Mobilisasi Parsial dan Referendum oleh Rusia, Babak Baru Perang Rusia-Ukraina

Minggu, 25 September 2022 - 13:25 WIB
loading...
Mobilisasi Parsial dan Referendum oleh Rusia, Babak Baru Perang Rusia-Ukraina
Revy Marlina MA, Dosen Hubungan Internasional di LSPR Jakarta, Pengamat Kebijakan Luar Negeri Rusia dan Resolusi Konflik di Post-Soviet Space. Foto: Dok SINDOnews
A A A
Revy Marlina MA
Dosen Hubungan Internasional di LSPR Jakarta, Pengamat Kebijakan Luar Negeri Rusia dan Resolusi Konflik di Post-Soviet Space

PENGUMUMAN oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Rabu (21/9/2022), membuka babak baru perang Rusia-Ukraina. Dua poin penting mengenai pengumuman ini adalah 1) Mobilisasi parsial angkatan bersenjatan Rusia yang rencananya akan menambahkan sekitar 300.000 personil dalam perang melawan Ukraina. 2) Vladimir Putin juga akan mendorong referendum yang dimulai kemarin, pada Jumat (23/9/2022) hingga Selasa (27/9/2022) di
empat wilayah, yakni: Luhansk, Donetsk, Zaporizhzha, dan Kherson.

Satu pertanyaan dalam referendum ini adalah: Apakah anda bersedia untuk bergabung dengan federasi Rusia? Pemerintah Ukraina menyatakan bahwa mobilisasi parsial dilakukan dikarenakan kekalahan Rusia di sebelah timur.

Ukraina mengatakan telah merebut kembali 6.000 km persegi (2.317 mil persegi) wilayah dari Rusia di awal bulan ini, ketika memaksa unit Rusia kembali di wilayah Kharkiv. Namun, Sergei Markov, mantan penasihat dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, menyatakan bahwa penambahan pasukan dilakukan sebab jumlah tentara Rusia saat ini dua kali lebih kecil dari jumlah tentara Ukraina.
Baca juga: NATO dan EU: Sejauh Apa Bantuan Mereka terhadap Ukraina?

Hal ini menjadi paradoksial, karena Rusia memiliki jumlah populasi lebih besar dari Ukraina. Terlebih negara Rusia dalam keadaan damai tidak memiliki jumlah tentara yang sama dengan Ukraina dalam keadaan kondisi darurat militer.

Maka itu, Rusia mengubah strategi untuk menyeimbangkan kekuatan militer dengan Ukraina dengan melakukan mobilisasi parsial. Pengumuman yang dilakukan oleh Putin mengenai mobilisasi parsial menimbulkan kerusuhan di dalam negeri.

Sebab tidak hanya angkatan bersenjata yang diminta untuk terjun ke medan perang, namun juga rakyat biasa, seperti mahasiswa yang mendapat panggilan untuk bergabung dalam mobilisasi parsial ini. Alhasil, terjadi bentrokkan di berbagai kota besar di Rusia, seperti Moscow dan St. Petersbug.

Sebagian besar masyarakat melarikan diri dari Rusia ke negara-negara bebas visa. Istanbul, Turki dan Yerevan, Armenia menjadi dua tujuan teratas sebagai tempat tujuan melarikan diri.

Referendum yang dilakukan di empat wilayah, yakni: Luhansk, Donetsk, Zaporizhzha, dan Kherson, mengingatkan kita akan referendum yang dilakukan oleh Rusia delapan tahun lalu, di Krimea pada 2014.

Sama halnya dengan yang terjadi di Krimea, pelaksanaan referendum yang dilakukan di keempat wilayah ini, mengundang reaksi yang sama bagi negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa. Mereka mengecam apa yang dilakukan oleh Rusia, sebab hal ini ilegal, tidak sah dan melanggar prinsip integritas teritorial negara di mata hukum internasional. Walau, Moscow masih dengan landasan bahwa referendum dilakukan untuk melindungi penutur bahasa Rusia di wilayah-wilayah ini akibat penindasan yang dilakukan oleh pemerintah Ukraina.

Lalu apa tujuan Putin melakukan referendum ini? Jika dilihat wilayah dilakukannya referendum berada di timur Ukraina. Empat wilayah ini, Luhansk, Donetsk, Zaporizhzha, dan Kherson memiliki akses ke Laut Azov, selain Krimea yang secara ilegal dianeksasi Rusia pada 2014 lalu.

Laut Azov merupakan perairan dangkal yang secara strategis begitu penting bagi Rusia selama ribuan tahun dan menjadi signifikan karena terdapat alasan geopolitik di dalamnya. Melalui selat Kerch, Laut Azov terhubung dengan Laut Hitam, dan melalui Kanal Volga-Don Laut Azov dapat terhubung ke Laut Kaspia.

Berikut beberapa alasan geopolitik akan pentingnya Laut Azov. Pertama dan yang terpenting, Laut Azov sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi dan militer Ukraina. Mariupol, kota terbesar kesepuluh di Ukraina dan salah satu pelabuhan perdagangan terpenting di negara itu, terletak di sepanjang pantai.

Mariupol juga dekat dengan garis depan konflik Donbas. Jika Rusia dapat mengontrol wilayah ini, otomatis akan melemahkan Ukraina dari sisi ekonomi dan militer. Kedua, Laut Azov dan Selat Kerch berperan dalam menghubungkan daratan Rusia dengan Krimea yang telah dianekesasi Rusia pada 2014.

Secara geografis Krimea terletak di selatan Ukraina. Krimea menjadi penting bagi Rusia karena bertindak sebagai basis operasi selatan untuk invasi Moskow ke Ukraina pada Februari 2022 silam. Ibukotanya, Sevastopol, adalah rumah bagi pelabuhan vital yang menghubungkan Moskow ke Mediterania dan berfungsi sebagai markas Armada Laut Hitam Rusia. Ketiga, ketika Rusia dapat mendominasi Laut Azov, ke depannya akan mempermudah Rusia untuk memproyeksikan kekuatan militernya ke dunia luar.

Melalui Kanal Volga-Don yang dapat menghubungkan Laut Azov ke Laut Kaspia dan sebaliknya, membuat Rusia dapat leluasa mengarahkan kekuatan militernya jika terdapat konflik yang timbul di kemudian hari. Hal tersebut menjadi penting, karena terdapat tiga negara yang dulunya merupakan bagian dari Uni Soviet, berbatasan langsung dengan Laut Kaspia, yakni Azerbaijan, Kazakhastan, dan Turkmenistan. Rusia tentu saja ingin terus tetap mengontrol wilayah ini untuk menunjukkan bahwa Rusia masih tetap memiliki pengaruh di wilayah ini.

Lantas, apa yang ingin dilakukan oleh Ukraina? Ukraina tentu saja ingin merebut kembali wilayah-wilayah yang telah direbut oleh Rusia. Tidak hanya wilayah-wilayah yang direbut pada invasi militer oleh Rusia pada tahun 2022, namun juga Krimea yang telah dianeksasi oleh Rusia pada 2014 lalu.

Dengan bantuan barat, yakni Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Uni Eropa mereka bersatu untuk membantu Ukraina dari segi militer melawan Rusia. Terlebih dalam waktu dekat kecil kemungkinan dilakukannya diplomasi untuk mengakhiri konflik Rusia dan Ukraina.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2672 seconds (0.1#10.140)