Kisah Cinta Jenderal Polisi yang Tak Pernah Menyakiti Hati Sang Istri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Adang Daradjatun dan Nunun Nurbaetie muda tak dapat menyembunyikan getar-getar di dada. Meski masing-masing telah memiliki tambatan hati, tapi keduanya merasa telah saling jatuh cinta pada pandangan pertama.
Perjumpaan perdana Komjen Pol (Purn) Adang Daradjatun dan Nunun Nurbaetie tak sengaja. Adang yang sedang menjalani pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi, Jawa Barat, berkunjung ke rumah teman karibnya yang ternyata adalah sepupu Nunun. Keduanya kemudian berkenalan.
"Pada pandangan pertama, kita saling menaruh perhatian walaupun kami belum tahu bisa menjalin hingga jangka panjang, bahkan membangun sebuah keluarga," tutur Nunun dalam tulisan berjudul Asmara Tanpa Kata pada Pandangan Pertama dalam buku Love Story Kisah Cinta Tokoh-Tokoh Terkemuka yang diterbitkan Harian Seputar Indonesia pada 2009, dikutip, Minggu (14/8/2022).
Pertemuan demi pertemuan semakin menebalkan rasa cinta, hingga keduanya tak mampu lagi menyembunyikannya. Keduanya pun menjadi sepasang kekasih meski kata cinta tak terucap dari bibir Adang Daradjatun. Nunun paham bahwa pujaan hatinya bukanlah tipe yang mudah menyatakan perasaan kepada pasangan, tapi cinta itu diwujudkan dalam bentukan perhatian yang luar biasa.
"Saya rasa itu anugerah dari Allah. Ternyata dia dilahirkan untuk saya dan saya pun dilahirkan untuk dia," ucap Nunun.
Di saat cinta sedang tumbuh bersemi, Adang dan Nunun harus ikhlas menjalani hubungan jarak jauh. Nunun yang merupakan perempuan kelahiran Sukabumi, 28 September 1951, harus melanjutkan sekolah di Jakarta. Sementara Adang tetap berada di Sukabumi untuk menyelesaikan pendidikan Taruna Kepolisian.
Untuk menyiasatinya, Nunun rela pulang sepekan sekali ke Sukabumi. Selain bertemu orang tua dan keluarga, kepulangan Nunun juga untuk melepas rindu dengan sang kekasih, Adang Daradjatun.
Namun seminggu sekali tidak cukup untuk meredam rindu yang membara. Hampir setiap hari keduanya saling berkirim surat. Kehadiran surat-surat itu menjadi penghibur hati yang sepi.
"Surat saya panjang dan puitis. Tapi, kalau Bapak, balasannya biasa saja. Lebih banyak nasihat," tutur Nunun.
Cemburu yang disebut sebagai bumbu sebuah percintaan juga dialami oleh pasangan Adang dan Nunun. Namun jika biasanya wanita yang cemburuan, tapi malah Adang Daradjatun yang kelak menjadi Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) ini yang kerap menunjukkannya.
Latar belakang keluarga yang berbeda juga membuat keduanya hanya memiliki sedikit persamaan. Adang berasal dari keluarga bangsawan dan pejabat, sedangkan Nunun dari keluarga pedagang. Namun banyaknya perbedaan itu malah membuat hubungan keduanya semakin erat. Dalam perbedaan itu, Adang dan Nunun bisa merasakan ketergantungan dan saling membutuhkan.
Setelah tiga tahun penjajakan, Adang dan Nunun akhirnya memutuskan untuk membina rumah tangga. Keduanya menikah pada 1972 di Sukabumi dengan pesta adat Sunda. Adang dan Nunun menghabiskan bulan madu di perkebunan di daerah Pelabuhan Ratu.
"Di sana kita naik kuda dan menikmati pemandangan alam. Rasanya sangat bahagia dan menyenangkan," tutur Nunun.
Meski sudah berumah tangga, lulusan AKABRI tahun 1971 itu tak kemudian mengumbar kata-kata cinta kepada Nunun. Dia hanya menyatakan ketika di tempat-tempat istimewa yang tidak banyak orang. Hal itu tidak membuat Nunun kecewa. Ia melihat bahwa hal itu adalah bagian dari tanggung jawab dengan kedudukan yang diemban suaminya.
"Saya melihat lebih dari ucapan cinta. Saya tidak akan dapat lagi orang seperti bapak," katanya.
