KIB Perlu Antisipasi Potensi Dampak Gejolak Kisruh PPP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah mengesahkan Muhammad Mardiono sebagai pelaksana tugas (Plt) ketua umum PPP menggantikan Suharso Monoarfa. Meski demikian, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tetap perlu mengantisipasi potensi gejolak di internal partai berlambang kakbah tersebut.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) A Khoirul Umam. Meyakini polemik di tubuh PPP akan berdampak pada kesolidan KIB. Karenanya, ia menyarankan Partai Golkar dan PAN untuk mewaspadai dampak dari pergantian pucuk pimpinan di PPP tersebut.
Umam menduga ada indikasi kontrol kekuasaan politik dalam pergantian tersebut. Indikasi itu terlihat dari cepatnya SK Kemenkumham diterbitkan, yaitu hanya 5 hari.
"Dengan demikian, polemik 'amplop Kiai' bukanlah trigger utama, melainkan hanya momentum percepatan yang tepat untuk mendepak Suharso dari posisi Ketum PPP. Situasi ini menjadi peringatan serius bagi rapuhnya soliditas KIB. Prediksi KIB akan layu sebelum berkembang seolah akhirnya terkonfirmasi," kata Umam kepada wartawan dikutip Selasa (13/9/2022).
"Bahkan, sejumlah informasi spekulatif mengabarkan bahwa operasi politik pendongkelan pimpinan partai KIB yang lain, belakangan ini juga kian menyeruak. Salah satu partai yang patut mengantisipasi ini adalah Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto," sambungnya.
Analisis Umam itu diperkuat dengan fakta bahwa Suharso Monoarfa dan Mardiono sama-sama berada di dalam struktur pemerintahan. Suharso adalah Menteri Bappenas sedangkan Mardiono menjadi anggota Wantimpres.
Ia menduga, kemungkinan adanya kekuatan politik yang tampaknya terhalang oleh keputusan politik Suharso yang memilih bergabung dengan KIB.
"Besar kemungkinan hal ini terkait dengan keputusan PPP ikut membentuk sekoci politik bernama KIB yang dikabarkan dipersiapkan untuk nama tokoh potensial yang tidak direstui partai asalnya," jelas Umam.
Menurut Umam, meski Mardiono disebut sebagai juru runding utama PPP pada KIB, hal itu tidak menjamin sepenuhnya ketetapan pilihan politik PPP. Kepemimpinan baru PPP diprediksi akan menempuh jalan yang bisa jadi berbeda dengan saat ini.
"Karena itu, meski Plt Ketum PPP Mardiono merupakan juru runding terdepan PPP di KIB, namun mencermati dinamika politik pasca-pemberhentian Suharso ini, kemungkinan besar akan ada koreksi total terhadap pilihan koalisi PPP," terang Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina Jakarta itu.
Umam menambahkan, pilihan PPP untuk mendukung capres-cawapres pada Pilpres 2024 juga akan mempengaruhi eksistensi PPP ke depan. Karena bagaimanapun, PPP memiliki basis pemilih Islam dan jaringan pesantren.
"Problemnya, jika pasangan capres-cawapres yang diusung nantinya ternyata tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter politik Islam yang mengakar di basis pemilih loyal PPP dan jaringan pesantren tempatnya bernaung, maka hal itu bisa membahayakan keberlangsungan eksistensi PPP ke depan. Jadi, dibutuhkan kerja keras, karena jika PPP kehilangan satu atau dua saja kursi di DPR, maka Pemilu 2024 akan menjadi Pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elit partai Senayan," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) A Khoirul Umam. Meyakini polemik di tubuh PPP akan berdampak pada kesolidan KIB. Karenanya, ia menyarankan Partai Golkar dan PAN untuk mewaspadai dampak dari pergantian pucuk pimpinan di PPP tersebut.
Umam menduga ada indikasi kontrol kekuasaan politik dalam pergantian tersebut. Indikasi itu terlihat dari cepatnya SK Kemenkumham diterbitkan, yaitu hanya 5 hari.
"Dengan demikian, polemik 'amplop Kiai' bukanlah trigger utama, melainkan hanya momentum percepatan yang tepat untuk mendepak Suharso dari posisi Ketum PPP. Situasi ini menjadi peringatan serius bagi rapuhnya soliditas KIB. Prediksi KIB akan layu sebelum berkembang seolah akhirnya terkonfirmasi," kata Umam kepada wartawan dikutip Selasa (13/9/2022).
"Bahkan, sejumlah informasi spekulatif mengabarkan bahwa operasi politik pendongkelan pimpinan partai KIB yang lain, belakangan ini juga kian menyeruak. Salah satu partai yang patut mengantisipasi ini adalah Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto," sambungnya.
Analisis Umam itu diperkuat dengan fakta bahwa Suharso Monoarfa dan Mardiono sama-sama berada di dalam struktur pemerintahan. Suharso adalah Menteri Bappenas sedangkan Mardiono menjadi anggota Wantimpres.
Ia menduga, kemungkinan adanya kekuatan politik yang tampaknya terhalang oleh keputusan politik Suharso yang memilih bergabung dengan KIB.
"Besar kemungkinan hal ini terkait dengan keputusan PPP ikut membentuk sekoci politik bernama KIB yang dikabarkan dipersiapkan untuk nama tokoh potensial yang tidak direstui partai asalnya," jelas Umam.
Menurut Umam, meski Mardiono disebut sebagai juru runding utama PPP pada KIB, hal itu tidak menjamin sepenuhnya ketetapan pilihan politik PPP. Kepemimpinan baru PPP diprediksi akan menempuh jalan yang bisa jadi berbeda dengan saat ini.
"Karena itu, meski Plt Ketum PPP Mardiono merupakan juru runding terdepan PPP di KIB, namun mencermati dinamika politik pasca-pemberhentian Suharso ini, kemungkinan besar akan ada koreksi total terhadap pilihan koalisi PPP," terang Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina Jakarta itu.
Umam menambahkan, pilihan PPP untuk mendukung capres-cawapres pada Pilpres 2024 juga akan mempengaruhi eksistensi PPP ke depan. Karena bagaimanapun, PPP memiliki basis pemilih Islam dan jaringan pesantren.
"Problemnya, jika pasangan capres-cawapres yang diusung nantinya ternyata tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter politik Islam yang mengakar di basis pemilih loyal PPP dan jaringan pesantren tempatnya bernaung, maka hal itu bisa membahayakan keberlangsungan eksistensi PPP ke depan. Jadi, dibutuhkan kerja keras, karena jika PPP kehilangan satu atau dua saja kursi di DPR, maka Pemilu 2024 akan menjadi Pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elit partai Senayan," pungkasnya.
(muh)