Masyarakat Didorong Pegang Teguh Etika di Ruang Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat didorong memegang teguh etika di ruang digital yang kini telah menjadi ajang interaksi antarmanusia. Dengan begitu, masyarakat bisa terhindar dari pelanggaran di dunia maya.
"Etika bermedia digital merupakan solusi dalam berkolaborasi di ruang digital. Sedangkan menjadi pejuang antihoaks, cara paling mudah adalah dengan tidak langsung menyebarkan apa pun informasi yang kita terima," kata Humas PGRI Fajar Tri Laksono dalam webinar Literasi Digital Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk komunitas digital wilayah Bali-Nusa Tenggara, Jumat (15/7/2022).
Menurut Fajar, setidaknya ada empat ruang lingkup etika yang harus diterapkan saat berada di ruang digital. Pertama, kesadaran, yakni melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan. Kedua, tanggung jawab, berupa kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya. Ketiga, integritas atau kejujuran. Dan terakhir adalah kebajikan.
"Integritas berarti menghindari plagiasi maupun manipulasi. Sedangkan kebajikan bermakna melakukan hal-hal yang bernilai, bermanfaat, kemanusiaan dan kebaikan," kata Fajar di hadapan peserta webinar bertajuk 'Menjadi Pejuang Anti Hoaks di Dunia Digital'.
Fajar menyatakan, etika dan netiket (etika berinternet) sama-sama dibutuhkan saat berada di ruang digital. Etika sebagai sistem nilai dan norma moral menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya.
"Sedangkan netiket, yakni tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat, berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain," kata Anggota Ikatan Guru TIK PGRI itu.
Baca juga: Sasar Milenial, Kominfo Tekankan Pentingnya Demokrasi di Era Digital
Dalam netiket, individu harus selalu menyadari bahwa dirinya berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain. Bukan sekadar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, tapi dengan karakter manusia sesungguhnya.
"Untuk itu, hindari pelanggaran kesusilaan, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong (hoaks), penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA, cyberbullying, serta hate speech," kata Fajar.
"Etika bermedia digital merupakan solusi dalam berkolaborasi di ruang digital. Sedangkan menjadi pejuang antihoaks, cara paling mudah adalah dengan tidak langsung menyebarkan apa pun informasi yang kita terima," kata Humas PGRI Fajar Tri Laksono dalam webinar Literasi Digital Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk komunitas digital wilayah Bali-Nusa Tenggara, Jumat (15/7/2022).
Menurut Fajar, setidaknya ada empat ruang lingkup etika yang harus diterapkan saat berada di ruang digital. Pertama, kesadaran, yakni melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan. Kedua, tanggung jawab, berupa kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya. Ketiga, integritas atau kejujuran. Dan terakhir adalah kebajikan.
"Integritas berarti menghindari plagiasi maupun manipulasi. Sedangkan kebajikan bermakna melakukan hal-hal yang bernilai, bermanfaat, kemanusiaan dan kebaikan," kata Fajar di hadapan peserta webinar bertajuk 'Menjadi Pejuang Anti Hoaks di Dunia Digital'.
Fajar menyatakan, etika dan netiket (etika berinternet) sama-sama dibutuhkan saat berada di ruang digital. Etika sebagai sistem nilai dan norma moral menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya.
"Sedangkan netiket, yakni tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat, berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain," kata Anggota Ikatan Guru TIK PGRI itu.
Baca juga: Sasar Milenial, Kominfo Tekankan Pentingnya Demokrasi di Era Digital
Dalam netiket, individu harus selalu menyadari bahwa dirinya berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain. Bukan sekadar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, tapi dengan karakter manusia sesungguhnya.
"Untuk itu, hindari pelanggaran kesusilaan, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong (hoaks), penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA, cyberbullying, serta hate speech," kata Fajar.