"Suami saya sampai saat ini tidak pernah melakukan hal-hal yang menyakiti hati saya," kata Nunun sambil melihat foto suaminya yang terpajang di ruang tamunya.
Perjumpaan perdana Komjen Pol (Purn) Adang Daradjatun dan Nunun Nurbaetie tak sengaja. Adang yang sedang menjalani pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi, Jawa Barat, berkunjung ke rumah teman karibnya yang ternyata adalah sepupu Nunun. Keduanya kemudian berkenalan.
"Pada pandangan pertama, kita saling menaruh perhatian walaupun kami belum tahu bisa menjalin hingga jangka panjang, bahkan membangun sebuah keluarga," tutur Nunun dalam tulisan berjudul Asmara Tanpa Kata pada Pandangan Pertama dalam buku Love Story Kisah Cinta Tokoh-Tokoh Terkemuka yang diterbitkan Harian Seputar Indonesia pada 2009, dikutip, Minggu (14/8/2022).
Pertemuan demi pertemuan semakin menebalkan rasa cinta, hingga keduanya tak mampu lagi menyembunyikannya. Keduanya pun menjadi sepasang kekasih meski kata cinta tak terucap dari bibir Adang Daradjatun. Nunun paham bahwa pujaan hatinya bukanlah tipe yang mudah menyatakan perasaan kepada pasangan, tapi cinta itu diwujudkan dalam bentukan perhatian yang luar biasa.
"Saya rasa itu anugerah dari Allah. Ternyata dia dilahirkan untuk saya dan saya pun dilahirkan untuk dia," ucap Nunun.
Di saat cinta sedang tumbuh bersemi, Adang dan Nunun harus ikhlas menjalani hubungan jarak jauh. Nunun yang merupakan perempuan kelahiran Sukabumi, 28 September 1951, harus melanjutkan sekolah di Jakarta. Sementara Adang tetap berada di Sukabumi untuk menyelesaikan pendidikan Taruna Kepolisian.
Untuk menyiasatinya, Nunun rela pulang sepekan sekali ke Sukabumi. Selain bertemu orang tua dan keluarga, kepulangan Nunun juga untuk melepas rindu dengan sang kekasih, Adang Daradjatun.
Namun seminggu sekali tidak cukup untuk meredam rindu yang membara. Hampir setiap hari keduanya saling berkirim surat. Kehadiran surat-surat itu menjadi penghibur hati yang sepi.
"Surat saya panjang dan puitis. Tapi, kalau Bapak, balasannya biasa saja. Lebih banyak nasihat," tutur Nunun.
Cemburu yang disebut sebagai bumbu sebuah percintaan juga dialami oleh pasangan Adang dan Nunun. Namun jika biasanya wanita yang cemburuan, tapi malah Adang Daradjatun yang kelak menjadi Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) ini yang kerap menunjukkannya.
Latar belakang keluarga yang berbeda juga membuat keduanya hanya memiliki sedikit persamaan. Adang berasal dari keluarga bangsawan dan pejabat, sedangkan Nunun dari keluarga pedagang. Namun banyaknya perbedaan itu malah membuat hubungan keduanya semakin erat. Dalam perbedaan itu, Adang dan Nunun bisa merasakan ketergantungan dan saling membutuhkan.
Setelah tiga tahun penjajakan, Adang dan Nunun akhirnya memutuskan untuk membina rumah tangga. Keduanya menikah pada 1972 di Sukabumi dengan pesta adat Sunda. Adang dan Nunun menghabiskan bulan madu di perkebunan di daerah Pelabuhan Ratu.
"Di sana kita naik kuda dan menikmati pemandangan alam. Rasanya sangat bahagia dan menyenangkan," tutur Nunun.
Meski sudah berumah tangga, lulusan AKABRI tahun 1971 itu tak kemudian mengumbar kata-kata cinta kepada Nunun. Dia hanya menyatakan ketika di tempat-tempat istimewa yang tidak banyak orang. Hal itu tidak membuat Nunun kecewa. Ia melihat bahwa hal itu adalah bagian dari tanggung jawab dengan kedudukan yang diemban suaminya.
"Saya melihat lebih dari ucapan cinta. Saya tidak akan dapat lagi orang seperti bapak," katanya.
"Suami saya sampai saat ini tidak pernah melakukan hal-hal yang menyakiti hati saya," kata Nunun sambil melihat foto suaminya yang terpajang di ruang tamunya.
(abd)