Lewat KHDPK, Pemerintah Didorong Terus Hadir Lindungi Petani Kecil

Sabtu, 23 Juli 2022 - 19:05 WIB
loading...
Lewat KHDPK, Pemerintah Didorong Terus Hadir Lindungi Petani Kecil
Kebijakan Penetapan KHDPK untuk kepentingan Perhutanan Sosial di Jawa inilah yang sedang dipersiapkan. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) terbaru tentang Perhutanan Sosial telah dikeluarkan pada 2021. Permen LHK itu yakni Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Permen ini sendiri merupakan aturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 247 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Kebijakan Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus atau KHDPK untuk kepentingan Perhutanan Sosial di Jawa inilah yang sedang dipersiapkan.
Lewat KHDPK, Pemerintah Didorong Terus Hadir Lindungi Petani Kecil

Merespons regulasi ini, Independent Advisor Program PSKL (Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan), Swary Utami Dewi, mendorong pemerintah untuk terus hadir dalam memajukan petani kecil

"Negara hadir dan berperan melindungi, sekaligus memfasilitasi petani gurem sesuai kebutuhan dan perkembangan masing-masing. Maju terus Perhutanan Sosial," kata Swary Utami Dewi, Sabtu (23/7/2022).

Dipaparkan Swary Utami, Perhutanan Sosial merupakan program penting di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sejak 2015. Praktik Perhutanan Sosial sendiri sebenarnya sudah lama dilakukan oleh petani dan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan atau sekitar hutan, bahkan banyak yang sudah dilakukan turun temurun bergenerasi.

Namun pengakuan dan perlindungan negara lebih dirasakan dalam era ini dengan dikeluarkannya berbagai aturan terkait, serta kebijakan yang menjadikan program Perhutanan Sosial sebagai program penting pemerintah.

Program ini begitu esensial karena menyangkut kehidupan jutaan orang miskin yang tinggal di kawasan hutan. Data menunjukkan, sekitar sepertiga orang miskin Indonesia tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan.

Menurut Swary Utami, selama ini muncul pertanyaan bagaimana cara jitu untuk melindungi petani gurem yang nyatanya memang betul-betul penggarap, dan tujuan kelolanya memang sangat mendasar yaitu mengelola lahan untuk bertahan hidup.

Model "kesaksian" di antara petani yang memiliki andil garapan juga menjadikan proses ini memiliki unsur partisipatori yang cukup kuat. Suara tingkat tapak jelas menjadi kunci di sini. Sistem cross check kesaksian bersama-sama petani tetangga garapannya sekaligus merupakan sistem uji kesaksian yang bisa menguatkan para petani sesungguhnya.

"Tentu saja ada batas luasan maksimal per andil yang bisa dikelola setiap petani tersebut karena ini untuk tujuan pemerataan dan keadilan, utamanya di wilayah yang petaninya banyak sementara lahan sangat terbatas," jelasnya.

Dijelaskan Swary, andil garapan ini sifatnya memang individu. Namun pada saat semua yang punya andil sudah terpetakan, tingkatnya naik menjadi kelola kawasan dan kelembagaan oleh kelompok yang sudah menjadi pemegang persetujuan Perhutanan Sosial. Penguatan kelompok yang menaungi para petani inilah yang kemudian jadi hal penting lainnya (kelola kelembagaan).

Kemudian katanya, kita bisa melakukan pencermatan terhadap Rencana Kerja Perhutanan Sosial kelompok tersebut dalam rangka melihat kembali apakah RKPS ini sudah tepat dengan potensi, kemampuan kelola kelompok dsb.

Juga di sini pendampingan harus makin diperkuat. Cakupannya bisa jadi lintas sektoral, lintas wilayah. Juga ada pembagian peran untuk mendorong penguatan di antara para pihak pendukung. Lalu proses seterusnya dan seterusnya.

"Tentu saja model ini mesti terbuka untuk dievaluasi atau dikembangkan secara adaptif sesuai dengan kekhasan dan keunikan lokasi masing-masing," tutup Swary Utami.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1956 seconds (0.1#10.140)