katanya.
"Di era digital yang serba moderen seperti sekarang ini, biasanya kita kalau dapat info atau berita, yang bergerak itu memang tangan dulu, jari dulu. Jadi kadang langsung emosi, share, komentar atau balas tanpa dipikir terlebih dahulu dampaknya yang akan terjadi," Arifah Fauzi dalam keterangan tertulis, Kamis (13/10/2022).
Selain teliti dan berhati-hati, masyarakat juga perlu memahami dampak dan akibat yang timbul jika netizen secara tidak bertanggung jawab asal menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenaran dan dasarnya.
"Kalau kita tidak tahu secara detail tentang informasi itu lebih baik tidak men-share. Kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita share," kata anggota Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (Infokom MUI) ini.
Sejatinya tabayyun memiliki makna penting agar umat senantiasa membiasakan diri mengklarifikasi atau mencari informasi yang sejelas-jelasnya dan sedetail-detailnya. Sebab, informasi yang dibagikan menjadi tanggung jawab penyebar.
"Kenapa tanggung jawabnya besar? Karena menebar suatu informasi yang belum jelas kebenarannya, ibarat menebar bulu, lalu mengumpulkannya kembali, maka tidak akan utuh kembali karena sudah tertiup angin. Ketika sudah tersebar, maka tidak akan kembali dan tidak tahu sudah sampai mana bulu (informasi) tersebut," paparnya.
Informasi palsu atau hoaks sangat berbahaya karena bisa menimbulkan perpecahan. Si pembuat dan penyebar hoaks harus bisa menanggung akibatnya, tidak hanya di dunia tapi juga kepada Tuhan karena telah membuat keonaran dan kerusakan di muka bumi.
Baca juga: Bareskrim Tangkap Bambang Tri Mulyono Diduga Terkait Hoaks Ijazah Palsu Jokowi
"Di Al-Qur'an dalam surah Al Hujurat ayat 6, dalam Islam anjuran untuk tabayun sendiri sudah sangat jelas, jelas sekali. Karena itu juga, para ulama kita menyarankan untuk berhati-hati ketika menyebarkan informasi dengan kroscek dulu sumbernya benar atau tidak, untuk menjaga dari hal yang tidak kita inginkan, termasuk perpecahan," kata anggota Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT perwakilan dari Muslimat NU ini.
Arifah kembali mengingatkan tentang betapa pentingnya membangun kesadaran bersama, membudayakan tabayun agar menjadi norma, etika dan bahkan gaya hidup.
"Ini butuh proses, untuk membangkitkan kesadaran bahwa kita ini dalam menyebarkan informasi harus hati hati, harus belajar dari diri sendiri dan menyadari serta mengingatkan untuk berhati-hati. Kita harus berperan (untuk mengingatkan lingkungan sekitar) sesuai kapasitas kita di masyarakat," kata istri budayawan, Ngatawi Al Zastrouw ini.
Sebagai organisasi masyarakat perempuan di bawah naungan NU, Muslimat NU diketahui juga memiliki program khusus terkait membangun kesadaran tabayyun di era digital yang ditujukan khususnya kepada kelompok ibu-ibu.
"Kami bergerak memberi sosialisasi melalui majelis taklim agar lebih waspada dalam menerima informasi, mendorong para ibu-ibu ini untuk lebih dahulu memahami informasinya, atau menanyakan kebenarannya kepada guru atau ulamanya. Kita berperan di porsi kita masing-masing. Saya pikir bukan hanya muslimat tapi ormas lain juga melakukan hal yang sama," katanya.
Arifah berharap tokoh agama maupun tokoh masyarakat meningkatkan perannya dengan menularkan dan mengajari pentingnya budaya tabayyun kepada masyarakat.
"Pastinya ketika seorang ulama menyampaikan sesuatu, maka sudah jelas rujukannya, dari surat, ayat maupun hadits serta kitab yang dibaca. Saya pikir ini secara tidak langsung, bahwa apa yang disampaikan oleh para tokoh ulama ini jelas rujukannya, bukan informasi yang tidak jelas asal usulnya," katanya.
(abd)