Mengapa Gus Dur Dijuluki Bapak Pluralisme? Alasannya Bikin Salut se-Indonesia

Selasa, 19 April 2022 - 06:14 WIB
loading...
Mengapa Gus Dur Dijuluki Bapak Pluralisme? Alasannya Bikin Salut se-Indonesia
Presiden ke 4 RI Gus Dur atau Abdurrahman Wahid dijuluki sebagai Bapak Pluralisme. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Setiap presiden yang sudah selesai masa jabatannya punya julukan masing-masing. Termasuk Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, presiden ke-4 RI ini.

Gus Dur pada masa pemerintahannya dikenal sebagai Bapak Pluralisme . Julukan kepada Gus Dur itu karena dirinya sangat menghargai keberagaman dalam berbagai hal, terutama keberagaman suku, agama, dan ras.

Berdasarkan keterangan dari Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti yang ditulis di akun resmi Instagram Kementerian Sekretariat Negara @kemensetneg.ri, Gus Dur mendapatkan julukan Bapak Pluralisme karena memberikan gagasan-gagasan universal mengenai pentingnya menghormati perbedaan sebagai bangsa yang beragam dan lantang dalam membela minoritas.





Salah satu buktinya adalah pencabutan peraturan yang melarang kegiatan adat warga Tionghoa secara terbuka seperti perayaan Imlek. Sementara itu, dikutip dari laman resmi Kemendikbud pada Senin (18/4/2022), Gus Dur saat menjadi presiden berani mendobrak diskriminasi pada warga Tionghoa. Prinsip pluralisme dipertahankannya.

Perlindungan hak asasi masyarakat sipil dan hak kaum minoritas di Tanah Air juga diperjuangkannya. Gus Dur melakukan itu untuk menjaga eksistensi NKRI.

Gus Dur saat menjabat presiden mencabut mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China. Inpres yang dibuat Orde Baru di bawah Pemerintahan Soeharto itu melarang segala hal berbau Tionghoa di antaranya Imlek.



Inpres bikinan Pemerintahan Soeharto itu dicabut dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 pada 17 Januari 2000. Semenjak itu, masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia hingga kini bisa mendapatkan kebebasan merayakan Tahun Baru Imlek.

Gus Dur juga meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (libur hanya bagi yang merayakannya) melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2001 tertanggal 9 April 2001. Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri pada 2002 dan dimulai pada 2003.

Presiden yang juga dikenal dengan slogan “Gitu Aja Kok Repot” ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940. Gus Dur menjadi presiden keempat Indonesia menggantikan BJ Habibie pada 20 Oktober 1999. Masa jabatan Gus Dur berakhir hingga 23 Juli 2001.

Dalam setiap pembicaraan, Gus Dur selalu terlihat santai dan bersahaja. Adapun karier politiknya berawal ketika keterlibatannya di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Dur mengembuskan napas terakhirnya pada 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Tidak sedikit juga tokoh yang mengidolakan sosok Gus Dur. Salah satunya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Di mata Ganjar, Gus Dur adalah sosok negarawan yang sangat tenang dalam menghadapi setiap persoalan.

Apalagi yang berhubungan dengan persoalan bangsa dan negara. Ganjar juga menilai Gus Dur merupakan pahlawan kemanusiaan. Sesuai dengan jasa-jasa Gus Dur dalam membuka ruang toleransi dan demokrasi seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Beliau itu membikin saya sebagai anak muda senang, karena memberikan ruang demokrasi ya. Dan semua masalah itu ditanggapi dengan enteng, padahal itu serius sekali makna-makna di dalamnya," kata Ganjar usai melakukan ziarah ke makam Gus Dur yang terletak di Kompleks Pesantren Tebuireng di Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Minggu (17/4/2022).

Haul atau peringatan hari wafat Gus Dur rutin digelar tiap tahunnya. Tidak hanya Gusdurian, haul itu juga selalu dihadiri para pejabat, ulama, hingga politikus. Putri kedua Gus Dur, Yenny Wahid pada November 2017 mengatakan bahwa aktualisasi ajaran Gus Dur memiliki arti sangat penting bagi bangsa dan negara.

Terlebih, di tengah situasi kehidupan berbangsa yang terpecah belah karena faktor suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), menguatnya sikap intoleransi dalam beragama, kebinekaan yang mulai terusik, NKRI yang terancam karena radikalisasi paham keagamaan, serta saling fitnah dan hujat berlatar perbedaan pandangan politik.

“Itu sebabnya, pikiran dan gagasan besar Gus Dur tentang humanisme dan pluralisme perlu untuk terus dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa," ujar wanita bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid ini, Senin (9/11/2017).

Yenny Wahid mengungkapkan bahwa pemikiran kedamaian Gus Dur juga telah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Haul Gus Dur di Ciganjur, Jakarta, akhir Desember 2016. Jokowi saat itu menuturkan bahwa Gus Dur selalu menjadi inspirasi bagi masyarakat dunia, bahwa Islam mengajarkan hidup dalam persaudaraan dan perdamaian, bukan untuk memecah belah persatuan umat. “Presiden Jokowi mengingatkan, bahwa Gus Dur selalu mengajak pada Islam yang moderat, menghargai pluralisme dan Islam pembawa pesan kedamaian,” tutur Yenny.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2856 seconds (0.1#10.140)