Mengenal Resimen Cakrabirawa, Pelindung Presiden yang Terlibat G30S/PKI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Cakrabirawa, resimen yang dibentuk Presiden Ir. Soekarno untuk melindungi dari berbagai ancaman atau teror. Sebab, pasca kemerdekaan marak terjadi gerakan separatis di berbagai wilayah oleh beberapa golongan masyarakat yang tidak setuju terhadap keputusan pemerintah.
Dilansir dari repository.unair.ac.id, beberapa gerakan percobaan pembunuhan bahkan sempat ditujukan untuk sang presiden. Puncaknya pada peristiwa penembakan disaat Hari Raya Idul Adha 14 Mei 1962 di halaman Istana Negara.
Baca juga : Bang Pi'ie Jawara Senen yang Menolak Diangkat Menjadi Komandan Cakrabirawa
Peristiwa inilah yang melatar belakangi terbentuknya Resimen Cakrabirawa. Sebelumnya tugas pengawal presiden ini dipercayakan pada Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang beranggotakan satuan-satuan kecil dari Kepolisian dan DPC (Detasemen Pengawal Chusus).
Resimen Cakrabirawa mulai terbentuk pada 6 Juni 1962 berdasar Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia No. 211/ Plt/ 1962.
Anggotanya terdiri dari semua unsur ABRI meliputi Angkatan Darat, Udara, dan Laut, serta Kepolisian. Proses seleksi juga dilakukan dengan ketat mulai dari tes tulis, fisik hingga mental.
Kolonel Sabur saat itu ditunjuk sebagai Komandan Resimen Cakrabirawa. Resimen ini kemudian dibagi menjadi 3 bagian diantaranya :
1. Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil
2. Detasemen Pengawal Chusus (DPC) dipimpin oleh Letnan Kolonel CPM Djokosuyatno
3. Batalyon Kawal Kehormatan yang terdiri dari 4 Batalyon yaitu :
- Batalyon I KK (Angkatan Darat) dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung
- Batalyon II KK (Angkatan Laut) dipimpin oleh dipimpin oleh Letnan Kolonel Saminu
- Batalyon III KK (Angkatan Udara) dipimpin oleh dipimpin oleh Letnan Kolonel Sutoro
- Batalyon II KK (Kepolisian) dipimpin oleh dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi M. Satoto
Baca juga : Kisah Jenderal Benny Moerdani Hentikan Baku Hantam Pasukan RPKAD dengan Cakrabirawa
Setelah pembentukan Resimen Cakrabirawa, berbagai ancaman dan teror mampu ditumpas habis. Sehingga tidak ada lagi ancaman pembunuhan pada presiden.
Pasca kejadian pemberontakan G-30S/PKI pada 30 September 1965 tugas berat berada di pundak Resimen Pengawal Presiden ini.
Sempat berdengung kabar bahwa Batalyon I KK, yang beranggotakan personil dari Angkatan Darat, terlibat dan ikut serta dalam kudeta dan penculikan atas beberapa Jenderal.
Buntut dari hal tersebut membuat pengamanan Istana Merdeka dan Istana Negara diserahkan dari Batalyon I KK kepada Batalyon II KK.
Nama Resimen Cakrabirawa telah tercoreng karena aksi penculikan Jenderal yang didalangi oleh Letkol Untung dan Lettu Dul Arif pada masa G30S/PKI.
Hal inilah yang membuat Resimen Cakrabirawa dibubarkan pada 28 Maret 1966 yang juga tercantum dalam Surat Perintah II Maret 1966 atau biasa disebut dengan Supersemar.
Tanggungjawab pengawalan presiden ini akhirnya diberikan pada Polisi Militer Angkatan Darat atau Satgas Pomad. Selanjutnya pada masa pemerintahan Soeharto, Satgas Pomad diganti dengan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Dilansir dari repository.unair.ac.id, beberapa gerakan percobaan pembunuhan bahkan sempat ditujukan untuk sang presiden. Puncaknya pada peristiwa penembakan disaat Hari Raya Idul Adha 14 Mei 1962 di halaman Istana Negara.
Baca juga : Bang Pi'ie Jawara Senen yang Menolak Diangkat Menjadi Komandan Cakrabirawa
Peristiwa inilah yang melatar belakangi terbentuknya Resimen Cakrabirawa. Sebelumnya tugas pengawal presiden ini dipercayakan pada Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang beranggotakan satuan-satuan kecil dari Kepolisian dan DPC (Detasemen Pengawal Chusus).
Resimen Cakrabirawa mulai terbentuk pada 6 Juni 1962 berdasar Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia No. 211/ Plt/ 1962.
Anggotanya terdiri dari semua unsur ABRI meliputi Angkatan Darat, Udara, dan Laut, serta Kepolisian. Proses seleksi juga dilakukan dengan ketat mulai dari tes tulis, fisik hingga mental.
Kolonel Sabur saat itu ditunjuk sebagai Komandan Resimen Cakrabirawa. Resimen ini kemudian dibagi menjadi 3 bagian diantaranya :
1. Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil
2. Detasemen Pengawal Chusus (DPC) dipimpin oleh Letnan Kolonel CPM Djokosuyatno
3. Batalyon Kawal Kehormatan yang terdiri dari 4 Batalyon yaitu :
- Batalyon I KK (Angkatan Darat) dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung
- Batalyon II KK (Angkatan Laut) dipimpin oleh dipimpin oleh Letnan Kolonel Saminu
- Batalyon III KK (Angkatan Udara) dipimpin oleh dipimpin oleh Letnan Kolonel Sutoro
- Batalyon II KK (Kepolisian) dipimpin oleh dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi M. Satoto
Baca juga : Kisah Jenderal Benny Moerdani Hentikan Baku Hantam Pasukan RPKAD dengan Cakrabirawa
Setelah pembentukan Resimen Cakrabirawa, berbagai ancaman dan teror mampu ditumpas habis. Sehingga tidak ada lagi ancaman pembunuhan pada presiden.
Pasca kejadian pemberontakan G-30S/PKI pada 30 September 1965 tugas berat berada di pundak Resimen Pengawal Presiden ini.
Sempat berdengung kabar bahwa Batalyon I KK, yang beranggotakan personil dari Angkatan Darat, terlibat dan ikut serta dalam kudeta dan penculikan atas beberapa Jenderal.
Buntut dari hal tersebut membuat pengamanan Istana Merdeka dan Istana Negara diserahkan dari Batalyon I KK kepada Batalyon II KK.
Nama Resimen Cakrabirawa telah tercoreng karena aksi penculikan Jenderal yang didalangi oleh Letkol Untung dan Lettu Dul Arif pada masa G30S/PKI.
Hal inilah yang membuat Resimen Cakrabirawa dibubarkan pada 28 Maret 1966 yang juga tercantum dalam Surat Perintah II Maret 1966 atau biasa disebut dengan Supersemar.
Tanggungjawab pengawalan presiden ini akhirnya diberikan pada Polisi Militer Angkatan Darat atau Satgas Pomad. Selanjutnya pada masa pemerintahan Soeharto, Satgas Pomad diganti dengan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
(bim)