Agropancasila
loading...
A
A
A
Untuk mewujudkan tujuan agropancasila, maka ada lima nilai yang perlu dipahami. Pertama, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai ini menekankan partisipasi dan emansipasi petani-konsumen. Tidak itu saja, agropancasila membangun kesadaran diagonal petani sejahtera-konsumen bahagia. Memperpendek value chain pangan adalah tugas bersama. Pembiayaan dan pengembangan inovasi yang berpihak pada petani dan organisasi tani harus terwujud. Organisasi tani didorong sebagai jantung produksi, pengolahan, dan pemasaran.
Kedua, kerakyatan dan permusyawaratan. Musyawarah akan tercapai apabila ada keadilan sosial. Oleh karena itu, agropancasila memerlukan demokrasi ekonomi berbasis nilai-nilai perlombaan, bukan persaingan. Untuk itu, korporat ("yang besar") harus mau bekerja sama dan bermusyawarah dengan petani/organisasi tani ("yang kecil") dalam produksi, pengolahan, dan distribusi.
Ketiga, persatuan sebagai bangsa agraris. Persatuan tercapai apabila kita memiliki kesepahaman bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya sumber daya agrarisnya. Sebanyak 73,14% dari total desa di Indonesia memiliki potensi pertanian (persawahan, perkebunan, perladangan, hortikultura, dan lain-lain). Untuk itu, bangsa agraris ini harus bersatu menggantikan rezim perdagangan menjadi rezim produksi lokal (produksi, pengolahan, distribusi). Namun perlu diingat, persatuan tercapai apabila keadilan sosial terwujud dan kemauan bekerja sama dan bermusyawarah. Keempat, adil dan beradab. Kemampuan mencukupi kebutuhan pangan berbeda-beda dari para pelaku karena keterbatasan. Untuk itu, humanity dan humanisme dalam produksi, pengolahan, dan distribusi harus dipertaruhkan; dan kelima, percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bertani adalah cara belajar tentang kehidupan. Tanaman, tanah, dan air adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki unsur-unsur kehidupan. Seperti halnya manusia, semuanya memiliki keterbatasan. Dalam sila terakhir ini, agropancasila merupakan pertanian ekologis yang selalu menjaga keberlanjutan kehidupan pada masa mendatang.
Akhirnya, korona dapat dijadikan momentum untuk mengimplementasikan agropancasila agar terwujudnya pembangunan pertanian berbasis nilai-nilai keadilan sosial, pemerataan, dan persatuan pembangunan di sektor pertanian!
Kedua, kerakyatan dan permusyawaratan. Musyawarah akan tercapai apabila ada keadilan sosial. Oleh karena itu, agropancasila memerlukan demokrasi ekonomi berbasis nilai-nilai perlombaan, bukan persaingan. Untuk itu, korporat ("yang besar") harus mau bekerja sama dan bermusyawarah dengan petani/organisasi tani ("yang kecil") dalam produksi, pengolahan, dan distribusi.
Ketiga, persatuan sebagai bangsa agraris. Persatuan tercapai apabila kita memiliki kesepahaman bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya sumber daya agrarisnya. Sebanyak 73,14% dari total desa di Indonesia memiliki potensi pertanian (persawahan, perkebunan, perladangan, hortikultura, dan lain-lain). Untuk itu, bangsa agraris ini harus bersatu menggantikan rezim perdagangan menjadi rezim produksi lokal (produksi, pengolahan, distribusi). Namun perlu diingat, persatuan tercapai apabila keadilan sosial terwujud dan kemauan bekerja sama dan bermusyawarah. Keempat, adil dan beradab. Kemampuan mencukupi kebutuhan pangan berbeda-beda dari para pelaku karena keterbatasan. Untuk itu, humanity dan humanisme dalam produksi, pengolahan, dan distribusi harus dipertaruhkan; dan kelima, percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bertani adalah cara belajar tentang kehidupan. Tanaman, tanah, dan air adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki unsur-unsur kehidupan. Seperti halnya manusia, semuanya memiliki keterbatasan. Dalam sila terakhir ini, agropancasila merupakan pertanian ekologis yang selalu menjaga keberlanjutan kehidupan pada masa mendatang.
Akhirnya, korona dapat dijadikan momentum untuk mengimplementasikan agropancasila agar terwujudnya pembangunan pertanian berbasis nilai-nilai keadilan sosial, pemerataan, dan persatuan pembangunan di sektor pertanian!
(ras)