Lomba Tanpa Garis Finis

Jum'at, 10 Juni 2022 - 17:02 WIB
loading...
Lomba Tanpa Garis Finis
Di dunia media sosial, berbagai cara orang akan lakukan demi untuk mendapatkan follower dan like, seolah sudah menjadi kebutuhan paling pokok demi unjuk eksistensi diri. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
KEMUDAHAN orang untuk mengekspresikan diri dengan berbagai fasilitas yang menggiurkan di media sosial (medsos) ternyata seperti pedang bermata dua. Satu sisi sangat tajam sebagai mata publik yang melaporkan segala peristiwa langsung secara realtime dari lokasi kejadian. Satu sisi lainnya berpotensi membawa masalah. Kemudahan orang merekam video menggunakan telepon pintar atau smartphone yang harganya semakin murah bertemu dengan kemudahan dalam mengunggahnya di platform medsos yang semakin canggih bisa membawa manfaat dan mudarat sekaligus.

Manfaatnya sangat banyak. Manusia semakin mudah mengetahui kejadian di mana pun, kapan pun karena media sosial tidak pernah mati, selalu hidup 24 jam sehari, tujuh hari sepekan, dan seterusnya. Kalaupun terjadi gangguan, itu karena jaringan internet mati atau down, itu pun sangat jarang terjadi.

Ibarat mesin, platform medsos diciptakan untuk terus hidup memanjakan para penggunanya dengan fitur-fitur yang semakin banyak, mudah, mutakhir, menarik, dan gratis pula. Hanya bermodal mendaftarkan diri, menulis nama, nomor telepon, dan alamat e-mail, pengguna bisa melakukan apa saja di akun media sosialnya.

Pengguna bisa memperluas jaringan pertemanan dengan cara yang mudah, baik organik maupun berbayar, semua disediakan oleh platform media sosial dengan mudah pula. Karena itu hari ini orang akan selalu penasaran dan haus mendapatkan like, comment maupun share atau repost.

Indikator inilah yang menentukan seberapa berpengaruh Anda di mata pengikut atau pengguna media sosial lain. Semakin banyak follower, subscriber yang nge-like dan membagikan postingan kita, berarti semakin berpengaruh dan populer pengguna itu.

Dengan berbagai cara orang akan berupaya maksimal untuk mendapatkan follower dan like yang sudah menjadi kebutuhan paling pokok demi unjuk eksistensi diri. Orang-orang yang terkenal sebelum era media sosial pun ramai-ramai bermigrasi ke jagat medsos––begitu sebutan populer media sosial––supaya tidak ketinggalan zaman. Ada yang sukses dan menjadi semakin moncer di medsos, tetapi banyak juga yang gagal.

Terkenal dengan follower jutaan di media sosial sudah menjadi impian anak-anak muda zaman sekarang. Tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, belajar mati-matian, kerja keras untuk menjadi terkenal seperti pendahulunya. Teknologi digital memberi jalan pintas kepada siapa saja untuk mencapai level ketenaran seseorang tanpa harus melalui jalur-jalur tradisional yang susah payah dilalui para pendahulunya. Artinya sukses, terkenal, tajir, kaya-raya tak perlu menunggu lama. Medsoslah jalurnya.

Karena semakin banyaknya orang ingin terkenal dan kaya di dunia maya, persaingan di medsos juga sangat ketat, keras, terjal, dan berliku. Banyak yang sukses, tetapi tidak sedikit yang gagal. Celakanya kegagalan-kegagalan itu jarang diceritakan. Yang ada hanya sukses, terkenal, dan kaya. Itulah yang terpatri di kalangan anak-anak muda.

Memang tidak semua pengguna medsos demikian. Ada yang memosisikan medsos sebagai alat bantu dalam beraktivitas, belajar, bekerja, atau berwirausaha menawarkan produknya. Tapi kebanyakan berpandangan medsos adalah segalanya.

Karena itu harus sukses dengan cara mencari follower dan like sebanyak mungkin dengan membuat konten yang menarik. Menarik menurut algoritma mesin medsos belum tentu sesuai dengan budaya masyarakat. Karena mesin algoritma di medsos tidak memiliki perasaan dan hati yang bisa memproteksi diri dari perbuatan yang di luar asas kepantasan manusia.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1639 seconds (0.1#10.140)