Makam Romo Sandjaja, martir pertama Indonesia

Senin, 09 Desember 2013 - 15:11 WIB
Makam Romo Sandjaja, martir pertama Indonesia
Makam Romo Sandjaja, martir pertama Indonesia
A A A
Sindonews.com - Kerkop berasal dari bahasa Belanda yaitu kerkhof, yang berarti taman gereja (kerk-hof). Disebut demikian karena dahulu di taman gereja selalu terdapat kuburan. Maka sampai saat ini istilah Kerkop digunakan untuk menyebut komplek pekuburan milik gereja.

Kerkop di Muntilan, Magelang (Jawa Tengah), sekitar 20 KM dari Yogyakarta semula adalah makam khusus bagi para rohaniwan Jesuit (SJ). Karena alasan tertentu, beberapa rohaniwan di luar Jesuit juga dimakamkan di sana. Salah satunya adalah Romo Richardus Kardis Sandjaja Pr.

Richardus Kardis Sandjaja Pr dikenal juga dengan panggilan Romo Sandjaja (Sanjaya) lahir pada 20 Mei 1914. Beliau adalah seorang pastor (gembala umat) yang juga adalah seorang dosen seminari tinggi. Beliau melayani jemaat di Paroki Muntilan, Magelang. Ditahbiskan menjadi pastor dan mengucap kaul/janji imamat pada 13 Januari 1943.

Walaupun pengabdiannya sebagai pastor tergolong singkat yakni lima tahun dan akhirnya wafat, namun teladan hidup sucinya banyak menginspirasi umat Kristen dan masyarakat di sekitarnya (Jawa Tengah dan sekitarnya). Gereja Katolik telah menganugerahi gelar kesucian yakni Beato.Yang artinya pribadi yang mencapai kebahagiaan sejati. Beato levelnya satu tingkat di bawah santo/santa (saint).

Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater Hermanus Bouwens, SJ tanggal 20 Desember 1948 di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda II. Romo Sandjaya dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah gereja Katolik Indonesia.

Kompleks pekuburan Kerkop ini terletak di seberang SMU Van Lith. Suasananya senyap lantaran jauh dari keriuhan kota. Tetumbuhan hijau dengan beberapa jenis perdu tertata rapi dan bersih. Hamparan nisan-nisan bertanda salib menambahkan kesan sakral.

Di dalam kompleks ada sebuah bangunan dengan bagian depan terbuka. Mirip sebuah gedung kapel atau tempat doa. Di muka bangunan itu bertuliskan, “Eripiam Eum et Glorificabo Eum”. Artinya Aku akan mengambilnya dan memuliakannya.

Ruangan itu tidak begitu luas. Di dalamnya ada sebuah meja altar, pertanda bahwa di ruangan itu biasa diadakan perayaan Ekaristi. Sedangkan pada keliling tembok sisi kanan dan kiri melekat lempengan-lempengan marmer bertuliskan nama-nama seseorang lengkap dengan angkat lahir dan wafatnya.

Di balik lempengan marmer adalah makam model locker, makam bersusun di dinding tembok. Di depan tiap locker terdapat tempat untuk menaruh lilin. Dari pagi hingga petang menjelang, silih berganti orang berdatangan duduk bersamadi di tempat yang dibuka mulai pukul 06.00 WIB itu.

Kalau diperhatikan dari sekian makam yang ada, makan Romo Richardus Kardis Sandjaja Pr tak pernah sepi oleh nyala lilin. Ini pertanda bahwa makam Romo Sandjaja, demikian pastur praja Keuskupan Agung Semarang itu lebih dikenal, tak pernah sepi pengunjung.

Iman Katolik cukup memberi tempat bagi naluri manusiawi yang menunjukkan adanya pengalaman kedekatan antara orang yang hidup dengan yang sudah mati. Asalkan tetap dilakukan dalam keyakinan iman bahwa karya keselamatan semua manusia, hidup maupun mati, berada dalam diri Yesus Kristus.

Sebab Gereja adalah persekutuan semua kaum beriman. Dengan kata lain, menjaga kedekatan dengan yang sudah meninggal itu harus tetap mengacu pada hubungan kedekatan yang vertical dengan Allah sendiri.

Setelah berbagai peristiwa rahmat dengan Yang Ilahi dialami, menyeruaklah kesaksian seputar hidup Romo Sandjaja sebagai perantara Tuhan untuk ujud-ujud tertentu. Ketika kesaksian itu sampai ke telinga umat, mereka berdatangan ke Kerkop untuk mengendus rahmat Allah.

Akhirnya tradisi ziarah ke Makam Romo Sandjaja itu menyebar dan diminati. Bukan hanya oleh umat seputar Muntilan atau Jawa Tengah, tetapi juga di luar daerah itu seperti Surabaya, Jakarta, Sumatera, dan tempat-tempat lainnya.

Untuk pelayanan ekaristi di Kerkop, peziarah bisa menghubungi pastor Paroki St Antonius Muntilan. Untuk sekadar transit (mandi, makan, istirahat sejenak), peziarah bisa singgah di Rumah Retret St Fransiskus di Jalan Kartini Nomor 11, Muntilan (samping RSU Muntilan).

Rumah retret ini menyediakan penginapan dengan kapasitas sekitar seratus orang. Tentu segala sesuatunya dikorfirmasikan jauh hari sebelumnya.

Makam Romo Sandjaya di Muntilan sampai saat ini menjadi salah satu tempat ziarah umat Kristen (umumnya kalangan Gereja Kristen Katolik) di Indonesia. Namun pada karena sifatnya yang merakyat di masa hidupnya, tidak sedikit masyarakat umum yang mengunjungi makamnya, untuk sekadar menghormati jasa perjuangan beliau.

Kesaksian kesembuhan mukjijat dan peristiwa adikodrati lainnya sudah sering terjadi sebagai hasil buah doa kepada yang Mahakuasa dan sangat berguna bagi pengembangan iman jemaat. Namun pihak gereja mewanti-wanti (mengingatkan) bahwa makam tersebut bukan makam keramat. Apalagi disalahgunakan untuk kepentingan yang bukan-bukan.

(Sumber: Majalah Hidup/Ign Elis Handoko SCJ)
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0807 seconds (0.1#10.140)