Peradi Dorong Masyarakat Pemilik Hak Cipta dan Merek Lakukan Rekordasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Advokat Indonesia ( Peradi ) mendorong masyarakat yang memiliki merek dan hak cipta untuk melakukan rekordasi. Hal ini untuk mencegah peredaran barang palsu.
Hal itu terungkap dalam webinar soal Hak Kekayaan Atas Intelektual (HAKI) dan pentingnya rekordasi yang diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi dan DPC Peradi Depok.
“Webinar ini untuk mendukung dan meningkatkan pengetahuan di bidang intelektual, pentingnya peran rekordasi merek dan hak cipta pada Bea Cukai bagi pemegang HAKI,” kata Ketua DPC Peradi Depok Khairi Poloan, Kamis (25/8/2022).
Rekordasi atau perekaman merek dan hak cipta ini sangat penting untuk mencegah masuk dan keluarnya barang palsu serta peredarannya di wilayah Indonesia serta penyelesaiannya jika itu terjadi.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi Happy SP Sihombing, menyampaikan, webinar kali ini sangat berbeda dengan webinar sebelum-sebelumnya, karena berhubungan dengan HAKI. “Webinar kali ini kita padukan dengan bagaimana hak dan wewenang Bea Cukai dalam mencegah peredaran barang palsu,” ujarnya.
Webinar ini sangat penting khususnya bagi advokat untuk turut serta menyosialisasikan kepada masyarakat, khususnya pemilik merek dan hak cipta untuk melakukan rekordasi di Bea dan Cukai. “Ini untuk mencegah masuk dan keluar serta beredarnya barang palsu di Indonesia,” ucapnya.
Webinar yang dipandu oleh advokat Peradi, Lenny Nadriana, ini menghadirkan empat narasumber, yakni Direktur Merek dan Indikasi Geografi Kurniaman Telaumbanua; Kepala Kantor Bea Cukai Entikong, Ristola Nainggola; Senior Analisis pada Sub Direktorat Kejahatan Lintas Negara Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Andri Rizqia Indrawan; dan Sekretaris DPC Peradi Depok, Nadya P.G. Djayadiningrat.
Ristola mengupas soal legislasi dan peraturan teknis soal rekordasi dan kewenangan Bea Cukai. Dia meminta para advokat ikut menyosialisasikan itu karena angka peredaran produk palsu di Indonesia terbilang masih tinggi. “Hasil penelitian MIAP bahwa produk palsu yang beredar di 2020 cukup fantastis, Rp148 sekian triliun,” ujarnya.
Hal itu terungkap dalam webinar soal Hak Kekayaan Atas Intelektual (HAKI) dan pentingnya rekordasi yang diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi dan DPC Peradi Depok.
“Webinar ini untuk mendukung dan meningkatkan pengetahuan di bidang intelektual, pentingnya peran rekordasi merek dan hak cipta pada Bea Cukai bagi pemegang HAKI,” kata Ketua DPC Peradi Depok Khairi Poloan, Kamis (25/8/2022).
Rekordasi atau perekaman merek dan hak cipta ini sangat penting untuk mencegah masuk dan keluarnya barang palsu serta peredarannya di wilayah Indonesia serta penyelesaiannya jika itu terjadi.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi Happy SP Sihombing, menyampaikan, webinar kali ini sangat berbeda dengan webinar sebelum-sebelumnya, karena berhubungan dengan HAKI. “Webinar kali ini kita padukan dengan bagaimana hak dan wewenang Bea Cukai dalam mencegah peredaran barang palsu,” ujarnya.
Webinar ini sangat penting khususnya bagi advokat untuk turut serta menyosialisasikan kepada masyarakat, khususnya pemilik merek dan hak cipta untuk melakukan rekordasi di Bea dan Cukai. “Ini untuk mencegah masuk dan keluar serta beredarnya barang palsu di Indonesia,” ucapnya.
Webinar yang dipandu oleh advokat Peradi, Lenny Nadriana, ini menghadirkan empat narasumber, yakni Direktur Merek dan Indikasi Geografi Kurniaman Telaumbanua; Kepala Kantor Bea Cukai Entikong, Ristola Nainggola; Senior Analisis pada Sub Direktorat Kejahatan Lintas Negara Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Andri Rizqia Indrawan; dan Sekretaris DPC Peradi Depok, Nadya P.G. Djayadiningrat.
Ristola mengupas soal legislasi dan peraturan teknis soal rekordasi dan kewenangan Bea Cukai. Dia meminta para advokat ikut menyosialisasikan itu karena angka peredaran produk palsu di Indonesia terbilang masih tinggi. “Hasil penelitian MIAP bahwa produk palsu yang beredar di 2020 cukup fantastis, Rp148 sekian triliun,” ujarnya.