Berharap Kebangkitan Maskapai Pelat Merah
loading...
A
A
A
PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga (PN) Surabaya pada 2 Juni 2022 setelah tertunda selama delapan tahun. Seperti diketahui, Merpati Airlines berhenti beroperasi sejak 2014 dan sertifikat pengoperasian atauAir Operator Certificate(AOC) telah dicabut pada 2015.
Pembubaran Merpati masih menyisakan sejumlah masalah. Satu-satunya calon investor yang sebelumnya menyatakan diri berminat saat ini mengaku tidak mampu menyediakan pendanaan. Merpati juga meninggalkan utang sebesar Rp10,9 triliun, padahal ekuitas perusahaan tercatat negatif Rp1,9 triliun per laporan audit 2020.
Permasalahan lainnya, Merpati masih menunggak pembayaran pesangon untuk 1.233 eks pilot dan karyawannya dengan nilai total mencapai Rp312 miliar. PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) menyatakan kewajiban Merpati kepada eks karyawannya akan diselesaikan dari penjualan seluruh aset melalui lelang.
Selain itu, Kementerian BUMN juga membuka opsi pengalihan aset Merpati Airlines ke PT Garuda Indonesia Tbk dan PT Pelita Air Service (PAS). Aset perusahaan yang bisa dimanfaatkan akan disinergikan dengan maskapai penerbangan negara lainnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebelumnya menyatakan bakal membubarkan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) atau Merpati Air. Pembubaran maskapai pelat merah itu seiring dengan rencana penutupan BUMN lainnya, yakni PT Istaka Karya (Persero), PT Kertas Leces (Persero), dan PT Pembiayaan Armanda Niaga Nasional (Persero) atau PANN. Proses pembubaran BUMN diharapkan akan selesai tahun ini.
Merpati Air telah berhenti beroperasi sejak Februari 2014. Dalam kondisi tutup operasi, perusahaan masih memiliki utang pembayaran gaji kepada karyawan dan pesangon yang belum dibayar.
Kementerian BUMN mengambil jalan untuk merestrukturisasi Merpati melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dengan skema penyertaan modal pemerintah. PMN yang disetujui pada 2015 adalah senilai Rp500 miliar. Dana itu digunakan untuk penyelesaian masalah karyawan sebesar Rp300 miliar. Sedangkan Rp200 miliar lainnya untuk proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), administrasi, dan praoperasi untuk terbitkan AOC atau izin terbang kembali.
Tahun lalu, sejumlah mantan pilot Merpati Air yang tergabung dalam Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk menuntut hak pesangon yang belum dituntaskan oleh perusahaan pelat merah itu. Surat tersebut dikirim sejak 17 Juni 2021 dan telah memperoleh tanda terima.
Dalam surat tersebut, pilot Merpati menyatakan persoalan hak pesangon mereka tidak kunjung diselesaikan sejak 2016. Adapun jumlah mantan karyawan Merpati yang hak pesangonnya belum dipenuhi perusahaan mencapai 1.233 orang. Sebagian karyawan tercatat belum menerima pelunasan pesangon sebesar 50%, sementara sisanya sama sekali belum memperoleh uang putus.
Pada 2020, total tanggungan PHK yang harus dipenuhi perusahaan mencapai Rp318,17 miliar. Sesuai dengan Surat Pengakuan Utang (SPU), perusahaan semestinya melunasinya pada akhir Desember 2018.
Tak hanya pesangon, dana pensiun milik mantan karyawan Merpati pun tidak kunjung cair sejak yayasan yang mengelola anggaran itu dibubarkan pada 22 Januari 2015.
Masalah Merpati yang tak kunjung usai, pemerintah dihadapkan permasalahan baru yakni maskapai pelat merah lainnya. Kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang dalam kondisi sulit. Perusahaan milik negara itu tengah menanggung utang hingga Rp70 triliun dan diperkirakan terus bertambah Rp1 triliun tiap bulannya.
Kondisi keuangan yang sedang “berdarah-darah” ini salah satunya ditengarai karena penurunan jumlah penumpang akibat pembatasan pergerakan orang di masa pandemi Covid-19. Selain itu, kondisi keuangan Garuda Indonesia kian memburuk juga disumbang dari “warisan masa lalu”.
