Mewujudkan Kepastian Baru dengan Protokol Kesehatan

Kamis, 25 Juni 2020 - 08:00 WIB
loading...
Mewujudkan Kepastian Baru dengan Protokol Kesehatan
Bambang Soesatyo
A A A
Bambang Soesatyo

Ketua MPR RI, Ketua Umum Kadin Indonesia


Protokol kesehatan patut dipahami sebagai upaya bersama mewujudkan kepastian baru. Sebab, dengan kepatuhan mutlak pada protokol kesehatan di era pola hidup baru (new normal), menjadi landasan atau jalan keluar bersama dari resesi ekonomi. Sebaliknya, ketidakpatuhan pada protokol kesehatan hanya berujung pada ketidakpastian yang berkepanjangan.

Ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 sekarang ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi global negatif. Semua negara, termasuk Indonesia, merasakan langsung ekses dari ketidakpastian itu. Demikian dahsyatnya ekses itu, sehingga tidak kurang 100 negara telah mengajukan bantuan darurat kepada Dana Moneter Internasioanl (IMF). Bahkan, IMF menggambarkan perekonomian global 2020 sebagai krisis terburuk sejak Great Depression dekade 30-an, karena nyata-nyata berada di jalur kontraksi yang signifikan.

Bank dunia pun memperkirakan ekonomi global tahun ini tumbuh minus 5,2%. Pemulihan dalam skala global akan memakan waktu yang lama, karena dibayangi gelombang kedua penularan Covid-19. Karena itu, banyak negara mulai mencoba upaya pemulihan dengan pendekatan pola hidup baru yang diatur dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Indonesia pun tengah bersiap menerapkan pola hidup baru itu.

Sayangnya, ditengah persiapan itu, masyarakat dihadapkan pada fakta dan data tentang lonjakan jumlah pasien Covid-19 yang cukup signifikan sepanjang Juni 2020. Lonjakan jumlah pasien terjadi karena sebagian masyarakat tidak peduli lagi akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19.

Harus dibangun kesadaran bersama bahwa protokol kesehatan merupakan sebuah inisiatif berani dari upaya dan langkah semua orang mewujudkan kepastian baru di tengah periode pandemi Covid-19 yang telah merusak segala-galanya. Karenanya, upaya mewujudkan kepastian baru menjadi kehendak semua orang. Keharusan mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan mutlak membutuhkan partisipasi semua elemen masyarakat.

Patut untuk dicatat bersama bahwa kepatuhan mutlak pada protokol kesehatan itu bisa mewujudkan target ganda. Pertama, memutus rantai penularan covid-19 itu sendiri. Kedua, menjadi upaya bersama mengakhiri ketidakpastian yang ditimbulkan oleh wabah virus corona. Ketidakpastian sekarang harus dibayar dengan sangat mahal karena semua komunitas, global maupun lokal, harus bersepakat membiarkan perekonomian terperangkap resesi. Dan, sebagaimana sudah dirasakan oleh semua orang, resesi ekonomi karena ketidakpastian sekarang ini bahkan menyulitkan semua orang untuk berbicara atau merencanakan masa depan. Inisiatif apa pun menjadi sangat sulit, karena wabah corona masih mengancam untuk jangka waktu yang belum bisa dihitung. Sementara vaksin penangkal Covid-19 belum juga bisa dihadirkan.

Banyak negara melakukan penguncian (lockdown), sementara Indonesia menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di banyak wilayah. Terutama wilayah yang masuk kategori pusat pertumbuhan seperti kota-kota di pulau Jawa. Jelas bahwa baik penguncian atau PSBB punya konsekuensi. Paling utama adalah hampir semua lini kegiatan ekonomi disepakati untuk dihentikan sementara. Kesepakatan seperti itu harus diterima dan dimengerti, karena bertujuan meminimalisir jumlah orang yang terinfeksi Covid-19. Sekaligus meminimalisir potensi kematian massal, mengingat industri farmasi belum menemukan racikan vaksin yang tepat untuk menyembuhkan mereka yang terinfeksi.

Ketika durasi pandemi global covid-19 belum bisa dihitung, pertanyaan yang selalu muncul di benak semua orang adalah mau berapa lama penguncian atau PSBB diberlakukan? Semakin lama penguncian atau PSBB diberlakukan, berarti semakin lama pula pabrik-pabrik tidak berproduksi, pengerjaan proyek-proyek belum bisa dilanjutkan, pusat belanja atau mal tutup, destinasi wisata belum bisa dibuka, maskapai penerbangan tidak operasional, dan akan semakin banyak orang yang kehilangan pekerjaan serta sumber penghasilan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2020 seconds (0.1#10.140)