Mengenal Adisucipto, Anak Penilik Sekolah yang Jadi Pelopor TNI AU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nama Adisucipto melekat sebagai tokoh besar TNI AU . Pria bernama lengkap Agustinus Adisutjipto (ejaan baru: Adisucipto) ini lahir di Salatiga, 4 Juli 1916 dan akrab dengan sapaan Tjip.
Melansir laman resmi TNI AU, ayah Tjip adalah Roewidodarmo yang merupakan seorang pensiunan Penilik Sekolah di wilayah Salatiga. Keluarga Tjip merupakan keluarga Katolik yang sangat taat.
Adisucipto menempuh pendidikan menengah di MULO (setara SMP) dan sangat ingin mengikuti tes penerimaan siswa baru di Sekolah Penerbangan Kalijati. Namun, keinginannya itu terbentur restu sang ayah yang justru menginginkan Tjip untuk mengenyam pendidikan di AMS (setingkat dengan SMA) bagian B, Semarang.
Usai lulus, lagi-lagi ia meminta agar diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah militer Breda. Sayangnya, Roewidodarmo tidak juga mengizinkan dan justru menyuruh putranya itu untuk sekolah kedokteran di Jakarta.
Meskipun Tjip menuruti perkataan ayahnya dengan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, namun ia tetap mencuri kesempatan untuk mengikuti tes penerimaan di Sekolah Pendidikan Penerbangan Militer, Kalijati. Lolos dengan hasil sangat baik, Tjip pun diizinkan untuk melanjutkan sekolah penerbangannya itu oleh sang ayah. Tjip diterima sebagai kadet penerbang dan terkenal sebagai siswa cerdas serta aktif.
Saat revolusi terjadi usai kemerdekaan, Tjip pindah ke Yogyakarta. Di kota tersebut berdiri TKR Bagian Penerbangan di Markas Tertinggi TKR yang bertugas membangun serta menyusun penerbangan milter. Bagian ini jugalah yang menjadi perintis adanya penerbangan sipil.
Baca juga: Hari Bakti TNI AU Diperingati 29 Juli, Begini Sejarahnya
Kala itu, Komodor Udara R Soejardi Soerjadarma diutus menjadi kepala. Ia kemudian memanggil Tjip agar dapat membantu untuk menyusun kekuatan udara. Tjip lantas diangkat menjadi Komodor Muda Udara dan diberikan tugas di bidang pendidikan.
Mengutip laman TNI AU, Tjip diberikan perintah untuk menjadi pimpinan kesatuan operasi yang berbasis di Maguwo. Karena itu, ia disebut pula sebagai perintis utama pendidikan penerbangan di Indonesia.
Tjip gugur di usianya ke-31 tahun. Pesawat Dakota VT-CLA yang ditumpanginya dan membawa bantuan berupa obat-obatan dari Palang Merah Malaya ditembak oleh tentara Belanda hingga akhirnya terjatuh. Pesawat menabrak pohon hingga patah menjadi dua bagian dan terbakar.
Peristiwa memilukan yang terjadi pada 29 Juli 1947 itu kemudian menjadi salah satu faktor terciptanya Hari Berkabung AURI. Nama itu berganti nama menjadi Hari Bakti TNI AU pada 29 Juli 1962.
Melansir laman resmi TNI AU, ayah Tjip adalah Roewidodarmo yang merupakan seorang pensiunan Penilik Sekolah di wilayah Salatiga. Keluarga Tjip merupakan keluarga Katolik yang sangat taat.
Adisucipto menempuh pendidikan menengah di MULO (setara SMP) dan sangat ingin mengikuti tes penerimaan siswa baru di Sekolah Penerbangan Kalijati. Namun, keinginannya itu terbentur restu sang ayah yang justru menginginkan Tjip untuk mengenyam pendidikan di AMS (setingkat dengan SMA) bagian B, Semarang.
Usai lulus, lagi-lagi ia meminta agar diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah militer Breda. Sayangnya, Roewidodarmo tidak juga mengizinkan dan justru menyuruh putranya itu untuk sekolah kedokteran di Jakarta.
Meskipun Tjip menuruti perkataan ayahnya dengan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, namun ia tetap mencuri kesempatan untuk mengikuti tes penerimaan di Sekolah Pendidikan Penerbangan Militer, Kalijati. Lolos dengan hasil sangat baik, Tjip pun diizinkan untuk melanjutkan sekolah penerbangannya itu oleh sang ayah. Tjip diterima sebagai kadet penerbang dan terkenal sebagai siswa cerdas serta aktif.
Saat revolusi terjadi usai kemerdekaan, Tjip pindah ke Yogyakarta. Di kota tersebut berdiri TKR Bagian Penerbangan di Markas Tertinggi TKR yang bertugas membangun serta menyusun penerbangan milter. Bagian ini jugalah yang menjadi perintis adanya penerbangan sipil.
Baca juga: Hari Bakti TNI AU Diperingati 29 Juli, Begini Sejarahnya
Kala itu, Komodor Udara R Soejardi Soerjadarma diutus menjadi kepala. Ia kemudian memanggil Tjip agar dapat membantu untuk menyusun kekuatan udara. Tjip lantas diangkat menjadi Komodor Muda Udara dan diberikan tugas di bidang pendidikan.
Mengutip laman TNI AU, Tjip diberikan perintah untuk menjadi pimpinan kesatuan operasi yang berbasis di Maguwo. Karena itu, ia disebut pula sebagai perintis utama pendidikan penerbangan di Indonesia.
Tjip gugur di usianya ke-31 tahun. Pesawat Dakota VT-CLA yang ditumpanginya dan membawa bantuan berupa obat-obatan dari Palang Merah Malaya ditembak oleh tentara Belanda hingga akhirnya terjatuh. Pesawat menabrak pohon hingga patah menjadi dua bagian dan terbakar.
Peristiwa memilukan yang terjadi pada 29 Juli 1947 itu kemudian menjadi salah satu faktor terciptanya Hari Berkabung AURI. Nama itu berganti nama menjadi Hari Bakti TNI AU pada 29 Juli 1962.
(abd)