DPR Minta Proses Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Dievaluasi

Jum'at, 27 Mei 2022 - 17:44 WIB
loading...
DPR Minta Proses Pengangkatan...
Anggota DPR RI Achmad meminta proses dan mekanisme pengangkatan penjabat (Pj) bupati/wali kota dievaluasi agar lebih terbuka dan transparan. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Anggota DPR RI Achmad meminta proses dan mekanisme pengangkatan penjabat ( Pj ) bupati/wali kota dievaluasi agar lebih terbuka dan transparan. Hal tersebut menanggapi respons dari beberapa gubernur yang merasa direkomendasikan tidak diakomodir oleh mendagri sehingga menimbulkan polemik di daerah yang berujung penundaan pelantikan Pj bupati/wali kota.

"Perlu dievaluasi kembali kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri tentang penetapan Pj untuk bupati dan wali kota yang tidak mengakomodir usulan dari gubernur," kata Achmad dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/5/2022).

Politikus Partai Demokrat ini mengakui mendagri punya hak prerogatif dalam penunjukan PJ bupati/wali kota tanpa usulan maupun di luar usulan dari gubernur berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Kendati demikian, lanjut dia, di dalam menjalankan hak prerogatif tersebut sebaiknya mendagri tidak hanya semata-mata berprinsip kepada kewenangan atau peraturan yang ada.





"Namun juga harus mempertimbangkan moral, etika politik, dan kearifan lokal, sehingga diharapkan kebijakan dengan hak prerogatif itu tidak menimbulkan konflik/kegaduhan, keresahan di daerah," kata legislator asal Riau ini.

Ke depannya, dia berharap agar kegaduhan dan keresahan itu tidak terulang lagi. Untuk itu, perlu pemantapan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam proses penetapan calon penjabat bupati/wali kota, sehingga asas sentralisasi dan asas desentralisasi dapat seiring dan sejalan dalam rangka menjalankan sistem pemerintahan di Indonesia.

"Di samping itu transparansi dari berbagai pihak baik dari pihak gubernur maupun pihak mendagri diperlukan. Sehingga seorang penjabat bupati dan wali kota setelah dilantik siap bekerja di wilayahnya dan tidak disibukkan dengan isu-isu proses pengangkatannya," tuturnya.

Menurutnya, gubernur juga harus lebih transparan dalam menyampaikan nama yang diusulkan itu kepada masyarakat agar tidak terjadi polemik dan terkesan tarik menarik kepentingan. Kata dia, gubernur juga harus meminta pandangan dan pendapat dari tokoh masyarakat, adat, politik, dan pendidikan. "Dengan demikian, maka gubernur telah melakukan demokrasi terbatas," ucapnya.

Mantan Bupati Rokan Hulu dua periode itu menilai hal tersebut sangat penting karena tugas seorang kepala daerah cukup berat sebagai administrator pemerintahan, pembangunan, dan sekaligus juga pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat serta pembinaan sosial politik di daerahnya. Apalagi, lanjut dia, pandemi Covid-19 di Indonesia mengakibatkan terpuruknya ekonomi masyarakat dan terganggunya kesehatan masyarakat.

"Dan juga mempengaruhi sektor-sektor kehidupan lainnya. Ini tantangan yang dihadapi daerah khususnya penjabat bupati dan wali kota," imbuhnya.

Sebagai tugas pengawasan anggota DPR RI, Achmad mengingat akan banyak lagi penjabat bupati/wali kota yang akan ditunjuk mengisi kekosongan kepala daerah yang berakhir menjelang pilkada serentak 2024. "Maka kerja sama koordinasi integrasi sinkronisasi transparansi sangatlah diperlukan antara pemerintah pusat dalam hal ini mendagri dan pemerintah daerah dalam hal ini gubernur dalam rangka menjaga situasi dan kondisi yang kondusif aman terkendali untuk menyongsong pesta demokrasi rakyat tahun 2024 yaitu pemilihan umum dan pilkada," tuturnya.

Lebih lanjut Achmad menuturkan, pengangkatan penjabat bupati/wali kota tidak akan terlepas dari kepentingan politik, karena jabatan tersebut strategis dan politis. "Namun untuk berjalannya proses dan mekanisme demokrasi yang terbatas, transparansi, kearifan lokal, moral, dan etika politik jangan sampai dikesampingkan karena kita ingin bersama-bersama ke depan ini proses dari pencalonan Pj bupati dan wali kota itu tidak menambah hangat, hiruk-pikuknya Pemilu 2024 dan Pilkada 2024," ungkapnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, sambung dia, gubernur adalah pejabat pusat yang ada di daerah dalam rangka menjalankan asas sentralisasi. Selain itu, gubernur juga adalah kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat dengan legitimasi yang kuat dalam rangka menjalankan asas desentralisasi atau otonom.

Dia menyarankan sebaiknya mendagri dan gubernur sama-sama membangun spirit dan bertekad dalam mengaplikasikan sistem pemerintahan di Indonesia sehingga terwujud saling menghormati dan saling menghargai satu sama lainnya. "Sehingga di samping suasana kondusif aman dan terkendali juga dapat akselerasi pembangunan menurunkan angka kemiskinan, mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat yang bermuara terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan," pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1666 seconds (0.1#10.140)