Dikritik, Cara Pemerintah Naikkan Anggaran Covid-19 Jadi Rp695,2 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Alokasi anggaran yang dikeluarkan Pemerintah dalam penanganan virus corona (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dinilai tanpa basis perhitungan yang matang.
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho mengatakan, kenaikan anggaran Covid-19 yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa basis perhitungan memadahi, membuktikan pemerintah tidak memiliki konsep yang jelas dalam mengelola angaran negara.
"Desain anggaran Covid-19 kacau balau. Suka-suka Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saja," ujar Hardjuno, Rabu 17 Juni 2020.
Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran Covid-19 pada Mei 2020 lalu sebesar Rp405,1 triliun. Kemudian, tiba- tiba angkanya naik menjadi Rp641,1 triliun.
Tidak berselang lama, anggaran Covid-19 naik lagi sebesar Rp677,2 triliun. Dan kini membengkak menjadi Rp695,2 triliun yang akan dialokasikan pada pos pembiayaan korporasi serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda).
Rincian anggaran Rp695,2 triliun itu terdiri atas anggaran kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta sektoral K/L dan pemda Rp106,11 triliun.
"Pemerintah telah menyampaikan di sidang kabinet bahwa ada tambahan belanja dibanding di Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020. Beberapa biaya penanganan Covid-19 ditingkatkan," ujar Sri Mulyani Selasa 16 Juni 2020.
Hardjuno mengaku terkejut dengan kenaikan anggaran ini. Apalagi, perubahan anggaran ini dibuat dalam waktu yang sangat singkat. Sayangnya, pemerintah tidak menjelaskan secara terbuka sumber pembiayaan yang menjadi dasar kenaikan anggaran ini.
"Bayangkan, dalam hitungan minggu ada lagi kenaikan anggaran. Ini aneh bin ajaib," tuturnya.
Menurut dia, Menkeu seharusnya punya perencanaan yang baik sehingga bisa menghitung dengan cermat berapa triliun anggaran yang harus dialokasikan untuk memerangi Covid-19.
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho mengatakan, kenaikan anggaran Covid-19 yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa basis perhitungan memadahi, membuktikan pemerintah tidak memiliki konsep yang jelas dalam mengelola angaran negara.
"Desain anggaran Covid-19 kacau balau. Suka-suka Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saja," ujar Hardjuno, Rabu 17 Juni 2020.
Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran Covid-19 pada Mei 2020 lalu sebesar Rp405,1 triliun. Kemudian, tiba- tiba angkanya naik menjadi Rp641,1 triliun.
Tidak berselang lama, anggaran Covid-19 naik lagi sebesar Rp677,2 triliun. Dan kini membengkak menjadi Rp695,2 triliun yang akan dialokasikan pada pos pembiayaan korporasi serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda).
Rincian anggaran Rp695,2 triliun itu terdiri atas anggaran kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta sektoral K/L dan pemda Rp106,11 triliun.
"Pemerintah telah menyampaikan di sidang kabinet bahwa ada tambahan belanja dibanding di Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020. Beberapa biaya penanganan Covid-19 ditingkatkan," ujar Sri Mulyani Selasa 16 Juni 2020.
Hardjuno mengaku terkejut dengan kenaikan anggaran ini. Apalagi, perubahan anggaran ini dibuat dalam waktu yang sangat singkat. Sayangnya, pemerintah tidak menjelaskan secara terbuka sumber pembiayaan yang menjadi dasar kenaikan anggaran ini.
"Bayangkan, dalam hitungan minggu ada lagi kenaikan anggaran. Ini aneh bin ajaib," tuturnya.
Menurut dia, Menkeu seharusnya punya perencanaan yang baik sehingga bisa menghitung dengan cermat berapa triliun anggaran yang harus dialokasikan untuk memerangi Covid-19.