Wakil Ketua MPR: Pancasila Harus Jadi Ideologi dan Panduan Etis Seluruh Elemen Bangsa

Rabu, 01 Juni 2022 - 19:05 WIB
loading...
Wakil Ketua MPR: Pancasila Harus Jadi Ideologi dan Panduan Etis Seluruh Elemen Bangsa
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, Pancasila harus menjadi ideologi dan panduan etis seluruh elemen bangsa. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pancasila harus menjadi ideologi sekaligus panduan etis bagi seluruh elemen bangsa dalam menjawab tantangan di masa kini dan mendatang. Sebab, Pancasila merupakan pondasi dalam membangun negeri.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat memberi sambutan pada diskusi daring bertema “Pancasila dan Tantangan Zaman” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, dalam rangka Hari Lahir Pancasila dan Peluncuran Buku "Postulat Hukum Pancasila" dari Sekolah Sukma Bangsa Bireun- Aceh, Rabu (1/6/2022).

"Peringatan Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum kita untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila di negeri ini. Karena nilai-nilai Pancasila sudah dan akan selalu menjadi acuan bagi cara hidup manusia Indonesia," katanya.

Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Irwansyah itu dihadiri Guru Besar Universitas Islam Negeri /UIN Sunan Kalijaga sekaligus penulis buku "Postulat Hukum Pancasila Ratno Lukito, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM Agus Wahyudi dan Pakar Hukum Tata Negara Atang Irawan. Selain itu hadir pula Hakim Tipikor Bandung Ihat Subihat dan Co Founder The Center for Indonesian Crisis Strategic Resolution Makmun Rasyid.



Menurut Lestari, Ratno Lukito dalam buku Postulat Hukum Pancasila menyebutkan, Indonesia sebagai negara dengan kompleksitas sejarah lokal, memiliki Pancasila sebagai basis idelogi yang merangkum rule of law dan rule of recognition dengan nilai-nilai dasar dalam sebuah filosofi.

Sebagai ideologi dan filosofi kehidupan bernegara, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, Pancasila merupakan legitimasi terwujudnya bangsa dan negara Indonesia, yang diperlihatkan dalam bentuk tindakan dari para pendahulu bangsa saat sepakat membentuk negeri ini. ”Negeri ini terbentuk dari satu kesepakatan para pendiri bangsa yang memiliki beragam latar belakang, untuk merebut kemerdekaan dari penjajah,” katanya.



Setelah merdeka, ujar Rerie, para pendiri bangsa itu melahirkan Pancasila dengan nilai-nilai yang dikandungnya sebagai pondasi dalam membangun negeri. Menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus bisa diamalkan secara berkelanjutan dan lintas zaman dalam setiap langkah mengisi kemerdekaan. Karena ideologi dan filosofi kehidupan seperti Pancasila pada perjalanannya selalu saja melewati berbagai ujian dalam ruang dan waktu.

Senada, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Ratno Lukito berpendapat hingga saat ini, belum terjadi revolusi hukum di Indonesia. Karena hingga saat ini hukum yang berlaku di Indonesia masih mewarisi nilai-nilai hukum di zaman Belanda. Bahkan, draf revisi RUU KUHP sudah melewati belasan kali kajian, namun belum juga berhasil menjadi undang-undang. ”Padahal, bangsa Indonesia memiliki Pancasila, yang nilai-nilai yang dikandungnya bisa menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan sebagai sumber hukum di negeri ini,” ujarnya.

Kepala Pusat Studi Pancasila UGM, Agus Wahyudi mengungkapkan, problem besar negara kita adalah masalah hukum, karena banyak permasalahan di negeri ini sangat berkaitan dengan hukum. Hal itu terjadi karena proses transisi dari hukum di masa kolonial ke masa hukum nasional yang berlaku saat ini, belum mendapat penjelasan secara rinci terkait dasar-dasar hukum yang diberlakukan.

”Akibatnya, banyak pihak menginterpretasi hukum yang ada sesuai kepentingan masing-masing. Nilai-nilai Pancasila bisa menjadi inspirasi pada proses pengembangan hukum di Indonesia,” paparnya.

Pakar Hukum Tata Negara, Atang Irawan berpendapat dalam tatanan hukum nasional, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan panduan setiap proses pembuatan kebijakan yang pelaksanaannya harus mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Sangat disayangkan dalam penerapan kebijakan di negeri ini seringkali pelaksanaannya menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.

Hakim Tipikor Bandung, Ihat Subihat mengungkapkan ada dua tantangan besar yang harus dihadapi Pancasila yaitu tantangan internal dan eksternal. Menurut Ihat, tantangan internal terjadi karena rakyat Indonesia mengalami amnesia sejarah sehingga saat ini banyak terjadi konfrontasi ideologi, bahkan dalam betuk ancaman untuk memecah belah bangsa dan penghancuran sumber daya alam.

”Sedangkan tantangan dari luar dalam bentuk budaya asing yang masuk seiring kemajuan teknologi, di tengah upaya bangsa ini mewujudkan anak bangsa yang memiliki nilai-nilai budi pekerti, ramah dan gotong-royong,” kata dia.

Co Founder The Center for Indonesian Crisis Strategic Resolution, Makmun Rasyid mengungkapkan di kalangan milenial tumbuh pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum masih sebagai lip service saja. Padahal, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya diharapkan sebagai inspirasi, tetapi harus diimplementasikan.

Makmun sangat prihatin terhadap hasil salah satu survei di kalangan milenial yang menunjukkan bahwa hanya Sila Pertama Pancasila Ketuhanan Maha Esa yang dikenal oleh kalangan milenial. Sementara, empat sila lainnya tidak banyak dikenal oleh kalangan milenial.

“Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran kelompok milenial yang tidak memahami Pancasila berpotensi melakukan tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai yang kita sepakati di negeri ini,” katanya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1397 seconds (0.1#10.140)