Kudatuli, Sejarah Politik yang Turut Berperan Menggembleng Puan Maharani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tragedi kerusuhan dua puluh tujuh Juli atau dikenal sebagai peristiwa Kudatuli menjadi salah satu sejarah kelam bagi perpolitikan Indonesia. Hari itu, 27 Juli 1996, kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat yang dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri, diambil alih secara paksa oleh massa dari PDI kubu Soerjadi.
Peristiwa pertumpahan darah itu meninggalkan kesan mendalam bagi putri Megawati Soekarno, Puan Maharani . Saat itu Puan masih duduk di bangku kuliah, tapi sudah aktif mendampingi ibunya dalam berbagai aktivitas politik.
Begitu juga dalam peristiwa Kudatuli. Puan menceritakan, saat itu ia dan Megawati hendak berangkat ke kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro begitu mengetahui ada sekelompok massa yang akan datang untuk mengambil alih kantor.
"Ibu saya bilang, ayo siap-siap kita ke Diponegoro. Saya sudah siap tiba-tiba ditelepon lagi," tutur Puan, Rabu (27/7/2022).
Baca juga: 26 Tahun Kudatuli, Mengenang Gonjang-ganjing Politik PDI
Megawati kemudian diberi kabar bahwa situasi di Jalan Diponegoro makin genting, sehingga ia diminta untuk menunggu. Puan beserta Megawati dan ayahanda Taufik Kiemas pun akhirnya menunggu di rumah mereka di Kebagusan, Jakarta Selatan sambil terus memantau situasi dari jauh.
"Menit per menit itu semuanya kan report ke ibu saya. Sekarang ada beberapa truk yang mendekati DPP Diponegoro. Semua sudah turun berpakaian hitam-hitam. Sampai akhirnya terjadi peristiwa penyerangan, penyerbuan, pembakaran, dan sebagainya," kata Puan mengenang peristiwa Kudatuli.
Tidak lama kemudian, Puan menyaksikan banyak orang dalam keadaan luka parah dibawa ke rumahnya di Kebagusan. Mereka adalah korban dari upaya pengambilalihan paksa kantor DPP PDI. "Rumah sudah kayak tempat pengungsian," kenang Ketua DPR ini.
Puan mengakui awalnya panik melihat banyaknya orang yang berdatangan ke rumah dengan kondisi luka-luka. Mereka awalnya hanya diberi pengobatan seadanya dengan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK) yang ada di rumah Kebagusan.
Namun ia bersyukur banyak mendapatkan pertolongan dari sejumlah dokter. Para dokter itu mengobati para korban luka. "Akhirnya ada simpatisan yang dokter datang ke situ ngobatin mereka," kata Puan.
Baca juga: Megawati Ajak Seluruh Kader PDIP Renungkan Tragedi Kudatuli
Tugas Khusus
Selama kondisi genting itu, Puan diberi tugas khusus. Sementara ayah dan ibunya sibuk dalam urusan politik, Puan bertugas menyiapkan makanan bagi para simpatisan yang berkumpul di rumah Kebagusan. Puan yang masih sangat belia awalnya kebingungan mendapatkan tugas ini. "Masak apa yang cepat untuk orang sebanyak ini. Kita kan punya peralatan kecil," katanya.
Akhirnya Puan meminta pembantu di rumahnya untuk memasak nasi dan sayur sop. Menu itu dipilih karena selain mengenyangkan juga bisa untuk banyak orang. Namun, pada akhirnya banyak bantuan makanan dari berbagai pihak yang datang ke Kebagusan.
"Alhamdulilah tanpa diminta banyak orang yang nyumbang, dari siapa-siapa saya juga enggak tahu. Ada beras, pisang, tempe, tahu dan sebagainya. Di tengah kesusahan kita masih banyak orang baik yang mau datang untuk menolong," kenang Puan.
Para simpatisan pendukung Megawati itu terus berkumpul di rumah Kebagusan sampai situasi politik mereda. Puan mengakui saat itu kuliahnya di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia sempat terganggu akibat kondisi di rumahnya itu. "Saya masih kuliah waktu itu mau keluar rumah aja susah," katanya.
Namun Puan dengan sekuat tenaga mencoba membantu perjuangan ibunya tapi tetap bertanggung jawab atas kuliah yang diembannya.
Puan menilai peristiwa Kudatuli berperan menggembleng dan membentuk dirinya hingga ia menjadi menteri hingga Ketua DPR. "Kalau orang yang enggak tahu, dipikir Puan itu enak aja, enggak pernah susah hidupnya, cucunya Soekarno, anaknya Megawati, dua-duanya pernah jadi presiden. Tapi ini sekelumit cerita yang orang juga banyak tidak tahu," kata Puan.
