UU PSDN untuk Pertahanan Negara Dinilai Perlu Banyak Masukan

Kamis, 02 Juni 2022 - 19:55 WIB
loading...
UU PSDN untuk Pertahanan...
Telaah Kritis UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum-HAM, dan Keamanan: Jelang Putusan Mahkamah Konstitusi, Kerja Sama Prodi Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta dan IMPARSIAL, di Kampus UIN Ciputat, Jakarta, Kamis (2/6/20
A A A
JAKARTA - Naskah akademik Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara, dinilai tidak dijelaskan detail maksudnya.

Hal ini dikatakan oleh Kaprodi HI FISIP UIN Jakarta Faisal Nurdin Idris. Menurutnya, argumentasi yang dihadirkan dalam naskah akademik ini terlalu dipaksakan.

Faisal Nurdin menyampaikan pandangannya ini pada Telaah Kritis UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum-HAM, dan Keamanan: Jelang Putusan Mahkamah Konstitusi, Kerja Sama Prodi Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta dan IMPARSIAL, Aula Madya, Kampus UIN Ciputat, Jakarta, Kamis (2/6/2022).

"Dengan definisi ancaman seperti yang disebut dalam UU PSDN ini, maka spill-over penggunaan Komcad menjadi sangat luas dan berbahaya. Pemerintah harus mendengarkan masukan dari masyarakat sipil secara luas," kata Faisal.

Menurut Faisal banyak dampak negatif yang dapat timbul dari penerapan UU PSDN ini. UU PSDN ini juga sangat minim penghormatan terhadap hak-hak individu.

"Pemerintah seharusnya bisa menjamin hak-hak privasi warga negara, termasuk menghormati hak untuk menolak dimobilisasi untuk perang atau operasi tertentu atas dasar keyakinan atau kepercayaan mereka (conscientious objention)," jelasnya.

Sementara Fery Kusuma, Pegiat HAM dan Peneliti Centra Initiative menilai, dalam negara hukum demokratis, sebuah UU mensyaratkan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM), sedangkan UU PSDN ini tidak punya atau tidak melindungi HAM.

Sehingga kata dia, banyak ketentuan atau jaminan HAM dalam UUD dilanggar oleh UU PSDN ini. "Mengingat sejarah masa lalu, kita kenal ada pamswakarsa atau para milisi, sampai sekarang misalnya juga ada di Papua," ucapnya.

"Artinya, pembentukan Komponen Cadangan juga berpotensi kembali membentuk para milisi seperti yang terjadi di masa lalu, untuk berhadapan dengan mahasiswa atau masyarakat kita sendiri," tegas Fery.

Junaidi Simun, Peneliti CSRC UIN Jakarta juga menilai, UU PSDN, pengaturan terkait dimensi ancaman terlalu luas. Sehingga UU ini tidak fokus dan cenderung multi tafsir.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0966 seconds (0.1#10.140)