Rawan Penyimpangan, Komisi VI DPR Dukung Pemerintah Hapus Minyak Goreng Curah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Sitorus mendukung rencana pemerintah menghapus minyak goreng curah dari pasaran. Selain tidak sehat, minyak goreng curah juga rawan terhadap penyimpangan.
“Itu memang sudah seharusnya dan telah direncanakan oleh Kemendag sejak 2021,” ujar Deddy, Selasa (14/6/2022).
Menurut Deddy, masalah minyak goreng bukan sekadar soal hygienis saja sebagaimana disampaikan oleh Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan. Banyak alasan yang lebih penting dan fundamental yakni, minyak goreng curah itu kualitasnya rendah, tidak tahan lama disimpan, tidak sehat karena kandungan lemaknya yang tinggi, juga rawan terhadap penyimpangan.
”Jadi dengan menghilangkan minyak curah dan menggantinya dengan minyak goreng kemasan sederhana, selain lebih sehat, kemudahan distribusi, juga potensi penyimpangannya lebih mudah dihindari. Misalnya bisa pakai barcode atau pengawasan digital lainnya,” tegas Deddy.
Deddy menjelaskan, biaya tambahan untuk proses minyak curah sederhana hanya berkisar Rp1.000 hingga Rp1.500 per kilogram dengan kemasannya. Dengan demikian tidak terlalu signifikan memengaruhi Harga Eceran Tertinggi (HET) dan daya beli masyarakat.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini berharap agar Luhut Panjaitan fokus pada upaya mengatasi kelangkaan dan harga tinggi minyak goreng secara sistemik dan berkelanjutan.
Perlu diketahui sampai saat ini, harga minyak goreng curah belum mampu diturunkan sesuai HET yang ditetapkan. Pemerintah juga belum memberikan kejelasan dan detail tentang hasil Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) serta pemetaan daerah yang rinci. Menurutnya hal tersebut dibutuhkan oleh masyarakat dan tentunya Komisi VI sebagai alat kelengkapan DPR dalam melakukan fungsi pengawasan.
“Komisi VI berhak tahu tentang kondisi terkini dan langkah-langkah ke depan dalam penanganan sengkarut masalah minyak goreng ini. Sebab bagaimana pun Komisi VI yang akan dimintai pertanggung jawabannya oleh publik sebagai mitra Kementerian Perdagangan,” tutupnya.
“Itu memang sudah seharusnya dan telah direncanakan oleh Kemendag sejak 2021,” ujar Deddy, Selasa (14/6/2022).
Menurut Deddy, masalah minyak goreng bukan sekadar soal hygienis saja sebagaimana disampaikan oleh Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan. Banyak alasan yang lebih penting dan fundamental yakni, minyak goreng curah itu kualitasnya rendah, tidak tahan lama disimpan, tidak sehat karena kandungan lemaknya yang tinggi, juga rawan terhadap penyimpangan.
”Jadi dengan menghilangkan minyak curah dan menggantinya dengan minyak goreng kemasan sederhana, selain lebih sehat, kemudahan distribusi, juga potensi penyimpangannya lebih mudah dihindari. Misalnya bisa pakai barcode atau pengawasan digital lainnya,” tegas Deddy.
Deddy menjelaskan, biaya tambahan untuk proses minyak curah sederhana hanya berkisar Rp1.000 hingga Rp1.500 per kilogram dengan kemasannya. Dengan demikian tidak terlalu signifikan memengaruhi Harga Eceran Tertinggi (HET) dan daya beli masyarakat.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini berharap agar Luhut Panjaitan fokus pada upaya mengatasi kelangkaan dan harga tinggi minyak goreng secara sistemik dan berkelanjutan.
Perlu diketahui sampai saat ini, harga minyak goreng curah belum mampu diturunkan sesuai HET yang ditetapkan. Pemerintah juga belum memberikan kejelasan dan detail tentang hasil Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) serta pemetaan daerah yang rinci. Menurutnya hal tersebut dibutuhkan oleh masyarakat dan tentunya Komisi VI sebagai alat kelengkapan DPR dalam melakukan fungsi pengawasan.
“Komisi VI berhak tahu tentang kondisi terkini dan langkah-langkah ke depan dalam penanganan sengkarut masalah minyak goreng ini. Sebab bagaimana pun Komisi VI yang akan dimintai pertanggung jawabannya oleh publik sebagai mitra Kementerian Perdagangan,” tutupnya.
(cip)