Peristiwa pertumpahan darah itu meninggalkan kesan mendalam bagi putri Megawati Soekarno, Puan Maharani . Saat itu Puan masih duduk di bangku kuliah, tapi sudah aktif mendampingi ibunya dalam berbagai aktivitas politik.
Begitu juga dalam peristiwa Kudatuli. Puan menceritakan, saat itu ia dan Megawati hendak berangkat ke kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro begitu mengetahui ada sekelompok massa yang akan datang untuk mengambil alih kantor.
"Ibu saya bilang, ayo siap-siap kita ke Diponegoro. Saya sudah siap tiba-tiba ditelepon lagi," tutur Puan, Rabu (27/7/2022).
Baca juga: 26 Tahun Kudatuli, Mengenang Gonjang-ganjing Politik PDI
Megawati kemudian diberi kabar bahwa situasi di Jalan Diponegoro makin genting, sehingga ia diminta untuk menunggu. Puan beserta Megawati dan ayahanda Taufik Kiemas pun akhirnya menunggu di rumah mereka di Kebagusan, Jakarta Selatan sambil terus memantau situasi dari jauh.
"Menit per menit itu semuanya kan report ke ibu saya. Sekarang ada beberapa truk yang mendekati DPP Diponegoro. Semua sudah turun berpakaian hitam-hitam. Sampai akhirnya terjadi peristiwa penyerangan, penyerbuan, pembakaran, dan sebagainya," kata Puan mengenang peristiwa Kudatuli.
Tidak lama kemudian, Puan menyaksikan banyak orang dalam keadaan luka parah dibawa ke rumahnya di Kebagusan. Mereka adalah korban dari upaya pengambilalihan paksa kantor DPP PDI. "Rumah sudah kayak tempat pengungsian," kenang Ketua DPR ini.
Puan mengakui awalnya panik melihat banyaknya orang yang berdatangan ke rumah dengan kondisi luka-luka. Mereka awalnya hanya diberi pengobatan seadanya dengan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK) yang ada di rumah Kebagusan.
Namun ia bersyukur banyak mendapatkan pertolongan dari sejumlah dokter. Para dokter itu mengobati para korban luka. "Akhirnya ada simpatisan yang dokter datang ke situ ngobatin mereka," kata Puan.
Baca juga: Megawati Ajak Seluruh Kader PDIP Renungkan Tragedi Kudatuli
Tugas Khusus
Selama kondisi genting itu, Puan diberi tugas khusus. Sementara ayah dan ibunya sibuk dalam urusan politik, Puan bertugas menyiapkan makanan bagi para simpatisan yang berkumpul di rumah Kebagusan. Puan yang masih sangat belia awalnya kebingungan mendapatkan tugas ini. "Masak apa yang cepat untuk orang sebanyak ini. Kita kan punya peralatan kecil," katanya.
Akhirnya Puan meminta pembantu di rumahnya untuk memasak nasi dan sayur sop. Menu itu dipilih karena selain mengenyangkan juga bisa untuk banyak orang. Namun, pada akhirnya banyak bantuan makanan dari berbagai pihak yang datang ke Kebagusan.
"Alhamdulilah tanpa diminta banyak orang yang nyumbang, dari siapa-siapa saya juga enggak tahu. Ada beras, pisang, tempe, tahu dan sebagainya. Di tengah kesusahan kita masih banyak orang baik yang mau datang untuk menolong," kenang Puan.
Para simpatisan pendukung Megawati itu terus berkumpul di rumah Kebagusan sampai situasi politik mereda. Puan mengakui saat itu kuliahnya di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia sempat terganggu akibat kondisi di rumahnya itu. "Saya masih kuliah waktu itu mau keluar rumah aja susah," katanya.
Namun Puan dengan sekuat tenaga mencoba membantu perjuangan ibunya tapi tetap bertanggung jawab atas kuliah yang diembannya.
Puan menilai peristiwa Kudatuli berperan menggembleng dan membentuk dirinya hingga ia menjadi menteri hingga Ketua DPR. "Kalau orang yang enggak tahu, dipikir Puan itu enak aja, enggak pernah susah hidupnya, cucunya Soekarno, anaknya Megawati, dua-duanya pernah jadi presiden. Tapi ini sekelumit cerita yang orang juga banyak tidak tahu," kata Puan.
(abd)