NII Ingin Gulingkan Jokowi, Demokrat Singgung Ketidakadilan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa kelompok Negara Islam Indonesia (NII) ingin menggulingkan rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum 2024. Caranya dengan membuat kerusuhan (chaos) seperti 1998.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto berpandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia sekaligus juga sebagai dasar negara. Jika kemudian ada kelompok yang ingin menggantinya, maka faktor ketidakadilan, ketidakmerataan hingga abuse of power, dimungkinan menjadi penyebabnya.
"Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari rasa ketidakadilan dan ketidakmerataan kesejahteraan, penyelenggara negara yang melakukan abuse of power, maraknya korupsi yang mengakibatkan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara menurun. Hal ini bisa mempengaruhi kepercayaan terhadap ideologi negara," kata Didik saat dihubungi, Sabtu (23/4/2022).
"Apalagi, dengan menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai akibat dari keterbukaan informasi," katanya.
Menurut Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat ini, jika memang ada ancaman nyata dan serius terhadap ideologi Pancasila, maka harus menjadi perhatian serius pemerintah. Namun, dia meminta aparat tidak gegabah dalam menyimpulkan gerakan-gerakan tersebut.
"Kita juga tidak boleh gegabah, harus hati-hati, dan terukur dalam menyimpulkan adanya gerakan nyata yang ingin melawan pemerintah dan ideologi kita, agar kita tidak salah dalam membaca situasi dan aspirasi masyarakat yang sesungguhnya," ujarnya.
Baca juga: Densus 88 Antiteror: Buat Chaos Jadi Cara NII Gulingkan Pemerintah
Didik mengingatkan aparat jangan sampai salah menyimpulkan dan memberikan stigma kepada masyarakat. "Mungkin bisa saja bibit-bibit itu berpotensi muncul, tapi harus juga digali secara utuh akar permasalahannya. Apakah memang murni perang ideologi atau ekspresi kekecewaan terhadap rasa keadilan publik?" kata Didik.
Menurutnya, persoalan dasar semestinya digali secara utuh, sehingga aparat negara dan keamanan bisa melakukan mitigasi dan membuat solusi yang tepat agar tidak muncul-muncul bibit tersebut. Didik melihat rasa kesadaran kebangsaan rakyat Indonesia sudah sedemikian kuat, bahkan sudah mengkristal dan lahir dari rasa senasib sepenanggungan yang berhasil membentuk wawasan kebangsaan Indonesia.
"Saya justru melihat, tantangan terhadap ideologi kita adalah munculnya rasa ketidakadilan publik, ketimpangan yang belum terselesaikan, kesejahteraan yang belum merata. Dan kondisi ini harusnya menjadi perhatian serius pemerintah dalam memenuhi hak-hak dan kesejahteraan warga negaranya," kata legislator Dapil Jawa Timur IX ini.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto berpandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia sekaligus juga sebagai dasar negara. Jika kemudian ada kelompok yang ingin menggantinya, maka faktor ketidakadilan, ketidakmerataan hingga abuse of power, dimungkinan menjadi penyebabnya.
"Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari rasa ketidakadilan dan ketidakmerataan kesejahteraan, penyelenggara negara yang melakukan abuse of power, maraknya korupsi yang mengakibatkan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara menurun. Hal ini bisa mempengaruhi kepercayaan terhadap ideologi negara," kata Didik saat dihubungi, Sabtu (23/4/2022).
"Apalagi, dengan menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai akibat dari keterbukaan informasi," katanya.
Menurut Ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat ini, jika memang ada ancaman nyata dan serius terhadap ideologi Pancasila, maka harus menjadi perhatian serius pemerintah. Namun, dia meminta aparat tidak gegabah dalam menyimpulkan gerakan-gerakan tersebut.
"Kita juga tidak boleh gegabah, harus hati-hati, dan terukur dalam menyimpulkan adanya gerakan nyata yang ingin melawan pemerintah dan ideologi kita, agar kita tidak salah dalam membaca situasi dan aspirasi masyarakat yang sesungguhnya," ujarnya.
Baca juga: Densus 88 Antiteror: Buat Chaos Jadi Cara NII Gulingkan Pemerintah
Didik mengingatkan aparat jangan sampai salah menyimpulkan dan memberikan stigma kepada masyarakat. "Mungkin bisa saja bibit-bibit itu berpotensi muncul, tapi harus juga digali secara utuh akar permasalahannya. Apakah memang murni perang ideologi atau ekspresi kekecewaan terhadap rasa keadilan publik?" kata Didik.
Menurutnya, persoalan dasar semestinya digali secara utuh, sehingga aparat negara dan keamanan bisa melakukan mitigasi dan membuat solusi yang tepat agar tidak muncul-muncul bibit tersebut. Didik melihat rasa kesadaran kebangsaan rakyat Indonesia sudah sedemikian kuat, bahkan sudah mengkristal dan lahir dari rasa senasib sepenanggungan yang berhasil membentuk wawasan kebangsaan Indonesia.
"Saya justru melihat, tantangan terhadap ideologi kita adalah munculnya rasa ketidakadilan publik, ketimpangan yang belum terselesaikan, kesejahteraan yang belum merata. Dan kondisi ini harusnya menjadi perhatian serius pemerintah dalam memenuhi hak-hak dan kesejahteraan warga negaranya," kata legislator Dapil Jawa Timur IX ini.
(abd)