Lebih Berbahaya, Waspadai Karhutla di Masa Pandemi Corona

Rabu, 24 Juni 2020 - 09:42 WIB
loading...
Lebih Berbahaya, Waspadai...
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dalam skala besar diperkirakan terjadi pada Agustus mendatang. Ancaman kian meningkat karena kebakaran terjadi di masa pandemi Covid-19. Foto/ANTARA
A A A
JAKARTA - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dalam skala besar diperkirakan terjadi pada Agustus mendatang. Ancaman kian meningkat karena kebakaran terjadi di masa pandemi Covid-19. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin mengingatkan semua pihak agar mewaspadai dan mengantisipasi kedatangan ancaman bencana alam ini.

Jokowi mengingatkan ancaman karhutla tersebut karena sejumlah provinsi yang masuk zona rawan mengalami kemarau pada Agustus. Dia berharap waktu sebulan ke depan digunakan untuk menyiapkan langkah antisipasi.

“Kemarau di sebagian besar daerah zona (karhutla) akan terjadi pada Agustus. Kita memiliki persiapan paling tidak satu bulan untuk mengingatkan ini. Meskipun seingat saya pada Januari atau Februari sudah membuat rapat besar di sini,” kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas (ratas) yang digelar secara tatap muka di Istana Merdeka Jakarta kemarin.

Peringatan Presiden Jokowi menjadi sangat penting mengingat setiap tahun karhutla menimbulkan dampak kerugian yang sangat besar, baik kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Pada 2019 luas areal yang dilalap api mencapai 942.485 hektare (ha). Rinciannya, 269.777 ha adalah lahan gambut dan 672.708 hektare adalah lahan mineral. Lokasi karhutla terparah yakni Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, Riau, dan Jambi.

Kebakaran tahun lalu merupakan yang terbesar dalam tiga tahun terakhir. Jumlah penduduk yang terpapar kabut asap mencapai 1 juta jiwa. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan karhutla pada 2019 menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencapai Rp75 triliun.

Tahun ini ancaman kebakaran makin mengkhawatirkan, terutama bagi penduduk di wilayah yang selama ini terdampak kabut asap. Ini tak lain karena bencana kebakaran datang bersamaan dengan pandemi Covid-19. Sebagaimana daerah lainnya, provinsi yang selama ini menjadi langganan kabut asap saat ini juga tengah berjibaku memerangi virus corona. (Baca: Rizal Ramli: Mana Bisa Masalah Bangsa Diselesaikan dengan Buzzer)

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyebut ada potensi kerentanan dan risiko bagi masyarakat di wilayah yang terpapar kabut asap di tengah pandemi ini.

“Asap yang pekat ini bisa timbulkan ancaman kesehatan bagi masyarakat. Terutama mereka yang memiliki asma atau ISPA. Dampaknya adalah berbahaya bagi mereka yang menderita penyakit asma ini apabila terpapar Covid-19,” ucap Doni yang juga Kepala BNPB ini di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta kemarin.

Meski kabut asap tidak berdampak langsung pada penularan Covid-19, namun masyarakat yang daerahnya mengalami karhutla harus menghadapi dua sumber penyakit pernapasan sekaligus.

Peneliti Utama Bidang Ekologi Manusia di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati sebagaimana dikutip pada lamanhttp://kependudukan.lipi.go.id mengemukakanbahwa pasien positif Covid-19 di Indonesia mempunyai gejala batuk (77,7%) dan sesak napas (42,8%), sedangkan pasien positif yang meninggal memiliki penyakit paru obstruktif kronis (17,3%). Data ini dikutipnya dari situsCovid19.go.id pada 17 Mei 2020. Gejala pasien positif Covid-19 dan penyakit penyerta kematian pasien Covid-19 menurut dia mempunyai kesamaan dengan penyakit yang disebabkan oleh asap karhutla.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1792 seconds (0.1#10.140)