Ini Tujuh Masalah Program Kartu Prakerja Temuan KPK

Kamis, 18 Juni 2020 - 15:46 WIB
loading...
Ini Tujuh Masalah Program Kartu Prakerja Temuan KPK
Alexander Marwata bersama Pahala Nainggolan dan Ipi Maryati Kuding saat konferensi pers hasil kajian KPK atas program kartu prakerja tahun 2020, di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (18/6/2020). Foto/tangkapan layar channel YouTube KPK.
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan tujuh masalah utama dan penyimpangan program kartu prakerja . Masalah dan penyimpangan itu berada pada empat aspek tata laksana program yang menjadi bagian perlindungan sosial penanggulangan pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) tersebut.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, KPK sangat mendukung upaya pemerintah melakukan percepatan penanganan pandemi Covid-19 melalui penyediaan anggaran di tingkat pusat mencapai Rp700 triliun dan daerah Rp72 triliun. Bagian dari penanganan pandemi Covid-19 di tingkat pusat tersebut yakni program perlindungan sosial dengan anggaran 203,9 triliun yang dialokasikan untuk bantuan sosial, kartu prakerja, dan lain-lain.

Khusus program kartu prakerja yang disusun untuk kondisi normal sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja, dalam situasi pandemi Covid-19 berubah menjadi semi-bantuan sosial. Anggaran dialokasikan Rp20 triliun dengan target 5,6 juta peserta. Nilai total insentif pasca pelatihan Rp2,4 juta per orang plus insentif survei kebekerjaan sebesar Rp150 ribu per orang, lebih besar dari nilai bantuan pelatihannya itu sendiri yang Rp1 juta per orang.

Alexander mengatakan, KPK melalui Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) telah menyelesaikan kajian program kartu prakerja sebagai bagian dari tugas monitoring pada Mei 2020.

"KPK menemukan sejumlah permasalahan dalam empat aspek terkait tata laksana sehingga pemerintah perlu melakukan perbaikan dalam implementasi program," ujar Alexander saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/6/2020) siang, didampingi Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dan pelaksana tugas Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding.

(Baca: Wakil Ketua Komisi X: Kartu Prakerja Sangat Membantu Perempuan)

Aspek pertama, lanjut Alexander, proses pendaftaran dengan dua permasalahan utama. Satu, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek telah mengkompilasi data pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sudah dipadankan dengan nomor induk kependudukan (NIK)-nya berjumlah 1,7 Juta pekerja terdampak.

Faktanya, tutur Alexander, hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring yaitu hanya 143 ribu. Sedangkan, sebagian besar peserta yang mendaftar untuk 3 gelombang yaitu 9,4 juta pendaftar bukanlah target yang disasar oleh program ini. "Dua, penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar tidak efisien. Penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai," ungkapnya.

Aspek kedua, kemitraan dengan platform digital berupa dua permasalahan. Satu,
kerja sama dengan 8 (delapan) platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ).

"Dua, terdapat konflik kepentingan pada 5 dari 8 platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," tegas Alexander.

(Baca: Mukhtarudin Nilai Kartu Prakerja Berorientasi kepada Kepentingan Rakyat)

Aspek ketiga, materi pelatihan juga terdapat dua permasalahan. Satu, kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Pasalnya, kata Alexander, pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13% dari 1.895 pelatihan (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia).

Dua, materi pelatihan tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Dari 1.895 pelatihan dilakukan pemilihan sampel didapatkan 327 sampel pelatihan. Kemudian dibandingkan ketersediaan pelatihan tersebut di jejaring internet.

"Hasilnya 89 % dari pelatihan tersedia di internet dan tidak berbayar termasuk di laman prakerja.org," bebernya.

Aspek terakhir kata Alexander yakni pelaksanaan program. Pada aspek ini ada satu permasalahan utama yakni etode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara. Musababnya ujar dia, metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya
oleh peserta.

"Lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta," ucap Alexander.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1628 seconds (0.1#10.140)