Mengapa 5 Oktober Diperingati sebagai Hari Jadi TNI?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia ( HUT TNI ). Pada 2022 ini, TNI berusia 77 tahun sama seperti umur Republik Indonesia.
TNI memiliki sejarah panjang sejak pertama kali dibentuk. Namanya mengalami beberapa kali perubahan hingga akhirnya sekarang menjadi TNI. Lalu bagaimana sejarahnya 5 Oktober diperingati sebagai Hari Jadi TNI?
1. Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Kelahiran TNI berkaitan erat dengan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Lima hari setelah merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan membentuk tiga badan. Masing-masing Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Pembentukan BKR disetujui Presiden Soekarno untuk menampung para prajurit bekas PETA dan Heiho yang dibubarkan oleh Jepang pasca menyerah. Bung Karno lantas mengeluarkan seruan pada 23 Agustus 1945.
"Saya berharap kepada kamu sekalian, hai prajurit–prajurit bekas PETA, Heiho, dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain, untuk sementara waktu, masuklah dan bekerjalah pada Badan Keamanan Rakyat. Percayalah nanti akan datang saatnya kamu dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia," kata Soekarno dikutip dari artikel berjudul Lintasan Sejarah Tanggal 5 Oktober sebagai Hari Lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dimuat di Majalah Wira terbitan Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada September 2015.
Seruan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pemanggilan kepada para mantan prajurit PETA, Heiho, KNIL, dan pemuda lain untuk bergabung ke dalam BKR. Konsumsi prajurit BKR ditanggung oleh Bupati, Wedana, dan Camat.
2. Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Kedatangan tentara Inggris untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang dimanfaatkan Belanda untuk kembali ke Indonesia. Hal itu membuat situasi tidak aman. Karena itu, pada 5 Oktober 1945, Pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
"Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat".
Maklumat ini disusul dengan Pengumuman Pemerintah tanggal 7 Oktober 1945 yang berbunyi: "Ini hari telah dilakukan pembentukan Tentara Kebangsaan di salah satu daerah di Jakarta dengan maksud untuk menyempurnakan kekuatan Republik Indonesia".
Mantan Opsir KNIL berpangkat Mayor di zaman Hindia Belanda, Oerip Soemohardjo diangkat menjadi Kepala Staf Umum TKR oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Oerip yang diberikan pangkat Letnan Jenderal ditugasi membentuk tentara.
Letjen Oerip Soemohardjo kemudian menyusun TKR dengan 10 Divisi di Jawa dan 6 Divisi di luar Jawa. Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa adalah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto meliputi daerah Kedu, Pekalongan, dan Banyumas.
Sebenarnya, pada 6 Oktober 1945, Presiden Soekarno telah mengangkat Suprijadi, tokoh pemberontakan PETA di Blitar, Jawa Timur menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan pemimpin tertinggi TKR. Namun Suprijadi tak pernah muncul sampai awal November 1945. Karena itu, pada 12 November 1945 Letjen Oerip Soemohardjo kemudian mengadakan Konferensi TKR di Yogyakarta. Hasil konferensi itu ditindaklanjuti pemerintah dengan mengangkat Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR berpangkat Jenderal pada 18 Desember 1945.
3. Tentara Keselamatan Rakyat (TKR)
Pada 7 Januari 1946, Pemerintah mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Perubahan ini didasarkan Penetapan Pemerintah No 2 Tanggal 7 Januari 1946 yang bertujuan memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari perubahan nama itu, Kementerian Keamanan Rakyat juga diubah menjadi Kementerian Pertahanan.
4. Tentara Republik Indonesia (TRI)
Belum genap sebulan, tepatnya pada 26 Januari 1946, pemerintah kembali mengubah Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Perubahan yang didasarkan Penetapan Pemerintah No 4/SD Tahun 1946 ini untuk menyempurnakan organisasi tentara menurut standar militer internasional.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah membentuk Panitia Besar Penyelenggara Organisasi Tentara. Letjen Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma menjadi panitianya. Panitia ini menghasilkan rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan TKR ke TRI, kedudukan laskar dan barisan, dan badan perjuangan rakyat.
Pada 25 Mei 1946, Presiden melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Pada upacara pelantikan tersebut Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.
5. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Meski telah dibentuk TRI, banyak bermunculan laskar perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Namun terkadang terjadi kesalahpahaman antara TRI dan badan perjuangan rakyat tersebut.
Untuk mengatasi persoalan itu, pada 15 Mei 1947, pemerintah menetapkan penyatuan TRI dan badan/laskar perjuangan rakyat menjadi satu organisasi tentara. Presiden Soekarno kemudian mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) tertanggal 3 Juni 1947 yang dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No 24.
Presiden Soekarno lalu menetapkan susunan organisasi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman diangkat menjadi Kepala Pucuk Pimpinan TNI. Anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono.
Dalam ketetapan itu, semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.
6. Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI)
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL.
Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
7. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
Pada 1962 dilakukan penyatuan Angkatan Perang dengan Kepolisian Negara. Organisasi ini diberi nama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan satu komando ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya dan menjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu.
8. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Tumbangnya rezim Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto berpengaruh kepada keberadaan ABRI. Pemerintah awal di era Reformasi resmi memisahkan TNI dan Polri pada 1 April 1999. Masing-masing menjadi institusi yang berdiri sendiri. Nama ABRI dikembalikan menjadi TNI. Hingga saat ini, di usia 77 tahun, TNI semakin kuat dan menjadi kekuatan militer yang dihormati di dunia.
