Inovasi Perbaikan Gizi

Sabtu, 20 Agustus 2022 - 15:36 WIB
loading...
Inovasi Perbaikan Gizi
Ali Khiomsan (Foto: Ist)
A A A
Ali Khomsan
Guru Besar Pangan dan Gizi IPB

KETIKA seorang anak menderita stunting, gizi kurang atau gizi buruk, sering kali ibu (perempuan) merasa paling bertanggung jawab terhadap keadaan ini. Ibu adalah orang paling dekat dalam pengasuhan balita, terutama dalam hal pola asuh makannya.

Pada keluarga-keluarga miskin apabila ibu bekerja di luar rumah, terjadi trade-off karena hilangnya kesempatan untuk mengasuh dan membesarkan anaknya secara optimal. Kita menyadari bahwa perempuan sering kali memainkan peran ganda, yakni sebagai ibu, sebagai pengatur rumah tangga, sebagai kontributor penghasilan keluarga, dan sebagai pengatur organisasi kemasyarakatan yang berdampak pada kesejahteraan sosial. Inilah yang dikenal sebagai Empat Peran Perempuan.

Untuk bisa mengembangkan caring behavior yang sehat, prasyarat yang penting adalah pendidikan ibu dan beban kerja ibu. Ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih giat mencari dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan memelihara anak. Mereka juga akan menaruh perhatian lebih besar pada konsep sehat yang harus dicapai oleh seluruh anggota keluarganya sehingga anak-anak akhirnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Upaya-upaya untuk meningkatkan pendidikan perempuan, memberi kesempatan dalam berbagai sektor pekerjaan, serta memudahkan akses mereka untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan gizi akan berdampak besar pada kualitas bangsa secara keseluruhan.

Persoalan gizi adalah fenomena kompleks. UNICEF menyebutkan bahwa kendala ekonomi atau kemiskinan merupakan hal paling mendasar yang menyebabkan anak-anak balita terpuruk akibat kurang gizi. Disertasi Adriana S (2014) di Nusa Tenggara Barat mengungkapkan kebiasaan poligami berdampak buruk bagi balita karena pola asuh menjadi tidak optimal dan ibu balita harus pontang-panting menjadi pilar ekonomi keluarga.

Presiden Joko Widodo memberikan arahan agar ada langkah-langkah luar biasa atau extra-ordinary untuk mengatasi problem gizi (stunting). Angka stunting di Indonesia ditargetkan turun menjadi 14% hingga 2024 atau turun 2,7% per tahun. Untuk itu telah ditunjuk BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) menjadi ketua pelaksana percepatan penurunan stunting.

Memang sudah seharusnya di antara banyak kementerian atau lembaga yang berkiprah dalam pencegahan dan penanggulangan stunting, ada satu yang bertanggung jawab sebagai ketua pelaksana sehingga memudahkan Presiden untuk meminta pertanggungjawaban bila terjadi kegagalan mengatasi problem gizi ini.

Pemetaan stunting sudah sangat detil dan jelas. Penderita stunting sudah dideteksi by name by address sehingga data yang ada dapat dijadikan dasar untuk membuat langkah-langkah konkret untuk penanganannya. Presiden Jokowi meminta alokasi anggaran yang selama ini tersebar di 20 kementerian atau lembaga difokuskan pada kementerian yang memang memiliki kepanjangan tangan langsung ke bawah.

Salah satu inovasi BKKBN adalah Program Dashat (Dapur Sehat Atasi Stunting). BKKBN meluncurkan Dashat di Auditroium Pemerintah Kabupaten Bogor pada 20 Agustus 2021. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya percepatan penurunan angka prevalensi stunting. Dashat berlokasi di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) dan menjadi pusat gizi serta pelayanan pada anak stunting. BKKBN bersama para ahli gizi telah menyusun menu sehat untuk Dashat dengan konsep pemanfaatan produk pangan lokal.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2279 seconds (0.1#10.140)