Kita berharap pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan Merpati dan Garudahingga tuntas. Jangan sampai hal ini akan menjadi preseden buruk bagi investor yang ingin menanamkan investasinya di dalam negeri.
Baca Juga: koran-sindo.com
Pembubaran Merpati masih menyisakan sejumlah masalah. Satu-satunya calon investor yang sebelumnya menyatakan diri berminat saat ini mengaku tidak mampu menyediakan pendanaan. Merpati juga meninggalkan utang sebesar Rp10,9 triliun, padahal ekuitas perusahaan tercatat negatif Rp1,9 triliun per laporan audit 2020.
Permasalahan lainnya, Merpati masih menunggak pembayaran pesangon untuk 1.233 eks pilot dan karyawannya dengan nilai total mencapai Rp312 miliar. PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) menyatakan kewajiban Merpati kepada eks karyawannya akan diselesaikan dari penjualan seluruh aset melalui lelang.
Selain itu, Kementerian BUMN juga membuka opsi pengalihan aset Merpati Airlines ke PT Garuda Indonesia Tbk dan PT Pelita Air Service (PAS). Aset perusahaan yang bisa dimanfaatkan akan disinergikan dengan maskapai penerbangan negara lainnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebelumnya menyatakan bakal membubarkan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) atau Merpati Air. Pembubaran maskapai pelat merah itu seiring dengan rencana penutupan BUMN lainnya, yakni PT Istaka Karya (Persero), PT Kertas Leces (Persero), dan PT Pembiayaan Armanda Niaga Nasional (Persero) atau PANN. Proses pembubaran BUMN diharapkan akan selesai tahun ini.
Merpati Air telah berhenti beroperasi sejak Februari 2014. Dalam kondisi tutup operasi, perusahaan masih memiliki utang pembayaran gaji kepada karyawan dan pesangon yang belum dibayar.
Kementerian BUMN mengambil jalan untuk merestrukturisasi Merpati melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dengan skema penyertaan modal pemerintah. PMN yang disetujui pada 2015 adalah senilai Rp500 miliar. Dana itu digunakan untuk penyelesaian masalah karyawan sebesar Rp300 miliar. Sedangkan Rp200 miliar lainnya untuk proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), administrasi, dan praoperasi untuk terbitkan AOC atau izin terbang kembali.
Tahun lalu, sejumlah mantan pilot Merpati Air yang tergabung dalam Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk menuntut hak pesangon yang belum dituntaskan oleh perusahaan pelat merah itu. Surat tersebut dikirim sejak 17 Juni 2021 dan telah memperoleh tanda terima.
Dalam surat tersebut, pilot Merpati menyatakan persoalan hak pesangon mereka tidak kunjung diselesaikan sejak 2016. Adapun jumlah mantan karyawan Merpati yang hak pesangonnya belum dipenuhi perusahaan mencapai 1.233 orang. Sebagian karyawan tercatat belum menerima pelunasan pesangon sebesar 50%, sementara sisanya sama sekali belum memperoleh uang putus.
Pada 2020, total tanggungan PHK yang harus dipenuhi perusahaan mencapai Rp318,17 miliar. Sesuai dengan Surat Pengakuan Utang (SPU), perusahaan semestinya melunasinya pada akhir Desember 2018.
Tak hanya pesangon, dana pensiun milik mantan karyawan Merpati pun tidak kunjung cair sejak yayasan yang mengelola anggaran itu dibubarkan pada 22 Januari 2015.
Masalah Merpati yang tak kunjung usai, pemerintah dihadapkan permasalahan baru yakni maskapai pelat merah lainnya. Kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang dalam kondisi sulit. Perusahaan milik negara itu tengah menanggung utang hingga Rp70 triliun dan diperkirakan terus bertambah Rp1 triliun tiap bulannya.
Kondisi keuangan yang sedang “berdarah-darah” ini salah satunya ditengarai karena penurunan jumlah penumpang akibat pembatasan pergerakan orang di masa pandemi Covid-19. Selain itu, kondisi keuangan Garuda Indonesia kian memburuk juga disumbang dari “warisan masa lalu”.
Kita berharap pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan Merpati dan Garudahingga tuntas. Jangan sampai hal ini akan menjadi preseden buruk bagi investor yang ingin menanamkan investasinya di dalam negeri.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)