Itulah sejarah singkat mengapa 5 Oktober diperingati sebagai Hari Jadi TNI.
TNI memiliki sejarah panjang sejak pertama kali dibentuk. Namanya mengalami beberapa kali perubahan hingga akhirnya sekarang menjadi TNI. Lalu bagaimana sejarahnya 5 Oktober diperingati sebagai Hari Jadi TNI?
1. Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Kelahiran TNI berkaitan erat dengan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Lima hari setelah merdeka, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan membentuk tiga badan. Masing-masing Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Pembentukan BKR disetujui Presiden Soekarno untuk menampung para prajurit bekas PETA dan Heiho yang dibubarkan oleh Jepang pasca menyerah. Bung Karno lantas mengeluarkan seruan pada 23 Agustus 1945.
"Saya berharap kepada kamu sekalian, hai prajurit–prajurit bekas PETA, Heiho, dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain, untuk sementara waktu, masuklah dan bekerjalah pada Badan Keamanan Rakyat. Percayalah nanti akan datang saatnya kamu dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia," kata Soekarno dikutip dari artikel berjudul Lintasan Sejarah Tanggal 5 Oktober sebagai Hari Lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dimuat di Majalah Wira terbitan Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada September 2015.
Seruan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pemanggilan kepada para mantan prajurit PETA, Heiho, KNIL, dan pemuda lain untuk bergabung ke dalam BKR. Konsumsi prajurit BKR ditanggung oleh Bupati, Wedana, dan Camat.
2. Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Kedatangan tentara Inggris untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang dimanfaatkan Belanda untuk kembali ke Indonesia. Hal itu membuat situasi tidak aman. Karena itu, pada 5 Oktober 1945, Pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
"Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat".
Maklumat ini disusul dengan Pengumuman Pemerintah tanggal 7 Oktober 1945 yang berbunyi: "Ini hari telah dilakukan pembentukan Tentara Kebangsaan di salah satu daerah di Jakarta dengan maksud untuk menyempurnakan kekuatan Republik Indonesia".
Mantan Opsir KNIL berpangkat Mayor di zaman Hindia Belanda, Oerip Soemohardjo diangkat menjadi Kepala Staf Umum TKR oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Oerip yang diberikan pangkat Letnan Jenderal ditugasi membentuk tentara.
Letjen Oerip Soemohardjo kemudian menyusun TKR dengan 10 Divisi di Jawa dan 6 Divisi di luar Jawa. Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa adalah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto meliputi daerah Kedu, Pekalongan, dan Banyumas.
Sebenarnya, pada 6 Oktober 1945, Presiden Soekarno telah mengangkat Suprijadi, tokoh pemberontakan PETA di Blitar, Jawa Timur menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan pemimpin tertinggi TKR. Namun Suprijadi tak pernah muncul sampai awal November 1945. Karena itu, pada 12 November 1945 Letjen Oerip Soemohardjo kemudian mengadakan Konferensi TKR di Yogyakarta. Hasil konferensi itu ditindaklanjuti pemerintah dengan mengangkat Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR berpangkat Jenderal pada 18 Desember 1945.
3. Tentara Keselamatan Rakyat (TKR)
Pada 7 Januari 1946, Pemerintah mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Perubahan ini didasarkan Penetapan Pemerintah No 2 Tanggal 7 Januari 1946 yang bertujuan memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari perubahan nama itu, Kementerian Keamanan Rakyat juga diubah menjadi Kementerian Pertahanan.
4. Tentara Republik Indonesia (TRI)
Belum genap sebulan, tepatnya pada 26 Januari 1946, pemerintah kembali mengubah Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Perubahan yang didasarkan Penetapan Pemerintah No 4/SD Tahun 1946 ini untuk menyempurnakan organisasi tentara menurut standar militer internasional.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah membentuk Panitia Besar Penyelenggara Organisasi Tentara. Letjen Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma menjadi panitianya. Panitia ini menghasilkan rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan TKR ke TRI, kedudukan laskar dan barisan, dan badan perjuangan rakyat.
Pada 25 Mei 1946, Presiden melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Pada upacara pelantikan tersebut Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.
5. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Meski telah dibentuk TRI, banyak bermunculan laskar perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Namun terkadang terjadi kesalahpahaman antara TRI dan badan perjuangan rakyat tersebut.
Untuk mengatasi persoalan itu, pada 15 Mei 1947, pemerintah menetapkan penyatuan TRI dan badan/laskar perjuangan rakyat menjadi satu organisasi tentara. Presiden Soekarno kemudian mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui Keputusan Presiden (Keppres) tertanggal 3 Juni 1947 yang dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No 24.
Presiden Soekarno lalu menetapkan susunan organisasi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman diangkat menjadi Kepala Pucuk Pimpinan TNI. Anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono.
Dalam ketetapan itu, semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.
6. Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI)
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL.
Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
7. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
Pada 1962 dilakukan penyatuan Angkatan Perang dengan Kepolisian Negara. Organisasi ini diberi nama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan satu komando ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya dan menjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu.
8. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Tumbangnya rezim Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto berpengaruh kepada keberadaan ABRI. Pemerintah awal di era Reformasi resmi memisahkan TNI dan Polri pada 1 April 1999. Masing-masing menjadi institusi yang berdiri sendiri. Nama ABRI dikembalikan menjadi TNI. Hingga saat ini, di usia 77 tahun, TNI semakin kuat dan menjadi kekuatan militer yang dihormati di dunia.
Itulah sejarah singkat mengapa 5 Oktober diperingati sebagai Hari Jadi TNI.
(abd)