Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng karena Tak Ingin Rakyat Menderita
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng karena tidak ingin rakyat menderita. Menurut Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Romli Atmasasmita, kebijakan yang diambil Presiden Jokowi itu sebuah pertaruhan yang berisiko.
Dia berpendapat bahwa pelarangan eskpor bahan baku dilakukan hanya karena Presiden Jokowi ingin melihat rakyat tidak lagi miskin dan menderita akibat langkanya minyak goreng di masyarakat. Maka itu, Romli mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut hingga tuntas dugaan korupsi kasus minyak goreng yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana perdagangan (Tipidag).
"Pengorbanan dan taruhan pemerintah ini merupakan tantangan terhadap Kejaksaan Agung untuk segera menuntaskan kasus ini baik dari Tipidag, maupun dari Tipikor (tipikor) dan TPPU-nya," ujar Romli dalam keterangannya, Senin (25/4/2022).
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kasus tersebut perlu diusut tuntas agar peristiwa dugaan korupsi crude palm oil (CPO) dapat terungkap seluas-luasnya dan diharapkan tidak terjadi lagi.
Hal senada dikatakan oleh Kordiantor Aktivis 1998 (Siaga 98) Hasanuddin. Dia menilai keputusan Presiden Jokowi itu merupakan sebuah peringatan keras kepada produsen CPO. "Bahwa tata niaga minyak sawit tidaklah bertujuan mencari keuntungan produsen semata dengan mengabaikan kepentingan konsumen dan masyarakat secara luas," tutur Hasanuddin.
Menurutnya, keputusan Jokowi ini tidak mengabaikan ekonomi pasar atau antiekonomi pasar, melainkan menentang praktik mencari keuntungan semata dengan memprioritaskan ekspor CPO. Pasalnya, membaiknya harga di pasar global dengan mengabaikan konsumen dalam negeri mengakibatkan harga terkondisi negatif karena praktek curang dalam pasar.
"Terbukti, kecurangan ini merupakan perbuatan melawan hukum, yang melìbatkan produsen dan pejabat negara yang saat ini dalam penanganan Kejaksaan Agung," imbuhnya.
Maka itu, dia menilai keputusan Presiden Jokowi itu sudah tepat itu untuk menormalisasi persediaan minyak goreng dan harga di dalam negeri akibat adanya pasar gelap produsen-pejabat. Apalagi, lanjut dia, pemerintah punya kewenangan mengatur ekspor-impor komoditas CPO.
"Kewenangan mengatur ini bukanlah intervensi terhadap pasar. Sebab, pasar tidak bisa berjalan sendiri di ruang hampa tanpa keterlibatan pemerintah untuk mengatur keseimbangan dan mengendalikan keserakahan produsen dari upaya kapitalisasi tak terbatas di pasar CPO," pungkasnya.
Dia berpendapat bahwa pelarangan eskpor bahan baku dilakukan hanya karena Presiden Jokowi ingin melihat rakyat tidak lagi miskin dan menderita akibat langkanya minyak goreng di masyarakat. Maka itu, Romli mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut hingga tuntas dugaan korupsi kasus minyak goreng yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana perdagangan (Tipidag).
"Pengorbanan dan taruhan pemerintah ini merupakan tantangan terhadap Kejaksaan Agung untuk segera menuntaskan kasus ini baik dari Tipidag, maupun dari Tipikor (tipikor) dan TPPU-nya," ujar Romli dalam keterangannya, Senin (25/4/2022).
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kasus tersebut perlu diusut tuntas agar peristiwa dugaan korupsi crude palm oil (CPO) dapat terungkap seluas-luasnya dan diharapkan tidak terjadi lagi.
Hal senada dikatakan oleh Kordiantor Aktivis 1998 (Siaga 98) Hasanuddin. Dia menilai keputusan Presiden Jokowi itu merupakan sebuah peringatan keras kepada produsen CPO. "Bahwa tata niaga minyak sawit tidaklah bertujuan mencari keuntungan produsen semata dengan mengabaikan kepentingan konsumen dan masyarakat secara luas," tutur Hasanuddin.
Menurutnya, keputusan Jokowi ini tidak mengabaikan ekonomi pasar atau antiekonomi pasar, melainkan menentang praktik mencari keuntungan semata dengan memprioritaskan ekspor CPO. Pasalnya, membaiknya harga di pasar global dengan mengabaikan konsumen dalam negeri mengakibatkan harga terkondisi negatif karena praktek curang dalam pasar.
"Terbukti, kecurangan ini merupakan perbuatan melawan hukum, yang melìbatkan produsen dan pejabat negara yang saat ini dalam penanganan Kejaksaan Agung," imbuhnya.
Maka itu, dia menilai keputusan Presiden Jokowi itu sudah tepat itu untuk menormalisasi persediaan minyak goreng dan harga di dalam negeri akibat adanya pasar gelap produsen-pejabat. Apalagi, lanjut dia, pemerintah punya kewenangan mengatur ekspor-impor komoditas CPO.
"Kewenangan mengatur ini bukanlah intervensi terhadap pasar. Sebab, pasar tidak bisa berjalan sendiri di ruang hampa tanpa keterlibatan pemerintah untuk mengatur keseimbangan dan mengendalikan keserakahan produsen dari upaya kapitalisasi tak terbatas di pasar CPO," pungkasnya.
(zik)