Kasus Kekerasan Seksual Tinggi, Perindo Minta Pemerintah Buat Aturan Turunan UU No 12/2022

Jum'at, 15 Juli 2022 - 17:10 WIB
loading...
Kasus Kekerasan Seksual...
Juru Bicara Nasional Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ike Suharjo meminta pemerintah membuat aturan turunan UU No 12 Tahun 2022. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Setelah kasus pelecehan dan kekerasan seksual di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Jombang dan sekolah SPI di Malang, Jawa Timur, publik kembali dihebohkan dengan adanya kasus pelecehan seksual di salah satu transportasi publik di Jakarta.

Korban merupakan seorang wanita yang sedang naik angkutan kota (angkot) M44 rute kawasan Tebet menuju Kuningan, Jakarta Selatan. Korban telah melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Namun, hingga saat ini pelaku belum berhasil ditangkap.

Berdasarkan data Pemerintan Provinsi DKI Jakarta, pada 2020 terdapat 8 kasus. Lalu pada 2021 terdapat 7 kasus. Kemudian dari Januari hingga Juli 2022 terdapat 15 kasus. Hal ini menunjukkan peraturan-peraturan yang selama ini sudah dikeluarkan belum benar-benar efektif dalam mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual.



Juru Bicara Nasional Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ike Suharjo mengatakan, kasus pelecehan dan kekerasan seksual sudah menjadi permasalahan yang sangat serius di Indonesia. Pemerintah harus segera membuat aturan-aturan atau pedoman-pedoman dalam upaya pencegahan dan penanganan pelecehan dan kekerasan seksual.



Menurut Ike, dalam perencanaannya pemerintah juga harus saling bersinergi dengan semua pihak agar kebijakan yang dikeluarkan dapat mengatasi permasalahan pelecehan dan kekerasan seksual dari hulu hingga hilir. Serta kebijakan yang dibuat tidak merugikan salah satu pihak. Karena, seluruh masyarakat mempunyai hak menggunakan transportasi publik dengan aman dan nyaman.

"Sebagai partai politik yang memiliki sensitivitas dalam isu perempuan dan anak, ada beberapa hal yang menjadi perhatian bagi Partai Perindo. Pertama, wacana angkot khusus perempuan tidak akan efektif dalam pencegahan pelecehan seksual," kata Ike kapada MNC Portal Indonesia, Jumat (15/7/2022).

Menurutnya, wacana tersebut bisa memicu victim blaming atau sikap menyalahkan korban. Seperti akibat tergesa-gesa korban terpaksa naik angkot yang bukan khusus perempuan, lalu terjadi pelecehan seksual di angkot tersebut. Maka nantinya ada kesan menyalahkan korban karena tidak naik angkot khusus perempuan.

"Oleh karena itu, lebih baik pemerintah bersinergi dengan berbagai pihak dalam membuat kebijakan dalam upaya pencegahan pelecehan seksual di transportasi publik. Sehingga menghasilkan suatu kebijakan yang solutif, tidak hanya responsive. Kedua, pemerintah perlu segera membuat peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)," ucap Ike.

Dengan begitu, pelaku-pelaku pelecehan seksual dapat dihukum semaksimal mungkin. Selain itu, UU TPKS ini perlu disosialisasikan lagi secara masif agar semua elemen masyarakat tahu dan paham mengenai bentuk-bentuk pelecehan seksual beserta sanksinya.

Terakhir, mendukung kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, dengan membentuk Pos SAPA yaitu Sahabat Perempuan dan Anak di seluruh transportasi melalui nomor aduan di 112 atau melalui layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A ) Jakarta pada nomor 081317617622.

"Dengan adanya layanan aduan tersebut, diharapkan agar masyarakat yang melihat tindakan pelecehan seksual maupun korban pelecehan itu sendiri dapat segera menghubungi layanan tersebut," pungkasnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1893 seconds (0.1#10.140)