Hari Buku dan Pentingnya Membumikan Kembali Budaya Baca

Sabtu, 23 April 2022 - 12:36 WIB
loading...
Hari Buku dan Pentingnya Membumikan Kembali Budaya Baca
Adin Bondar. FOTO/Dok Sindonews
A A A
Adin Bondar
Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpustakaan Nasional

Buku menjadi barometer tingkat kemajuan peradaban suatu bangsa. Barbara Tuchman, seorang sejarawan dan penulis Amerika mengatakan “buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku sejarah diam, sastra bungkam, sains lumpuh, pemikiran macet. Buku adalah mesin perubahan jendela dunia”.

Perihal pentingnya buku dalam kehidupan juga dikatakan oleh Thomas Jefferson, Presiden Amerika Serikat di era 1801-1909. Dia menyebut, “Saya tidak bisa hidup tanpa buku”. Di tanah air, tokoh bangsa yang juga proklamator RI, Muhammad Hatta , mengatakan “Aku rela dipenjara, asalkan bersama buku. Karena dengan buku, aku bebas”.

Dari berbagai pernyataan di atas, kita melihat bagaimana peran buku dalam kehidupan dan membangun peradaban yang berkembang dari zaman ke zaman.

Hari ini, masyarakat memperingati Hari Buku Sedunia atau World Book Day. Momen ini diharapkan menjadi pintu masuk untuk menelisik kembali perbukuan di tanah air. Unesco telah menetapkan Hari Buku dan Hak Cipta pada 23 April 1995 dan menjadi bagian apresiasi atau penghargaan atas dedikasi para tokoh penulis terkemuka, seperti William Shakespeare, Miguel de Cervantes dan Inca Garcilaso de la Vega.

Peringatan Hari Buku merupakan dedikasi kepada buku dan penulis. Selain itu juga bertujuan menginspirasi dunia betapa penting dan hebatnya buku dalam mengubah peradaban demi terwujud peradaban. Hari Buku juga diharapkan dapat memunculkan kegemaran membaca demi menciptakan masyarakat berpengetahuan sebagai bagian fundamental dalam membangun kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat.

Buku sebagai pintu pengetahuan perlu terus ditumbuhkan sebagai bagian dari kemajuan masa lalu, kini dan akan datang. Karena itu, pemerintah Indonesia meletakkan fondasi kuat terhadap upaya pemajuan perbukuan di tanah air. Ini diperkuat dengan lahirnya regulasi penguatan akses buku, antara lain;Pertama, UU No 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan adalah bukti keberpihakan pemerintah untuk penguatan perbukuan di tanah air. UU tersebut menjelaskan, bahwa buku merupakan hak masyarakat. Pentingnya buku sebagai salah satu sarana membangun dan meningkatkan budaya literasi guna mendorong kecerdasan dan persaingan global. Sehingga perlu ada jaminan ketersedian buku bermutu, murah dan merata bagi masyarakat sampai kepada pelosok tanah air.

Kedua, UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Lembaga ini adalah lembaga publik yang pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan Undang-undang tersebut menjamin hak memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan (pasal 5). Disisi lain, pemerintah berkewajiban untuk; (i) menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat; (ii) menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di tanah air; (iii) menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia).

Ketiga, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Dearah. Ini memperjelas bahwa urusan pemerintah di bidang perpustakaan menjadi urusan wajib yang tidak berkaitan dengan kebutuhan dasar. Kehadiran 34 Dinas Perpustakaan Provinsi dan 409 Dinas Perpustakaan Kabupaten/Kota adalah upaya peningkatan akses buku bagi masyarakat di daerah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1695 seconds (0.1#10.140)