Fadli Zon Sebut Politik Identitas Bukan Ancaman Demokrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai rencana Polri membentuk Satgas Nusantara berlebihan. Pembentukan satgas ini bertujuan menghindari polarisasi, politik identitas , hoaks, ujaran kebencian, selama proses Pemilu 2024.
Menurut Fadli, jika pembentukan Satgas Nusantara sebatas mencegah hoaks, maka hal itu tak ada masalah. Namun, ada banyak hal yang perlu dijelaskan sebelum polisi menempatkan isu politik identitas seolah adalah kejahatan atau tindakan melawan hukum.
"Misalnya, apa yang dimaksud sebagai politik identitas, sehingga kemudian harus diperangi? Sejak kapan politik identitas menjadi kejahatan di mata hukum, atau dianggap sebagai kejahatan Pemilu? Apa dasar hukum dan dasar akademik menempatkan politik-identitas sebagai kejahatan?" kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/6/2022).
Sebagai orang yang belajar ilmu politik dan teori pembangunan, kata Fadli Zon, dirinya diajari bahwa wacana ethno-politics justru bagian dari teori kritis. Dulu dengan alasan pembangunan, pemerintah seolah boleh melakukan apa saja terhadap masyarakat lokal, termasuk menggusur mereka dari teritori yang merupakan lingkungan hidup, sosial, kultural dan ekonominya. Namun praktik itu kemudian dikritik oleh wacana ethno-politics.
"Kalau kita hari ini mengenal dan menerima konsep masyarakat adat sebagai pihak yang harus dihormati hak-hak dan suaranya dalam proses demokrasi politik dan ekonomi, maka konsep itu lahir dari wacana ethno-politics. Jadi, jahat dan negatifnya di mana? Afirmasi pada orang asli bahkan ada dalam aturan kita," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini.
Secara akademis, menurut Fadli Zon, konsep politik identitas bersifat netral. Dalam banyak kasus, politik identitas justru digunakan sebagai wacana inklusif untuk membela kelompok termarjinalkan, yang selama ini telah diperlakukan tidak adil oleh negara. Bahkan Francis Fukuyama menyebutnya sebagai isothymia, yaitu suatu perjuangan untuk mendapatkan pengakuan (recognition) serta martabat (dignity).
Baca juga: Cegah Hoaks dan Politik Identitas, Polri Bentuk Satgas Nusantara
"Jadi, menurut saya bahaya sekali jika aparat penegak hukum atau institusi negara secara insinuatif tiba-tiba menempatkan politik identitas sebagai wacana kotor, atau jahat, yang harus diperangi. Dasar hukum dan dasar akademisnya apa?" ujarnya.
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memang rentan terhadap konflik berbasis identitas. Namun, mengeksploitasi kekhawatiran atas nama politik identitas secara konseptual jelas salah. Menurut Fadli Zon ada dua argumentasi untuk menolaknya.
Menurut Fadli, jika pembentukan Satgas Nusantara sebatas mencegah hoaks, maka hal itu tak ada masalah. Namun, ada banyak hal yang perlu dijelaskan sebelum polisi menempatkan isu politik identitas seolah adalah kejahatan atau tindakan melawan hukum.
"Misalnya, apa yang dimaksud sebagai politik identitas, sehingga kemudian harus diperangi? Sejak kapan politik identitas menjadi kejahatan di mata hukum, atau dianggap sebagai kejahatan Pemilu? Apa dasar hukum dan dasar akademik menempatkan politik-identitas sebagai kejahatan?" kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/6/2022).
Sebagai orang yang belajar ilmu politik dan teori pembangunan, kata Fadli Zon, dirinya diajari bahwa wacana ethno-politics justru bagian dari teori kritis. Dulu dengan alasan pembangunan, pemerintah seolah boleh melakukan apa saja terhadap masyarakat lokal, termasuk menggusur mereka dari teritori yang merupakan lingkungan hidup, sosial, kultural dan ekonominya. Namun praktik itu kemudian dikritik oleh wacana ethno-politics.
"Kalau kita hari ini mengenal dan menerima konsep masyarakat adat sebagai pihak yang harus dihormati hak-hak dan suaranya dalam proses demokrasi politik dan ekonomi, maka konsep itu lahir dari wacana ethno-politics. Jadi, jahat dan negatifnya di mana? Afirmasi pada orang asli bahkan ada dalam aturan kita," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini.
Secara akademis, menurut Fadli Zon, konsep politik identitas bersifat netral. Dalam banyak kasus, politik identitas justru digunakan sebagai wacana inklusif untuk membela kelompok termarjinalkan, yang selama ini telah diperlakukan tidak adil oleh negara. Bahkan Francis Fukuyama menyebutnya sebagai isothymia, yaitu suatu perjuangan untuk mendapatkan pengakuan (recognition) serta martabat (dignity).
Baca juga: Cegah Hoaks dan Politik Identitas, Polri Bentuk Satgas Nusantara
"Jadi, menurut saya bahaya sekali jika aparat penegak hukum atau institusi negara secara insinuatif tiba-tiba menempatkan politik identitas sebagai wacana kotor, atau jahat, yang harus diperangi. Dasar hukum dan dasar akademisnya apa?" ujarnya.
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memang rentan terhadap konflik berbasis identitas. Namun, mengeksploitasi kekhawatiran atas nama politik identitas secara konseptual jelas salah. Menurut Fadli Zon ada dua argumentasi untuk menolaknya.